Tuesday, November 11, 2025

AL QURAN PEMERSATU PIKIRAN

Oleh: Muhammad Plato

Al Quran bukan untuk barat atau timur. Al Quran petunjuk untuk seluruh umat manusia. Al Quran pemersatu mengajak kepada manusia untuk beriman kepada satu Tuhan Maha Esa, dan beramal baik menjaga kesucian langit dan bumi serta saling membantu antara sesama.

Al Quran pemersatu pikiran antara barat dan timur. Berpikir mengikuti petunjuk Al Quran, mengikuti syariat yang diajarkan dalam Al Quran. Berpikir mengikuti petunjuk Al Quran berpikir berserah diri kepada Tuhan, mengikuti petunjuk dari Al Quran dan sunnah Nabi Muhammad. 

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, ..." (Al Baqarah, 2:177).

Jangan membuat konflik antara barat dan timur, dua-duanya milik Allah. Manusia di barat dan timur dua-duanya diciptakan Allah dengan memiliki dua sifat yaitu fujur dan takwa. Sifat manusia punya kelebihan dan kekurangan. Di dalam Al Quran, Allah memandang manusia dari karakternya. 

Manusia jahat ada di barat dan ada di timur. Sebaliknya manusia baik ada di barat dan ada di timut. Kelebihan dan kekurangan manusia di barat dan timur, menjadi sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Allah memerintahkan kepada manusia untuk saling kenal dan tolong menolong, saling mencukupi kekurangan.

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujuraat, 49:13).

Siapapun orangnya jika mempelajari Al Quran, akan jadi manusia-manusia pemersatu bukan pemecah belah. Para pemecah belah, pemberontak, dia telah membawa pikirannya sendiri, karena Allah tidak memerintahkan manusia berpecah belah. 

Berpikir berserah diri tidak mengikuti hawa nafsu untuk membenarkan pendapat pribadi tetapi mengikuti logika sebab akibat yang dijelaskan di dalam Al Quran. Sekalipun orang berpendapat berdasar kepada Al Quran, orang tidak bisa memaksakan pendapat pada orang lain, atau mengklaim dirinya pemilik kebenaran. 

Pendapat pribadi adalah milik pribadi. Kebenaran terletak pada data dan pemilik data adalah Allah. Setiap orang bisa berdebat tentang kebenaran, tetapi masing-masing berdebat bukan untuk saling mengklaim sebagai pemilik kebenaran tetapi untuk saling bertukar argumen. Pembenaran jadi milik pribadi masing-masing melalui proses refleksi setelah beradu argumen.

Perdebatan bertujuan menguji penalaran dan kesehatan akal. Kesehatan akal ketika para pendebat tidak sedang menjadi pemilik kebenaran. Tidak ada emosi dalam debat karena debat menggunakan nalar bukan emosi. 

Jika perdebatan menggunakan emosi cenderung menggunakan amarah, dan amarah melahirkan kesombongan, hujatan, lecehan, dan kedengkian. Perdebatan yang dilandasi kesombongan dan kedengkian bukan perdebatan sehat karena dilandasi sifat setan. 

Orang-orang yang berpikir berlandaskan Al Quran, hanya bertugas menyampaikan kebenaran apa yang telah Allah jelaskan dalam Al Quran. Diterima atau tidaknya kebenaran oleh orang bukan urusannya, karena diterima tidak diterima kebenaran oleh seseorang hak Allah sang pemberi kebenaran kepada siapa saja yang Dia kehendaki.***

Tuesday, October 28, 2025

KARAKTER MANUSIA SEJAHTERA DI DUNIA DAN AKHIRAT

Oleh: Muhammad Plato

Ciri dari orang-orang beriman dia memiliki cita-cita dunia dan akhirat. Pola pikir ini dimiliki oleh orang yang percaya kepada Tuhan. Orang tidak percaya Tuhan, tidak ada pola pikir ini dalam otaknya. 

Allah tidak mencatat pola pikir buruk sebagai perbuatan buruk, namun Allah menganjurkan untuk selalu berpola pikir baik, karena setiap pola pikir baik akan dicatat sebagai satu kebaikan, dan bila dilaksanakannya Allah akan mentatkan kebaikannya tujuh ratus kali lipat dan kelipatannya.

Pola pikir baik salah satunya adalah selalu berharap pada kebaikan di dunia dan di akhirat. Orang-orang beriman pola pikirnya tidak memisahkan dunia dan akhirat. Kehidupan dunia dan akhirat satu kesatuan tidak terpisah seperti tarik dan buang nafas.

Harapan pada dunia dan akhirat harus jadi pola pikir pada setiap tindakan yang dilakukan. Apapun tindakan yang dilakukan harus mengandung harapan baik di dunia dan akhirat. Pola pikir ini pedomannya Al Quran. 

"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (Ali Imran, 3:145).

Dari pola pikir selalu berharap dunia dan akhirat akan lahir manusia-manusia berkarakter unggul. Pola pikir berharap dunia dan akhirat, membuat orang mampu bertahan dalam kondisi sulit. Inilah penyebab mengapa rakyat Palestina bisa bertahan melawan penjajah sekalipun puluhan ribu nyawa telah hilang. 

Orang yang pula pola pikir berharap kebaikan di dunia dan akhirat, karkternya dikabarkan di dalam Al Quran. Mereka menjadi manusia yang tidak lemah, tidak lesu, dan tidak akan menyerah, karena mereka telah memiliki karakter orang-orang sabar, karena mampu bertahan dalam kondisi sulit.

Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran, 3:146).

Mereka memotivasi diri dengan kalimat-kalimat Allah dalam Al Quran. Mereka berpegang teguh pada apa yang telah Allah kabarkan dalam Al Quran. Manusia-manusia yang berharap dunia dan akhirat tidak akan terkalahkan. 

"Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Ali Imran, 3: 147).

Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Ali Imran, 3:148).

Maka orang-orang yang akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, yaitu mereka yang bersyukur, bertakwa, bersabar, dan selalu berbuat kebaikan. Inilah orang-orang yang dicintai dan kekasih Allah. Inilah karakter manusia yang dijanjikan kehidupan sejahtera di dunia dan akhirat.

Jadi, orang takwa dia selalu ada dalam kondisi berbuat kebaikan. Orang bersyukur mereka selalu berharap kebaikan dunia dan akhirat. Orang sabar, dia tidak pernah merasa lemah, lesu, dan pantang menyerah.  

Jadi gabungan dari karakter takwa, syukur, dan sabar, menjadi jaminan bagi siapa saja akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Inilah karakter agung manusia-manusia yang dikabarkan Allah di dalam Al Quran. Semoga Allah memberi pahaman mendalam pada kita semua. Wallahu'alam.***

Sunday, October 26, 2025

TANGGA ILMU MENJADI PEMIMPIN

Oleh: Muhammad Plato

Allah menjadikan seluruh manusia sebagai Adam. Manusia yang dijadikan Adam oleh Allah adalah pemimpin yang akan menjadi khalifah di muka bumi. Setiap manusia diberi kemampuan memimpin, maka dari itu semua manusia adalah Adam yang punya kemampuan sebagai khalifah. 

Adam adalah kompetensi kepemimpinan yang dimiliki setiap manusia. Misi hidup manusia adalah menjadikan dirinya sebagai pemimpin yang adil.

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya). (An Naml, 27:62).

Manusia sebagai khalifah merupakan makhluk berkualitas tinggi yang diciptakan Allah. Puncak keberhasilan manusia kualitas tinggi adalah manusia berhasil menjaga kualitas kepemimpinannya sebagai manusia. 

Dimensi kepemimpinan manusia terbagi menjadi dua yaitu kepemimpinan atas diri sendiri, dan kepemimpinan untuk mengelola manusia-manusia lain. Maka dari itu manusia-manusia yang bisa menjadi pemimpin bagi manusia lain, dikategorikan manusia-manusia kualitas tinggi.

Di dalam Al Quran, manusia-manusia kualitas tinggi memiliki kelebihan harus memiliki kemampuan sebagai Ulil Abshar, Ulil Albab, Ulil Azmi, dan Ulil Amri. Empat kepemilikan ilmu ini secara berurutan menjadi tanggap kompetensi yang harus dipelajari oleh setiap orang untuk menjadi seorang pemimpin adil. Empat tangga tersebut disusun sebagai berikut:

Tangga Pertama, Ulil Absar. 

Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu. Segolongan berperang di jalan Allah dan yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (Ali Imran, 3:13)

Pada tahap pertama, pemimpin berkualitas tinggi harus memiliki pengalaman panjang dalam memahami berbagai fenomena kehidupan alam dan manusia. Dasar kepemimpinan adalah memiliki kemampuan meneliti, mengalami sendiri, menemukan hukum-hukum yang berlaku dalam kehidupan. Ulil Absar adalah peneliti ulung yang sangat berpengalaman.

Pemimpin berkualitas tinggi memiliki pengetahuan empiris tentang bagaimana kebenaran-kebenaran selalu menjadi penyebab keberhasilan setiap orang dalam memimpin. Pada tangga ini kemampuan pemimpin dilatih untuk melihat kualitas bukan kuantitas, sebab kualitas selalu mengalahkan kuantitas.

Hukum kausalitas di alam dipahami bukan sebatas hukum alam berdasar penghlihatan mata, tetapi dilihat dari kebenaran-kebenaran bersumber dari ketuhanan. Membaca alam atas nama Tuhan Semesta Alam. Inilah kemampuan pemimpin tingkat pertama.

Tangga Kedua, Ulil Albab.

Allah menganugrahkan al hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran. (Al Baqarah, 2:269).

Di tangga kedua, pemimpin berkualitas tinggi memiliki kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir kritis, kreatif, imajinasi, adalah kompetensi wajib dimiliki seorang pemimpin. Pada tangga ilmu kedua, para pemimpin sudah seperti layaknya filsuf. Para pemimpin punya kompetensi sebagai ahli pikir sehat dan lurus.

Para pemimpin ahli pikir tidak akan tertipu dengan pandangan mata, kebenaran dicerna dengan akal sehingga tidak akan mudah menghukum dan menghakimi orang. Pada tahap ini pemimpin sudah menjadi hakim yang adil bagi dirinya dan orang lain. Cara berpikir pemimpin berkualitas tinggi, berpikir bukan dengan nalar material atau nalar nafsu, tapi berpikir menggunakan nalar murni dari petunjuk Tuhan Semesta Alam.

Tangga Ketiga, Ulil Azmi

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (adzab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat adzab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (Al Ahqaf, 46:35).

Pada tangga ini, pemimpin berkualitas tinggi sudah punya keteguhan hati seperti para rasul. Kulitas pemimpin dilihat dari kesabaran dalam menghadapi segala ujian. Kesabaran menjaga dan melaksanakan prinsip-prinsip kebenaran di jalan Tuhan Semesta Alam. 

Kualitas pemimpin ditahap ini, punya kemampuan bertahan dalam kondisi sulit yang sudah teruji. Mereka mampu bertahan dalam kondisi ekstrim untuk menjaga prinsip-prinsip kebenaran tetap dipegang. Prinsip-prinsip kebenaran yang dimilikinya dari pengamatan, pengalaman, dan pemikiran, menjadi keteguhan hati untuk memperjuangkan dan mempertahankannya hingga akhir hayat.

Tangga Keempat, Ulil Amri.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa, 4:59).

