OLEH: MUHAMMAD PLATO
Pesan Nabi Muhammad saw,
agama itu awalnya asing dan akan kembali menjadi asing. Terorisme bukan untuk
menyerang sekelompok agama, tetapi upaya sekelompok orang untuk mengkerdilkan
peran agama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Pertarungan ini sudah
terjadi sejak dahulu antara orang orang pola pikir materialis dengan religius.
Agama adalah ajaran moral
agar manusia bisa hidup berdampingan dengan damai dan sejahtera. Damai dan
sejahtera adalah puncak yang ingin dicapai oleh orang-orang beragama. Peran
agama menjadi terasing dari kehidupan dengan pola-pola pikir sekuler yang
positivistik. Agama menjadi symbol-simbol dan ritual-ritual. Kultus individu,
gelar, penampilan, bangunan, seolah menjadi tampilan baku dari ciri orang
beragama. Agama telah kehilangan nalar karena nalar dianggap k kekafiran.
Nietzsche, (1844-1900)
telah mengemukakan pemikirannya bahwa kelak manusia akan membunuh Tuhannya. Seorang
mahasiswa dari fakultas hukum yang giat belajar filsafat menemukan bahwa
Nietzsche tidak mengajarkan orang menjadi Atheis. Dia membantu menjelaskan
bahwa dengan menjamurnya pemikiran-pemikiran ilmiah materialistik, suatu saat
akan sampai pada titik bahwa sebagian besar manusia sudah tidak lagi menganggap
Tuhan ada. Sekalipun hidup, Tuhan akan terpenjara di masjid-masjid,
biara-biara, dan sinagog. Tuhan tidak ada di lembaga poitik, ekonomi, sosial,
dan budaya. Pada akhirnya Tuhan tidak akan lagi hadir di rumah dan dunia
pendidikan. Hubungan antar manusia menjadi transaksional karena berharap
imbalan-imbalan material.
Penjelasan Nietzche bisa dipandang sebagai sebuah gambaran kekhawatiran melihat pesatnya pola-pola pikir manusia yang semakin materialistik. Pola pikir material yang dikampanyekan mealui sains dan teknologi informasi berhasil menjadi world view berpikir sebagian besar manusia. Agama yang mengajarkan keikhlasan, kejujuran, kedamaian antar umat manusia, difitnah sebagai penghambat kemajuan dan biang perpecahan.
Padahal menurut Ibn Khaldun dan Maududi (2000), “agama
memiliki peranan besar dalam membentuk dan menegakkan sejarah kehidupan bangsa
yang berperadaban”. Karen Amstrong mengatakan bahwa sejarah dunia semuanya
tentang sejarah Tuhan sebagai pemilik alam semesta.
Penganut agama pun terpecah menjadi kelompok-kelompok
yang saling berebut kebenaran. Pandangan-pandangan agamanya terjerumus pada
keegoisan yang haus kekuasaan, dan kehormatan. Sumber ajaran agama bergeser
pada penafsir-penafsir agama yang saling bergesekkan karena ingin mendapat
pengakuan sebagai pemilik kebenaran. Ayat-ayat Tuhan digunakan untuk
melegitimasi kekuasan dan kehormatannya.
Agama harus dikembalikan pada fungsi sesungguhnya. Agama
diajarkan untuk memberikan pedoman atau petunjuk arah bagi kehidupan di dunia
secara aplikatif bukan hanya sebatas ritual-ritual, simbol-simbol. (Agustian,
2002:xliv). Nalar agama harus kembali kepada ajaran sesungguhnya yang bersifat
universal untuk memberi petunjuk pada umat manusia agar hidup damai dan
sejahtera di muka bumi sebagaimana diajarkan pada para utusan-Nya. Agama adalah
pembangun peradaban umat manusia.
Kehadiran nalar dalam
memahami agama sangat dibutuhkan sebagaimana Tuhan mengancam kepada mereka yang
tidak menggunakan nalar dalam beragama. Nalar materialis yang cenderung telah
menguasai nalar manusia, membutuhkan nalar religius bersumber pada pengetahuan
kitab suci ajaran agama yang mengajarkan keseimbangan dunia dan akhirat dalam
berpikir. Agama mengajarkan bagaimana manusia bisa hidup damai sejahtera di dunia
dan diakhirat. Ritual-ritual ajaran agama apa bila dipahami dengan nalar
sebenarnya mengandung pesan simbol-simbol bagaimana keteraturan hidup manusia
di dunia yang kelak menjadi sebab kesuksesan hidup di akhirat.
No comments:
Post a Comment