Oleh: Muhammad Plato
Nasionalisme religius adalah rasa kebangsaan berdasarkan pada nilai-nilai universal dalam ajaran agama. Indonesia dengan ideologi Pancasila merupakan negara berlandaskan pada nasionalisme religius. Sila ketuhanan yang maha esa menjadi dasar pembentukkan nasionalisme masyarakat Indonesia.
Nasionalisme religius Indonesia bersumber pada masing-masing agama yang dianut, antara lain; Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Nasionalisme religius di Indonesia menjadi kesadaran hidup untuk bersatu, berdasarkan pada nilai-nilai universal yang terkandung dalam agama masing-masing.
Konsep nasionalisme merupakan sikap hati, pikiran, ucapan, dan tindakan, yang mengarah pada semangat persatuan Indonesia seperti tertuang dalam sila ketiga dalam ideologi Pancasila. Nasionalisme religius telah berkali-kali menyelamatkan Indonesia dari perpecahan.
Islam sebagai agama paling banyak dianut oleh bangsa Indonesia, menyuguhkan esensi konsep nasionalisme dalam Al Quran. Dalam konsep nasionalisme, Islam tidak dipahami sebagai kelompok tapi sebagai ajaran kemanusiaan universal.
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara;.." (Ali Imran, 3:103).
Bangsa Indonesia memahami bahwa persatuan dan kesatuan bangsa adalah nikmat yang diterima dari Allah. Semangat kebangsaan bangsa Indonesia merupakan bagian dari ketaatan warga negara kepada Tuhan, karena Tuhan melarang umat manusia bermusuhan dan bercerai berai.
Menurut Benedict Anderson bangsa sebagai "komunitas terbayang". Dalam konteks bangsa Indonesia terjadi karena kesamaan rasa identitas kolektif, di dalamnya bukan hanya karena kesamaan historis, tapi kesamaan sebagai warga negara yang taat kepada Tuhan, karena Tuhan mengajarkan tentang hidup damai, saling berdampingan, dalam kesejahteraan.
Dalam nasionalisme religius, rasa kebangsaan merupakan "persatuan hati" yang mengutamakan rasa persaudaraan sebagai hamba Tuhan. Dalam menjaga persaudaraan antar manusia, masyarakat berpedoman pada perintah-perintah Tuhan.
"Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain boleh jadi mereka lebih baik dari mereka dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim." (Al Hujuraat, 49:11).
Tuhan mengingatkan bahwa saling menghujat, meredahkan, dan mencaci antar kelompok, sesungguhnya merupakan tindakan merugikan diri sendiri. Selanjutnya, dalam menjaga persatuan dan kesatuan, Tuhan melarang menyebarluaskan berita-berita bohong, gosip, dalam bentuk prasangka-prasangka buruk yang tidak berbasis data dan fakta.
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Al Hujuraat, 49:12).
Dalam membangun persaudaraan lintas suku, agama, bangsa dan negara, Tuhan memerintahkan untuk saling kenal mengenal, dengan membangun hubungan saling tolong menolong, bertukar informasi, berkerjasama dan berniaga untuk saling memenuhi kebutuhan hidup.
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujuraat, 49:13).
Inilah konsepsi dasar nasionalisme religius bangsa Indonesia, sebagai rasa nasionalisme dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Nasionalime religius bangsa Indonesia telah mendapat ujian-ujian berat dalam sejarah. Peristiwa-peristiwa kelam masa revolusi fisik tahun 1945, pemberontakan PKI tahun 1965, kerusuhan tahun 1998, telah berhasil dilalui.
Nasionalisme religius merupakan ciri khas nasionalisme bangsa Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila. Nasionalisme religius bukan nasionalisme sempit pada kelompok agama tertentu, tapi nasionalisme inklusif mengambil nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam setiap ajaran agama.***