Setelah melalui tiga tahap keilmuan, pada tahap ini manusia menjadi pemimpin sejati mengikuti jejak langkah para rasul dalam memimpin. Ulim Amri adalah para pemimpin diantara para pemimpin. Manusia pemimpin berkualitas tinggi  misinya melanjutkan nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan para rasul. 

Setiap manusia harus berusaha, diberi pendidikan untuk menjadi ulil amri, minimal ulil amri untuk dirinya. Maka di antara ulil amri harus ada manusia terpilih untuk menjadi pemimpin di antara manusia lain. Misi ulil amri melanjutkan misi para rasul membwa manusia pada kehidupan damai dan sejahtera di dunia dan kehidupan akhirat. 

Nabi Muhammad dinobatkan sebagai tokoh pemimpin paling berpengaruh di dunia. Nabi Muhammad menjadi contoh bagi seluruh umat manusia. Nabi Muhammad semasa hidupnya telah berhasil mewujudkan misinya membawa manusia pada kehidupan damai dan sejahtera di muka bumi.

Ulim amri adalah manusia berkualitas tinggi, manusia yang bukan hanya bisa mimpin dirinya tapi bisa memimpin manusia lain ke jalan yang benar. Pemimpin berkualitas tinggi harus sudah memiliki pemahaman mendalam tentang hukum-hukum kehidupan, dan memiliki pola pikir yang dipandu dan dikendalikan oleh Tuhan Semesta Alam, serta punya tekad yang teguh untuk menjaga dan mengajarkannya kepada seluruh umat manusia. 

Pola pikir ulil amri tidak menggunakan pola pikir hawa nafsunya, melainkan pola pikir yang dipandu oleh logika Tuhan Yang Esa bersumber pada kitab suci Al Quran. Wallahu'alam.***

Sunday, October 5, 2025

ADAM ADALAH PEMIMPIN

Oleh: Muhammad Plato

Pemahaman umum Adam adalah manusia fisik yang diciptakan Allah. Kita hormati semua pendapat. Izinkan untuk menjelaskan Adam sebagai konsep kepemimpinan yang dimiliki manusia. Penjelasannya bisa ditemukan dalam Al Quran.

"Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al Baqarah, 2:30).


Adam lebih dari sekedar manusia fisik, dia adalah manusia yang telah dianugerahi Allah punya kemampuan memimpin. Maka Nabi Muhammad bersabda, "
Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Kepemimpinan menjadi kompetensi dasar yang harus diajarkan pada setiap manusia. Kemampuan memimpin ditandai dengan kemampuan mengendalikan diri untuk menjaga keseimbangan dengan mengendalikan sifat-sifat buruk yang ada pada diri manusia menjadi potensi-potensi baik-baik. Neraca timbangan inilah yang harus dijaga melalui kepemimpinan.

Jiwa manusia diilhami dua sifat berlawanan. "maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya," (Asy Syams, 91:8).

Adam adalah manusia-manusia kompeten, mampu mengendalikan diri dan menciptakan kehidupan damai, adil, dan sejahtera bagi kehidupan umat manusia. Adam adalah manusia mandiri berani berkorban untuk orang lain untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.

"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu" (Ar Rahman, 55:7-9).

Kelakukan buruk, kejahatan, kerusakan, di muka bumi dilakukan karena kepemimpinan yang lemah. Kepemimpinan yang lemah melahirkan manusia-manusia melampaui batas penyebab kemalasan, kurang tanggung jawab, berorientasi konflik, dan mengabaikan kemanusiaan.

Jadi, adam adalah manusia yang sudah diberi potensi kepemimpinan untuk mengendalikan konflik yang ada pada dirinya, dengan kemampuan mengendalikan potensi-potensi buruk yang ada dalam dirinya supaya terjadi keseimbangan dimana potensi buruknya yang ada pada dirinya tidak mendominasi potensi -potensi baik yang ada pada dirinya.***  


BUMI YANG DIPIJAK ADALAH AL QURAN

Oleh: Muhammad Plato

Tahukah bahwa bumi yang selama ini kita pijak adalah Al Quran? Kitab suci Al Quran diwahyukan kepada Nabi Muhammad, di dalamnya ada ayat-ayat yang menjelaskan tantang bumi dan alam semesta. Jadi bumi, langit, bintang, laut, sungai, gunung, udara, api, tanah, angin, adalah ayat ayat Al Quran. 

"Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui, sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia," (Al Waqi'ah, 56: 75-77).

Apakah banyak orang memahami bumi dan alam semesta sebagai ayat-ayat Al Quran yang suci? Allah mengatakan jumlahnya sedikit sekali. Maka langit, bumi, bintang, bulan, tanah, air, udara, api, adalah ayat-ayat Al Quran yang suci yang harus kita pelihara kesuciannya.

"pada kitab yang terpelihara (Lohmahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan." (Al Waqiah, 56: 78-79).

Selama ini manusia gagal memahami ajaran-ajaran Allah dalam Al Quran. Kegagalan itu ditandai dengan kerusakan-kerusakan alam yang menyebabkan bumi tidak dianggap suci. Sunga-sungai dipenuhi sampah, langit dipenuhi dengan udara beracun, laut menjadi tempat pembuangan sampah akhir. 

Kebanyakan manusia mengaku beragama dalam kehidupan sehari-harinya tidak memperlakukan bumi sebagai tempat suci yang harus dipelihara. Sampah, limbah, dibiarkan mencemari tanah dan air. Kesadaran manusia untuk memelihara alam yang suci sangat rendah.

Pengajaran agama belum menghasilkan manusia-manusia beriman yang seharusnya memelihara kesucian alam sebagai ayat-ayat Tuhan. Pengajaran agama stagnan terlalu berfokus pada praktek-praktek ibadah ritual, tidak mendalam pada pengajaran bagaimana manusia harus berpikir dan berprilaku menghargai dan memelihara kesucian diri serta alam sebagai praktek memelihara kesucian ayat-ayat Al Quran.

