Tuesday, October 28, 2025

KARAKTER MANUSIA SEJAHTERA DI DUNIA DAN AKHIRAT

Oleh: Muhammad Plato

Ciri dari orang-orang beriman dia memiliki cita-cita dunia dan akhirat. Pola pikir ini dimiliki oleh orang yang percaya kepada Tuhan. Orang tidak percaya Tuhan, tidak ada pola pikir ini dalam otaknya. 

Allah tidak mencatat pola pikir buruk sebagai perbuatan buruk, namun Allah menganjurkan untuk selalu berpola pikir baik, karena setiap pola pikir baik akan dicatat sebagai satu kebaikan, dan bila dilaksanakannya Allah akan mentatkan kebaikannya tujuh ratus kali lipat dan kelipatannya.

Pola pikir baik salah satunya adalah selalu berharap pada kebaikan di dunia dan di akhirat. Orang-orang beriman pola pikirnya tidak memisahkan dunia dan akhirat. Kehidupan dunia dan akhirat satu kesatuan tidak terpisah seperti tarik dan buang nafas.

Harapan pada dunia dan akhirat harus jadi pola pikir pada setiap tindakan yang dilakukan. Apapun tindakan yang dilakukan harus mengandung harapan baik di dunia dan akhirat. Pola pikir ini pedomannya Al Quran. 

"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (Ali Imran, 3:145).

Dari pola pikir selalu berharap dunia dan akhirat akan lahir manusia-manusia berkarakter unggul. Pola pikir berharap dunia dan akhirat, membuat orang mampu bertahan dalam kondisi sulit. Inilah penyebab mengapa rakyat Palestina bisa bertahan melawan penjajah sekalipun puluhan ribu nyawa telah hilang. 

Orang yang pula pola pikir berharap kebaikan di dunia dan akhirat, karkternya dikabarkan di dalam Al Quran. Mereka menjadi manusia yang tidak lemah, tidak lesu, dan tidak akan menyerah, karena mereka telah memiliki karakter orang-orang sabar, karena mampu bertahan dalam kondisi sulit.

Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran, 3:146).

Mereka memotivasi diri dengan kalimat-kalimat Allah dalam Al Quran. Mereka berpegang teguh pada apa yang telah Allah kabarkan dalam Al Quran. Manusia-manusia yang berharap dunia dan akhirat tidak akan terkalahkan. 

"Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (Ali Imran, 3: 147).

Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Ali Imran, 3:148).

Maka orang-orang yang akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, yaitu mereka yang bersyukur, bertakwa, bersabar, dan selalu berbuat kebaikan. Inilah orang-orang yang dicintai dan kekasih Allah. Inilah karakter manusia yang dijanjikan kehidupan sejahtera di dunia dan akhirat.

Jadi, orang takwa dia selalu ada dalam kondisi berbuat kebaikan. Orang bersyukur mereka selalu berharap kebaikan dunia dan akhirat. Orang sabar, dia tidak pernah merasa lemah, lesu, dan pantang menyerah.  

Jadi gabungan dari karakter takwa, syukur, dan sabar, menjadi jaminan bagi siapa saja akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Inilah karakter agung manusia-manusia yang dikabarkan Allah di dalam Al Quran. Semoga Allah memberi pahaman mendalam pada kita semua. Wallahu'alam.***

Sunday, October 26, 2025

TANGGA ILMU MENJADI PEMIMPIN

Oleh: Muhammad Plato

Allah menjadikan seluruh manusia sebagai Adam. Manusia yang dijadikan Adam oleh Allah adalah pemimpin yang akan menjadi khalifah di muka bumi. Setiap manusia diberi kemampuan memimpin, maka dari itu semua manusia adalah Adam yang punya kemampuan sebagai khalifah. 

Adam adalah kompetensi kepemimpinan yang dimiliki setiap manusia. Misi hidup manusia adalah menjadikan dirinya sebagai pemimpin yang adil.

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya). (An Naml, 27:62).

Manusia sebagai khalifah merupakan makhluk berkualitas tinggi yang diciptakan Allah. Puncak keberhasilan manusia kualitas tinggi adalah manusia berhasil menjaga kualitas kepemimpinannya sebagai manusia. 

