Tuesday, July 16, 2013

MENGAPA MUALAF TERUSIR DARI KELUARGANYA?

Ini kisah pilu seorang mualaf, baru dua minggu pindah agama diusir oleh keluarganya tanpa surat-surat penting seperti ijazah. Nasibnya terlunta-lunta untung ada sebuah mushola. Puasa Ramadan dijalaninya dengan penuh kesengsaraan. Saat orang lain lahap makan sahur, Dia harus rela sahur dengan minum air putih saja, dan terus tidur lagi agar tidak terlalu lapar. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hanya bisa bekerja sebagai penjual kantong plastik di pasar. Setiap harinya hanya bisa dapat uang 7 ribu rupiah. (Republika.co.id/16 juli 2013).

Ada juga kisah tokoh agama yang menjadi mualaf. Dari kesaksiaanya, seluruh hartanya hilang dalam sekejap mata. Istrinya tidak lagi menganggap suami, dan anaknya tidak lagi menganggap ayah. Dia meninggalkan keluarganya dengan sehelai baju di badan. 

Sungguh pilu perjalanan para mualaf di muka bumi ini. Untuk itulah oleh Allah swt, menetapkan para mualaf sebagai orang-orang yang wajib disantuni oleh kaum muslimin.

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An Nuur:22).

“Orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah” adalah para mualaf. Mereka berhak diberi santunan, karena faktanya perjalanan mereka menuju jalan Allah sangat berat.

Pertanyaannya mengapa mualaf menghadapi masalah berat padahal mereka sudah berada di jalan Tuhan? Hal itu sudah ada dalam ketentuan Tuhan. Begini logikanya!

“...dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya...” (Al An‘aam: 160).

Para mualaf sebelum berhijrah pada jalan Tuhan, mereka telah berbuat kejahatan dengan menduakan, mentigakan, atau menyekutukan Tuhan. Perbuatan itu adalah dosa besar yang tidak terampuni Tuhan.

Setiap perbuatan jahat akan ada balasan seimbang. Jika kejahatannya besar maka balasannya besar, jika kejahatannya kecil maka balasannya kecil. Ketika berhijrah pada jalan Tuhan, para mualaf akan diampuni seluruh dosanya. Sebesar gunung sekalipun dosa yang telah dilakukan, Tuhan akan mengampuninya.

Namun Tuhan Yang Maha Adil akan memperlakukan setiap manusia sama dihadapan-Nya. Ketentuan-Nya, setiap kejahatan harus dibalas kejahatan. Maka untuk sementara waktu, para mualaf akan mendapat balasan atas apa yang sudah dilakukan sebelumnya. Arti pembalasan itu tidak berarti Tuhan sedang menganiaya para mualaf, tapi Tuhan sedang membersihkan para mualaf dari dosa-dosa hasil kejahatannya terdahulu.

Pembalasan terhadap kejahatan yang dilakukan mualaf pada masa lalu, bisa berbentuk pengusiran, penyiksaan, kemelaratan, sakit, hinaan, dan sebagainya. Untuk itulah, dalam kondisi seperti ini para mualaf butuh dukungan moril dan material dari kaum muslimin. Untuk itu Tuhan memerintah kepada kaum muslimin untuk membantu kaum mualaf, keluar dari masa kesulitan yang dihadapinya.

Masa pembalasan (penderitaan) ini, dikatakan pula oleh Tuhan sebagai bentuk ujian terhadap keimanan para mualaf. Apakah para mualaf serius ingin hidup di jalan Tuhan, atau hanya berdusta demi untuk cari sensasi saja?

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Al ‘Ankabuut:2). 

Proses pembalasan atau ujian ini akan berjalan dalam beberapa waktu. Apabila para mualaf bisa bersabar, bertahan pada keimanan dan semakin dekat kepada Tuhan. Maka kelak, setelah masa pembalasan itu sampai pada keseimbangan, maka giliran balasan kebaikan atas keimanannya kepada Tuhan akan di dapatkan para mualaf dengan kehidupan yang lebih baik.

Jika setelah berhijrah pada jalan Tuhan para mualaf ditinggalkan istri dan anaknya, maka pembalasan atas keimanannya akan didatangnya istri dan keturunan yang lebih baik. Jika mualaf kehilangan hartanya maka balasan keimanannya akan dicukupkan kembali rezekinya yang dengan yang lebih berkah.

Bagi para mualaf, jangan meminta kembali untuk bersatu dengan kemunkaran sekalipun itu kerabat-kerabat mu sendiri. Biarlah kerabat-kerabat Anda membenci, asal di hati kita tidak ada kebencian. Perlakukan kerabat-kerabat yang membenci dengan sebaik-baiknya, jangan mengemis kepada mereka untuk dikasihani, cukuplah kita mengemis kepada Tuhan. Tetapkan keimanan bahwa Tuhan lah yang mematikan dan menghidupkan manusia. Di akhirat kelak, semua akan mempertanggung jawabkan perbuatannya masing-masing.   

Itulah penjelasan saya mengapa para mualaf selalu terusir dari keluarganya. Itu pun saya sampaikan atas pengetahuan yang telah Tuhan berikan kepada saya. Salahnya dari saya dan benarnya itulah dari Tuhan.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan.

No comments:

Post a Comment