Sebenarnya, manusia diciptakan sebagai Adam yaitu pemimpin yang diberi amanah memelihara kesucian ayat-ayat Al Quran, dibuktikan dengan penghargaan tinggi pada sesama manusia dan alam semesta. Di wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, berprilaku hidup bersih memelihara kesucian dan menghormati alam beserta isinya. 

Kegagalan manusia tidak menghargai alam sebagai ayat Al Quran berawal dari cara pandang manusia terhadap Al Quran. Al Quran dipahami sebatas kumpulan wahyu dari Tuhan, dicetak menjadi kitab suci, dibaca berulang-ulang secara tesktual, minim kajian dan makna. Kitab suci menjadi benda keramat yang jarang disentuh, hanya dihafal oleh orang-orang tertentu, dan tidak jadi petunjuk dalam kehidupan sehari-hari.

Orang-orang beriman gagal memahami bahwa memelihara kesucian Al Quran prakteknya adalah menjaga kesucian alam dengan menghindari perilaku-perilaku buruk yang menodai kesucian alam. Akibat pengajaran agama terlalu ritual, orang-orang yang mengaku beriman tidak sadar bahwa bumi yang dipijaknya sehari-hari adalah Al Quran.

Seharusnya orang-orang beriman sadar ketika membuang sampah di pinggir jalan, membuang sampah di sungai, membuang limbah ke sungai, mereka sedang menodai kesucian Al Quran. Maka, mereka yang menodai kesucian alam, merekalah yang menodai Al Quran dan tidak dicintai Tuhan.

"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Al Qashshas, 28:77). Allah menjelaskan sebagai kecil saja manusia yang mengerti makna Al Quran. 

"Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?" (Yasiin, 36:62).***

  

 

Thursday, September 18, 2025

KARAKTER ORANG TAKWA

Oleh: Muhammad Plato

Al Quran sebaik-baiknya argumen bagi sebuah pendapat. Al Quran telah teruji ribuan tahun isinya tidak berubah karena terpelihara. Allah menjelaskan Al Quran, "...kitab yang terpelihara" (Al Waaqi'ah, 56:78).

Al Quran diturunkan dari Allah. "Diturunkan dari Tuhan semesta alam." (Al Waaqi'ah, 56:80). Al Quran mengandung konsep-konsep untuk jadi pelajaran bagi umat manusia. Allah mengajarkan pada Adam nama-nama atau konsep-konsep dengan pengertiannya.

Al Quran adalah kitab keterkaitan. Antara ayat dengan ayat, surat dengan surat, dan kata dengan kata saling keterkaitan memberi penjelasan makna. Takwa adalah sebuah konsep yang terkandung dalam Al Quran.

Konsep takwa dapat dipahami dengan mengembangkan penjelasan dari Al Quran. Dengan memahami konsep takwa dapat membantu manusia menjadi manusia-manusia terbaik dimuka bumi. "Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," (Al Baqarah, 2:2).

"Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa". (Al Baqarah, 2:63).

Orang-orang bertakwa adalah mereka yang memegang teguh janji dan selalu mengingat pada perjanjian itu. Mereka berpegang teguh pada apa yang dipahminya dari Al Quran.

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Hasyr, 59:18).

Inilah karakter orang bertakwa yang harus selalu diingat. Orang bertakwa selalu memperhatikan apa yang diperbuatnya hari ini untuk mempersiapkan hari esok. 

Orang bertakwa meyakinai bahwa perbuatan baik akan mendapat balasan terbaik dari Allah dan perbuatan buruk akan mendapat keburukan setimpal. 

Bagi orang-orang betakwa tidak ada pilihan hidup kecuali selalu berbuat baik dalam setiap waktu. Jikalau harus ada pilihan dia akan memilih yang baik dan yang terbaik. Tidak ada pilihan buruk bagi orang-orang bertakwa. 

Orang bertakwa selalu berpikir visioner. Segala bentuk prilakunya didasari oleh kebaikan demi kebaikan sebagai persiapan untuk hidup di hari esok. 

Orang-orang bertakwa sebelum bertindak selalu berpikir kritis menganalisis setiap tindakan dengan mempertimbangkan kebaikan yang akan di dapat hari esok. Tidak ada perbuatan sia-sia bagi orang-orang bertakwa karena semua perbuatannya dilandasi oleh niat baik karena Allah. 

Setiap tindakannya diniatkan dengan investasi kebaikan untuk hari esok. Orang-orang bertakwa mengelola uang dengan menyisihkan sebagian untuk kepentingan hari esok. Investasi yang dilakukan orang-orang bertakwa ditujukan untuk hari esok di dunia maupun akhirat. 

Tindakan-tindakan yang dilakukan orang bertakwa selalu memiliki nilai ganda yaitu kebaikan untuk dunia dan akhirat. Orang-orang bertakwa selalu membelanjakan hartanya untuk kepentingan manusia di dunia dan kepentingan pribadinya di hari esok akhirat. 

Orang-orang bertakwa mereka tidak ragu, beriman kepada Allah dan kitab-Nya, percaya pada kehidupan akhirat, serta mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain dan dirinya. 

Orang-orang bertakwa selalu mengingat kabar gembira dari Allah, "Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung." (Al Baqarah, 2:5).***

Saturday, September 6, 2025

AKAL ADALAH PENA

Oleh: Muhammad Plato

Sebuah buku pemikiran bersumber dari karya Imam Al Gazhali berjudul Psikologi Sufi bericara tentang akal. Al Ghazali dalam bukunya menjelaskan pentingnya akal. Referensi pemikirannya bersumber pada Al Quran dan hadis.

