Monday, June 3, 2019

PEMIKIR BARAT PENJAGA AYAT QURAN


OLEH : MUHAMMAD PLATO

Boeree (dalam Supardan, 2015, hlm. 212), menjelaskan  Sigmund Freud mempostulatkan kehendak terhadap kesenangan sebagai sumber segala sumber segala dorongan dalam diri manusia, sementara Alfred Adler mempostulatkan kehendak untuk berkuasa. Sedangkan Victor Emil Frankl (logoterapi) mempostulatkan “kehendak untuk makna” sebagai sumber utama motivasi manusia.

Para pemikir Barat, jika kita kaji dari Al-Qur’an mereka mengemukakan pemikiran-pemikiran bersifat parsial. Ini sesuai sesuai dengan karakteristik alam yang nampak terpisah-pisah. Pola pikir ini dikenal sebagai kelompok Newtonian.

Jika kita menggunakan Al-Qur’an sebagai sudut pandang, maka sifatnya menjadi saling keterkaitan. Pola pikir Al-Qur’an sama dengan kaum Fisika Quantum yang memandang alam sebagai sistem saling keterkaitan (interconection). Hidup manusia saling ketergantungan, dalam keseimbangan seperti gerak yin dan yang yang dijelaskan oleh Fritjop Capra.

Sigmund Freud melalui pengamatannya, Beliau hanya bisa memahami bahwa manusia bertindak atas dasar kehendak terhadap kesenangan. Melalui kemampuan akalnya Beliau melakukan anlisis, dalam berbagai karakteristik tindakan manusia didasari oleh kehendak terhadap kesenangan. Apa yang dikatakan Freud tidak salah, karena pada dasarnya manusia memiliki kehendak pada kesenangan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali Imran, 3:14).

Alfred Adler memfostulatkan kehendak berkuasa sebagai seluruh aktivitas manusia. Pendapatnya memiliki kesamaan dengan Nietsche, bahwa seluruh aktivitas manusia bertujuan mencari dan mempertahankan kekuasaan. Kedua pemikir ini sama-sama mengatakan bahwa dalam diri manusia ada kehendak berkuasa. “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah, 2: 340). Perintah sujudlah kamu kepada Adam, ditafsir oleh Muthahari sebagai tanda bahwa pada diri manusia ada potensi atau naluri berkuasa. Potensi ini berhasil dibaca oleh Adler dan Nietsche dan dikembangkan menjadi teoiri psikologi dan politik.

Jangan terlalu percaya kepada manusia-manusia yang berbicara ingin memelihara kesucian kitab suci Al-Qur’an, sementara ucapannya menghalang-halangi manusia dari hidayah Tuhan. (Muhammad Plato)
Victor Emil Frankl motivasi manusia dilandasi oleh kehendak untuk makna. Manusia berhasil memberi nama-nama pada seluruh benda karena mampu menemukan makna dibalik benda. Motivasi seseorang dilandasi oleh makna terhadap benda atau kejadian. Tuhan tidak akan ditaati jika tidak memiliki makna bagi kehidupan manusia. “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" (Al-Baqarah, 2:31). Jika makna Tuhan bagi seseorang baik, maka dia akan taat kepada Tuhan. Sebalik jika Tuhan dimaknai sebagai sesuatu yang tidak berdaya ketika terjadi pembantaian, maka Tuhan akan diabaikan. Manusia bertindak dan diam karena didorong oleh kebermaknaan.

Penulis tidak mau mengklaim bahwa seluruh ilmu pengetahuan milik orang Islam hanya karena ada dalam Al-Qur’an. Tetapi ingin memberi kesadaran bahwa Tuhan Yang Maha Tahu menurunkan kitab suci, memberi kabar tentang kejadian pada setiap makhluk. Al-Qur’an bukan untuk orang Islam, tapi untuk dunia dan orang Islam diberi amanah untuk menyampaikannya.

Para pemikir Barat adalah para penjaga ayat Allah, mereka meyakini secara parsial dengan bahasa logika mereka sendiri. Mereka tidak mengabaikan Tuhan sebagai pencipta dan merasa mereka sendiri penciptanya. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan belum kita uji keagungannya. Bukan manusia yang akan memelihara kesucian Al-Qur'an, tapi Tuhan sendiri yang memeliharanya.

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Inna nahnu najjalnadzdzikra, wa innaalahu lahaapidiin. (Al Hijr, 15:9). Penulis tidak terlalu percaya kepada manusia-manusia yang berbicara ingin memelihara kesucian kitab suci Al-Qur’an, sementara upcapannya menghalang-halangi manusia dari hidayah Tuhan. Wallahu ‘alam.

(Penulis Head Master Trainer)

No comments:

Post a Comment