OLEH: MUHAMMAD PLATO
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan
yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas
pengalaman dan tingkat pendidikan formal maupun informal. Jadi, akal bisa
didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi
untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis dan menilai apakah sesuai, benar
atau salah. Namun, karena
kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka
tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.
(id.wikipedia.org/wiki/akal).
Berdasarkan definisi di
atas, akal adalah sebuah benda, karena dikategorikan alat. Di organ tubuh
manusia akal terletak di bagian otak. Jelas sekali cara kerja akal adalah
berpikir antara lain menganalisis, menyimpulkan, dan menilai. Setiap otak
manusia pasti dilengkapi akal karena setiap manusia berpikir seperti
menganaisis, menyimpulkan dan menilai.
Dari sini bisa kita
simpulkan siapapun orangnya yang melarang dan meremehkan kemampuan akal akan
mengalami ketertinggalan dari kualitas kemanusiaannya. Allah merendahkan
kualitas manusia yang tidak menggunakan akalnya. Manusia yang tidak taat pada
Tuhan dikategorikan sebagai manusia yang tidak mau menggunakan akalnya.
“Dan apabila kamu menyeru
untuk shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu
adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.” (Al
Maa ’idah, 5:58).
Lebih
tegas lagi manusia yang tidak mau menggunakan akalnya, akan ditimpa segala
keburukan dalam hidupnya. Atas kehendak Allah, kebodohan, kemiskinan, perselisihan,
perpecahan, akan menimpa umat yang tidak mau menggunakan akalnya.
Dan tidak ada seorang pun
akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada
orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (Yunus,
10:100).
Maka yang berdosa bukan
mereka yang menggunakan akal, tapi mereka yang menghalang-halangi digunakannya
akal untuk berpikir. Banyak pendidik, penceramah, pendakwah berkata, agama
tidak bisa dipahami akal seolah-olah hendak menghalang-halangi manusia untuk
menggunakan akalnya dalam memahami agama. Padahal para pendidik, penceramah,
pendakwah, mereka semua punya akal dan menggunakan akalnya. Orang yang menghalang-halangi
orang menggunakan akal dia telah menggunakan akal, dan sekaligus tidak berakal.
CARA KERJA AKAL
Akal berfungsi untuk
membedakan mana yang salah dan mana yang benar, serta menjelakan apa-apa yang
belum dimengerti, sebagai mana di dalam Al-Qur’an dijelaskan.
“Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf,
12:111).
Ukuran kebenaran yang didapat oleh akal sangat tergantung pada sumber pengetahuan yang diperoleh. Secara garis besar ada dua sumber pengetahuan yang diciptakan Allah, yaitu pengetahuan alam dan pengetahuan yang diturunkan Allah kepada para utusan berupa wahyu. Dua sumber pengetahuan ini menghasilkan dua konsep kebenaran yaitu kebenaran empiris dan kebenaran wahyu. Akal akan menghasilkan perbedaan kesimpulan jika pengetahuan yang didapatnya berbeda sumber.
Akal bekerja dengan rasional menggunakan pola berpikir sebab akibat. Akal bisa bekerja jika ada pengetahuan yang diolahnya. Jika akal mengolah pengetahuan alam akan menghasilkan kebenaran rasional empiris (alam). Jika akal mengolah pengetahuan alam yang ada dalam pengetahuannya maka akal akan menghasilkan kebenaran rasional. Cara berpikir akal tidak terpisah, dia bersifat holistik karena alam adalah wahyu Tuhan dalam bentuk fisik.
Jika akal mengolah
pengetahuan wahyu akan menghasilkan kebenaran rasional religius. Jika akal
mengolah pengetahuan wahyu yang ada dalam pengetahuannya akan menghasilkan
kebenaran rasional mistik.
Jika akal bekerja
menggunakan kekuatannya dalam mengolah pengetahuan tanpa menggunakan
pengetahuan alam, akal hanya berimajinasi. Selanjutnya jika akal bekerja
menggunakan kekuatannya mengolah pengetahuan tanpa pengetahuan wahyu, akal
telah menciptakan takhayul.
Pengetahuan sains jika
diolah akal tanpa bukti rasional dari pengetahuan alam maka sains hanya
menghasilkan imajinasi. Ajaran agama jika diolah akal tanpa bukti rasional dari
pengetahuan wahyu, maka agama akan jadi takhayul.
Kebodohan akal kaum
intelektual adalah menggunakan akal hanya untuk mengolah pengetahuan alam dan
menafikan pengetahuan wahyu sebagai sumber petunjuk kebenaran. Sebaliknya
kebodohan akal kaum agamawan adalah menafikan pengetahuan alam sebagai sumber
pembuktian kebenaran-kebenaran wahyu peningkat keimanan.
No comments:
Post a Comment