Imam Al Ghazali membagi tingkatan jiwa manusia ke empat tingkatan. Satu, jiwa yang tidak akan mendapat kenikmatan dan siksaan, seperti jiwa anak kecil dan orang gila. Jiwa ini terpisah dari tubuh sebelum melakukan hal salah dan benar. 

Kedua, jiwa yang memiliki kepercayaan asumstif keliru, serta menyelisihi kebenaran, amalnya bertentangan dengan syariat. Jiwa ini akal mendapat siksa selamanya. Ketiga, jiwa -jiwa yang disiksa beberapa lama lalu dimasukkan ke surga.


Ebook: https://lynk.id/mastershopi

Keempat, jiwa yang memiliki pengetahuan benar didapat melalui kejeniusan atau dengan proses berpikir. Memiliki budi pekerti baik, dan beramal sesuai dengan syariat. Jiwa seperti ini menampati tempat yang luhur dalam kebahagian.

Jiwa tidak tercetak dalam tubuh. Jiwa tidak tergantung pada tubuh. Hubungan jiwa dengan tubuh adalah relasi pengaturan dan pengendalian. Jiwa manusia terdiri dari jiwa tumbuhan dan hewan. Kelebihan manusia bisa mengetahui objek partikular melalui panca indera, dan mampu menyerap objek universal melalui intuisi rasional. 

Menurut Al Ghazali, jiwa insani adalah akal. Akal itu juga disebut juga sebagai pena (qalam). Kemudian Al Gazhali merujuk pada hadis Nabi Muhammad, "Hal pertama yang diciptakan Allah adalah pena (Qalam). Lalu, Allah memerintahkan kepadanya, Tulislah! Pena pun bertanya, "apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman, "tulislah segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari kiamat, berupa amal, konsekuensi perbuatan, rezeki, dan ajal. Maka pena itupun menulis segala yang akan terjadi hingga hari kiamat."

Al Ghazali memandang akal merupakan bagian penting dalam pencipataan manusia. Jiwa yang memiliki budi pekerti yaitu jiwa yang memiliki pengetahuan benar di dapat dari akal jenius  yang digunakan untuk berpikir. 

Akal hanya memperoleh petunjuk melalui syariat. Akal seperti penglihatan sedangkan syariat seperti cahaya. Penghlihatan tidak akan berfungsi jika tidak ada cahaya dari luar. Cahaya tidak akan berguna jika tanpa indera penglihatan. Akal ibarat pondasi, dan syariat seperti bangunan. 

"...Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (Al Maidah, 5:15-16).

Cahaya adalah kitab dari Allah yang menerangkan syariat petunjuk jalan hidup menuju keselamatan. Cahaya Allah mengeluarkan orang dari gelap menuju terang. Syariat adalah cahaya atau wahyu dari Allah berguna bagi kehidupan manusia jika akal menggunakannya.***

Sunday, August 31, 2025

NASIONALISME RELIGIUS INDONESIA

Oleh: Muhammad Plato

Nasionalisme religius adalah rasa kebangsaan berdasarkan pada nilai-nilai universal dalam ajaran agama. Indonesia dengan ideologi Pancasila merupakan negara berlandaskan pada nasionalisme religius. Sila ketuhanan yang maha esa menjadi dasar pembentukkan nasionalisme masyarakat Indonesia.

Nasionalisme religius Indonesia bersumber pada masing-masing agama yang dianut, antara lain; Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Nasionalisme religius di Indonesia menjadi kesadaran hidup untuk bersatu, berdasarkan pada nilai-nilai universal yang terkandung dalam agama masing-masing.


Ebook https://lynk.id/mastershopi

Konsep nasionalisme merupakan sikap hati, pikiran, ucapan, dan tindakan, yang mengarah pada semangat persatuan Indonesia seperti tertuang dalam sila ketiga dalam ideologi Pancasila. Nasionalisme religius telah berkali-kali menyelamatkan Indonesia dari perpecahan. 

Islam sebagai agama paling banyak dianut oleh bangsa Indonesia, menyuguhkan esensi konsep nasionalisme dalam Al Quran. Dalam konsep nasionalisme, Islam tidak dipahami sebagai kelompok tapi sebagai ajaran kemanusiaan universal. 

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara;.." (Ali Imran, 3:103).

Bangsa Indonesia memahami bahwa persatuan dan kesatuan bangsa adalah nikmat yang diterima dari Allah. Semangat kebangsaan bangsa Indonesia merupakan bagian dari ketaatan warga negara kepada Tuhan, karena Tuhan melarang umat manusia bermusuhan dan bercerai berai.

Menurut Benedict Anderson bangsa sebagai "komunitas terbayang". Dalam konteks bangsa Indonesia terjadi karena kesamaan rasa identitas kolektif, di dalamnya bukan hanya karena kesamaan historis, tapi kesamaan sebagai warga negara yang taat kepada Tuhan, karena Tuhan mengajarkan tentang hidup damai, saling berdampingan, dalam kesejahteraan.

Dalam nasionalisme religius, rasa kebangsaan merupakan "persatuan hati" yang  mengutamakan rasa persaudaraan sebagai hamba Tuhan. Dalam menjaga persaudaraan antar manusia, masyarakat berpedoman pada perintah-perintah Tuhan.

"Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain boleh jadi mereka lebih baik dari mereka dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim." (Al Hujuraat, 49:11).

Tuhan mengingatkan bahwa saling menghujat, meredahkan, dan mencaci antar kelompok, sesungguhnya merupakan tindakan merugikan diri sendiri. Selanjutnya, dalam menjaga persatuan dan kesatuan, Tuhan melarang menyebarluaskan berita-berita bohong, gosip, dalam bentuk prasangka-prasangka buruk yang tidak berbasis data dan fakta.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Al Hujuraat, 49:12).

Dalam membangun persaudaraan lintas suku, agama, bangsa dan negara, Tuhan memerintahkan untuk saling kenal mengenal, dengan membangun hubungan saling tolong menolong, bertukar informasi, berkerjasama dan berniaga untuk saling memenuhi kebutuhan hidup.

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujuraat, 49:13). 

Inilah konsepsi dasar nasionalisme religius bangsa Indonesia, sebagai rasa nasionalisme dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Nasionalime religius bangsa Indonesia telah mendapat ujian-ujian berat dalam sejarah. Peristiwa-peristiwa kelam masa revolusi fisik tahun 1945, pemberontakan PKI tahun 1965, kerusuhan tahun 1998, telah berhasil dilalui.

Nasionalisme religius merupakan ciri khas nasionalisme bangsa Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila. Nasionalisme religius bukan nasionalisme sempit pada kelompok agama tertentu, tapi nasionalisme inklusif mengambil nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam setiap ajaran agama.***

Tuesday, August 19, 2025

SEJARAH YANG BENAR?

Oleh: Muhammad Plato

"Sesungguhnya ini adalah sejarah yang benar, dan tak ada Tuhan selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Ali Imran, 3:62).

Jadi, kisah sejarah manusia bukan tentang siapa manusianya tetapi tentang apa yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, kisah Firaun bukan tentang siapa, tetapi apa yang dilakukan.   

Kisah sejarah manusia berisi tentang ketaatan manusia pada Tuhan dan tentang ketaatan manusia pada dirinya. Kisah sejarah manusia berisi tentang dua perilaku manusia. Pertama, kisah manusia berperilaku buruk karena taat pada dirinya. Kedua, kisah manusia berperilaku baik karena taat pada Tuhannya. Dua kisah ini setiap tahun dan abad, timbul tenggelam silih berganti.


Ebook Sukses Dengan Logika Tuhan: https://lynk.id/mastershopi

Kisah Firaun yang terjadi kurang lebih 3300 tahun lalu, kini muncul dalam kasus Genosida rakyat Palestina. Kisah Genosida rakyat Palestina berisi kisah manusia berkuasa yang hanya taat pada dirinya. Pemimpin negara dengan kekuatan militer diseluruh dunia, menjadikan dirinya tuhan sebagai pemegang nasib kehidupan manusia.  

Genosida terhadap rakyat Palestina adalah peristiwa masa lalu yang berulang sama seperti yang dilakukan Firaun 3300 tahun lalu. Firaun adalah gelar bagi pemimpin-pemimpin negara adidaya, yang punya kekuasaan mutlak, dan mengaku dirinya tuhan.

Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya.  berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". (An Naazi'aat, 79:24).

Kisah sejarah manusia dari masa ke masa sebenarnya bercerita tentang manusia, penguasa, dan masyarakat yang taat pada Tuhan dan membangkang pada Tuhan. Manusia yang taat pada Tuhan menjadi pemelihara, dan manusia pembangkan pada Tuhan menjadi perusak.

Maka tujuan pelajaran sejarah, bukan semata-mata mengenalkan fakta, tapi mengambil pelajaran apa akibat dari setiap perbuatan manusia. Hukum dasar kehidupan yang dapat dibuktikan dalam pelajaran sejarah adalah prilaku baik mendapat kebaikan, prilaku buruk mendapat keburukan. Inilah fakta-fakta hukum sejarah yang harus diajarkan.

"Barang siapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang siapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan. (Al Qashash, 28:84).

Kisah-kisah sejarah ditulis hendaknya memberi penjelasan, pelajaran, tentang perbuatan baik berakibat baik dan perbuatan buruk berakibat buruk. Kisah peperangan sesungguhnya peperangan yang terjadi dalam jiwa manusia dalam usaha mengendalikan sifat-sifat baik dan buruk agar tidak melampaui batas.***

Sunday, August 10, 2025

SURAT PENGINGAT PERANG

Oleh Muhammad Plato

Surat Al Qaari'ah berisi tentang dahsyatnya hari kiamat. Surat ini turun ketika Nabi Muhammad berada di Mekah. Pada saat itu Nabi Muhammad belum memiliki pengikut banyak. Surat ini terdiri atas 11 ayat, tidak ada makna perang dalam surat Al Qaari'ah. Tapi mengapa ada beberapa guru agama mengatakan surat ini berisi tentang perang?  

Setelah ditelusuri, memang benar dari sebelas ayat dalam surat Al Qaari'ah tidak ada satu ayat pun yang spesifik berbicara tentang perang. Ulama klasik lebih fokus menjelaskan tentang terjadinya hari kiamat sesuai dengan teks.

Ada beberapa ulama tafsir menjelaskan surat Al Qaari'ah secara priskologis dan retoris. Sayyid Qutb berpendapat “Al-Qāri‘ah menghadirkan bayangan kedahsyatan akhirat, sebagai pukulan psikologis bagi kaum musyrik yang menolak kebangkitan.” Fi Zhilalil Qur’an, Tafsir Al-Qāri‘ah.

Quraish Shihab berpendapat kata Al-Qāri‘ah adalah simbol “pukulan keras” terhadap jiwa manusia. Surat Al Qaari'ah adalah suara yang keras menggugah manusia agar sadar dan tidak terus lalai. Ini bukan hanya berita, tetapi peringatan mendalam. — Tafsir Al-Mishbah, Surah Al-Qāri‘ah.

Kiai-kiai tradisi memberikan alasan surat Al Qaariah sebagai surat perang dengan mendemonstrasikan jurus silat dan pernapasan. Dalam demonstrasi, gerakan silat di dalam Surat Al Qaari'ah diakhiri dengan gerakan dua tangan melakukan dorongan ke depan sebagai simbol serangan bertenaga dalam.

Pendapat saya lebih pada pendekatan psikologis emosional, berdasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw, "Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lantas sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu.” (HR. Al Baihaqi).

Di dalam Surat Al Qaari'ah ada penjelasan bahwa, "Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (Al Qaari'ah, 101: 6-9).

Keterangan di atas, jika dikaitkan dengan hadis tentang "perang lebih besar", penjelasan ayat 6-9 dalam surat Al Qaari'ah berkaitan dengan medan perang psikologis dan emosional yang harus dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Perang itu harus dihadapi oleh setiap jiwa manusia.

Hal ini diperkuat oleh Al Quran bahwa jiwa manusia tercipta dari dua sifat yaitu fujur  (negatif) dan takwa (positif). "dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya," ( Asy Syams, 91:7-8).

Surat Al Qaari'ah merupakan surat pengingat tentang siapa pemenang perang dan memberi motivasi pada orang-orang yang selalu berbuat baik. Setiap orang menghadapi peperangan karena sifat buruk dan baik yang dimilikinya. 

Peperangan abadi itu ada dalam setiap jiwa seseorang. Peperangan terjadi dalam rangka menjaga agar berat timbangan perbuatan baik lebih berat dari perbuatan buruk. Perang besar ini melibatkan pikiran dan emosi agar selalu positif sehingga bisa melahirkan perilaku hidup baik setiap hari sampai akhirnya mati dalam ajal yang baik.***   

Sunday, July 20, 2025

ISLAM AJARKAN MANUSIA JADI PEKERJA KERAS

Oleh: Muhammad Plato

Setiap orang dituntut kerja keras untuk hidup, namun tidak semua orang bekerja keras untuk hidup. Ada orang bekerja keras tapi sesunguhnya dia mati, ada juga orang yang bekerja keras merasa hidup padahal mati? Bagaimana caranya supaya bisa bekerja keras dan hidup?

Anjuran bekerja keras ada dalam Al Quran, namun jarang dipahami dan dijelaskan oleh para guru. Al Quran dianggap terlalu suci untuk dipikirkan orang biasa dan akhirnya tidak pernah jadi bacaan dalam pelajaran di semua mata pelajaran. 

"Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja keras (kadihun) dengan sungguh-sungguh (kadhan) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya." (Al Insyiqaaq, 84:6).

Para penafsir Al Quran terdahulu tidak mengalami perbedaan pendapat. Berdasar tafsir ayat ini, Quraish Shihab menekankan bahwa dalam kehidupan ini manusia tidak boleh bermalas-malasan. Arti Kadihun menegaskan bahwa manusia pelaku kerja keras, dan Kadhan menjelaskan kualitas kerja yang harus dilakukan sungguh-sungguh. 

Hal yang sering gagal fokus dipahami dalam bekerja keras adalah masalah tujuan. Kadang orang-orang bekerja keras salah tujuan. Bekerja keras untuk cari uang, mendapat penghargaan orang, atau untuk mendapat kedudukan. Mereka mati karena tujuan-tujuan hidup mereka ciptakan sendiri.

Ada juga orang yang bekerja keras merasa hidup padahal mati. Gambaran orang ini sebagaimana dijelaskan di dalam Al Quran. "Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan". (At Taubah, 9:31).

Bekerja keras dengan sungguh-sunguh ibarat mengayuh perahu menuju sebuah pulau agar selamat dari badai. Laut adalah kehidupan, perahu adalah manusia, mengayuh adalah usaha keras. Pulau ibaratnya Tuhan yang menjajikan kehidupan sejahtera.

Perumpaaan kesalahan manusia dalam bekerja keras, dia bersungguh-sungguh keluar dari badai kehidupan, tetapi tidak sampai menuju sebuah pulau. Mereka hanya fokus bekerja keras untuk lepas dari badai sementara mereka masih terapung-apung dilautan. Orang tidak dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang berpikir.*** 

Wednesday, July 16, 2025

TASAWUF BUKAN AGAMA

Oleh: Muhammad Plato

Tasawuf bukan agama, tapi pemikiran dalam memahami agama. Dasar dari ilmu tasawuf adalah interpretasi terhadap Al Quran dan hadis. Interpretasi ini kemudian berkembang menjadi kelompok di masyarakat dan melembaga menjadi punya penganut fanatik.  

Menurut Hasan Al Bashri (642-728 M) "Tasawuf adalah dunia yang kosong dari hawa nafsu dan penuh dengan cahaya kesadaran terhadap akhirat." Tasawuf mengajarkan cara hidup sederhana dengan penuh ketakwaan. 

Menurut Rabi’ah al-Adawiyah (w. 801 M), tokoh perempuan sufi terkenal, punya  pendapat "Aku menyembah Allah bukan karena takut neraka atau berharap surga, tapi karena cinta kepada-Nya." Inti tasawuf adalah cinta murni kepada Allah, tanpa pamrih. Ia menolak ibadah yang didorong oleh rasa takut atau harapan duniawi.


Al-Junayd al-Baghdadi (830–910 M) – disebut sebagai Imam Tasawuf. Menurut pendapatnya, "Tasawuf adalah bahwa Allah mematikanmu dari dirimu dan menghidupkanmu dengan-Nya." 

Jadi, tasawuf bukan agama tapi pemikiran dari para pemikir untuk membantu umat manusia memahami agama Islam. Namun ketika kita memahami pemikiran-pemikiran orang terdahulu, semuanya berada di tanggung jawab pribadi masing-masing. 

Kuncinya kembali pada penjelasan ayat Al Quran tidak ada paksaan dalam beragama atau pendapat tentang agama. "Tidak ada paksaan untuk agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah, 2:256).

Pemikiran-pemikiran dalam memahami agama seiring waktu berkembang berubah menjadi seolah-olah doktrin agama. Setiap pemikiran, memiliki kelompok-kelompok pendukung, sehingga timbul saling curiga, saling menjatuhkan, dan memicu konflik. 

Agama tidak lagi menjadi milik umat, dicuri oleh tokoh-tokoh mengatasnamakan agama dengan dukungan pengikut yang banyak. Tokoh-tokoh pencuri mengatasnamakan ajaran agama memosisikan dirinya berlebihan sebagai kelompok yang benar tanpa cela, dan kelompok yang lain salah.  

Ajaran agama Islam sesungguhnya adalah Al Quran dan hadis. Al Quran dan hadis dipahami berdasarkan latar belakang setiap orang. Pemahaman seseorang tentang Al Quran dan hadis dipengaruhi oleh guru, bacaan, lingkungan pendidikan, keluarga, media, dan dan informasi yang sering diakases.

Di era informasi terbuka sekarang, sebaiknya setiap orang sadar bahwa tidak ada manusia, kelompok, yang punya otoritas dari Allah sebagai penguasa mutlak ilmu agama. Setiap manusia diberi ilmu sesuai dengan kapasitas ilmunya masing-masing.

Melalui bantuan teknologi informasi, semua orang diberi peluang belajar mandiri memahami ajaran agama. Setiap orang bisa berguru kepada siapa saja tanpa melihat latar belakang kelompok. Hal yang dibutuhkan orang saat ini adalah keterampilan berpikir kritis membandingkan berbagai pemikiran agama Islam yang ada dan memilih mana yang sesuai dengan kondisi lingkungan, geografi, budaya, dan tujuan hidup.

Setiap orang beragama khususnya Islam, pasti punya tujuan hidup yang sama, yaitu ingin hidup sejahtera di dunia dan akhirat. Sudah saatnya merenungi kembali pemikiran agama, tokoh-tokoh pemikir agama, yang tidak membuat kita hidup sejahtera di dunia dan akhirat.

Melalui bantuan teknologi informasi, ilmu sudah menjadi milik masyarakat, tidak ada lagi monopoli pemahaman dan pemaksaaan. Semua orang bisa berpendapat dan memilih argumen yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 

Budaya menghormati pendapat orang lain harus dikedepankan dan budaya diskusi saling tukar pikiran harus terus dihadirkan di ruang-ruang publik dengan tidak menghakimi tapi saling mengklarifikasi, bertukar data, fakta, dengan merujuk pada sumber.***

Sunday, July 6, 2025

SEMUA ORANG MENGELUARKAN PENDAPAT PRIBADI

Oleh: Muhammad Plato

Semua orang mengeluarkan pendapat pribadi, tidak ada satu orang pun mengeluarkan pendapat orang lain. Semua pendapat keluar dari pengetahuan yang tersimpah di otak masing masing. 

Ketika presiden mengemukakan kebijakan, persepsi orang, presiden sedang mengeluarkan kebijakan negara. Padahal secara kontekstual presiden mengeluarkan kebijakan didasari pengetahuan yang dimilikinya secara pribadi.

Memang ketika presiden mengeluarkan kebijakan didasari undang-undang, data, fakta, dan masukkan tenaga ahli. Tapi ingat, semua pengetahuan yang didapat oleh presiden masuk ke memori otak, dan presiden memilih kebijakan yang dipilihnya berdasarkan kecenderungan hati sang presiden.

Intinya semua kebijakan, keputusan, pendapat, dikeluarkan dari pengetahuan yang dimiliki secara pribadi. Ketika orang mengakui pendapat presiden, menteri, gubernur, kiai, ulama, ustad, guru, hal ini muncul berdasarkan penerimaan dan pengakuan dari luar. 

Seperti ajaran Islam diakui oleh orang yang mengakui Islam sebagai agamanya. Ketika kita berbicara kebenaran ajaran Islam pada agama lain, jelas tidak akan diterima karena mereka tidak mengakui ajaran Islam. 

Selain itu, ketika orang tidak setuju atau tidak menerima pendapat orang lain, orang itu tidak setuju berdasar pendapat pribadi. Setuju dan tidak setuju terjadi karena ada perbedaan pengetahuan yang dimiliki. 

Kesalahan lain terjadi, ketika seseorang melabeli negatif pada pendapat orang lain berdasar pendapat pribadinya karena merasa pendapatnya benar, padahal tidak ada satu orang pun manusia sebagai pemilik kebenaran. 

Kesalahan berikutnya adalah ketika orang mengeluarkan pendapat merasa mewakili pendapat orang banyak, padahal fatktanya dia mengemukakan pendapat secara pribadi. Cara komunikasi ini bersifat provokatif dan bisa memancing emosi orang banyak.

Perlu dipahami bahwa dalam hidup ini hakikatnya tidak ada benar dan salah, yang ada adalah perbedaan pendapat karena setiap orang pengetahuannya terbatas. 

Budaya intelek yang harus dibiasakan adalah budaya diskusi saling bertukar pendapat bukan menghakimi pendapat orang lain. Menerima atau tidak menerima pendapat orang lain merupakan proses pembelajaran yang dialami setiap orang dan menjadi ekspresi pribadi masing-masing.

Kata Allah jangan kamu merasa telah beriman tapi katakan saya telah berislam (menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan berserah diri). Iman seseorang sangat dinamis tetapi semua orang sudah pasti berislam dalam arti tunduk pada segala ketentuan Allah. Berislam artinya semua orang hidup di tanah, air, udara, matahari, langit, bumi, ciptaan Allah.

"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al Hujuraat, 49:14).

Jangan menjadi Allah, jadilah manusia yang diciptakan Allah dengan sempurna yaitu manusia yang memiliki sifat buruk dan baik. Jika kamu merasa baik itulah keburukan mu, dan jika kamu merasa buruk itulah kebaikan mu.***