Dimensi kepemimpinan manusia terbagi menjadi dua yaitu kepemimpinan atas diri sendiri, dan kepemimpinan untuk mengelola manusia-manusia lain. Maka dari itu manusia-manusia yang bisa menjadi pemimpin bagi manusia lain, dikategorikan manusia-manusia kualitas tinggi.

Di dalam Al Quran, manusia-manusia kualitas tinggi memiliki kelebihan harus memiliki kemampuan sebagai Ulil Abshar, Ulil Albab, Ulil Azmi, dan Ulil Amri. Empat kepemilikan ilmu ini secara berurutan menjadi tanggap kompetensi yang harus dipelajari oleh setiap orang untuk menjadi seorang pemimpin adil. Empat tangga tersebut disusun sebagai berikut:

Tangga Pertama, Ulil Absar. 

Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu. Segolongan berperang di jalan Allah dan yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (Ali Imran, 3:13)

Pada tahap pertama, pemimpin berkualitas tinggi harus memiliki pengalaman panjang dalam memahami berbagai fenomena kehidupan alam dan manusia. Dasar kepemimpinan adalah memiliki kemampuan meneliti, mengalami sendiri, menemukan hukum-hukum yang berlaku dalam kehidupan. Ulil Absar adalah peneliti ulung yang sangat berpengalaman.

Pemimpin berkualitas tinggi memiliki pengetahuan empiris tentang bagaimana kebenaran-kebenaran selalu menjadi penyebab keberhasilan setiap orang dalam memimpin. Pada tangga ini kemampuan pemimpin dilatih untuk melihat kualitas bukan kuantitas, sebab kualitas selalu mengalahkan kuantitas.

Hukum kausalitas di alam dipahami bukan sebatas hukum alam berdasar penghlihatan mata, tetapi dilihat dari kebenaran-kebenaran bersumber dari ketuhanan. Membaca alam atas nama Tuhan Semesta Alam. Inilah kemampuan pemimpin tingkat pertama.

Tangga Kedua, Ulil Albab.

Allah menganugrahkan al hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran. (Al Baqarah, 2:269).

Di tangga kedua, pemimpin berkualitas tinggi memiliki kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir kritis, kreatif, imajinasi, adalah kompetensi wajib dimiliki seorang pemimpin. Pada tangga ilmu kedua, para pemimpin sudah seperti layaknya filsuf. Para pemimpin punya kompetensi sebagai ahli pikir sehat dan lurus.

Para pemimpin ahli pikir tidak akan tertipu dengan pandangan mata, kebenaran dicerna dengan akal sehingga tidak akan mudah menghukum dan menghakimi orang. Pada tahap ini pemimpin sudah menjadi hakim yang adil bagi dirinya dan orang lain. Cara berpikir pemimpin berkualitas tinggi, berpikir bukan dengan nalar material atau nalar nafsu, tapi berpikir menggunakan nalar murni dari petunjuk Tuhan Semesta Alam.

Tangga Ketiga, Ulil Azmi

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (adzab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat adzab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (Al Ahqaf, 46:35).

Pada tangga ini, pemimpin berkualitas tinggi sudah punya keteguhan hati seperti para rasul. Kulitas pemimpin dilihat dari kesabaran dalam menghadapi segala ujian. Kesabaran menjaga dan melaksanakan prinsip-prinsip kebenaran di jalan Tuhan Semesta Alam. 

Kualitas pemimpin ditahap ini, punya kemampuan bertahan dalam kondisi sulit yang sudah teruji. Mereka mampu bertahan dalam kondisi ekstrim untuk menjaga prinsip-prinsip kebenaran tetap dipegang. Prinsip-prinsip kebenaran yang dimilikinya dari pengamatan, pengalaman, dan pemikiran, menjadi keteguhan hati untuk memperjuangkan dan mempertahankannya hingga akhir hayat.

Tangga Keempat, Ulil Amri.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa, 4:59).

Setelah melalui tiga tahap keilmuan, pada tahap ini manusia menjadi pemimpin sejati mengikuti jejak langkah para rasul dalam memimpin. Ulim Amri adalah para pemimpin diantara para pemimpin. Manusia pemimpin berkualitas tinggi  misinya melanjutkan nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan para rasul. 

Setiap manusia harus berusaha, diberi pendidikan untuk menjadi ulil amri, minimal ulil amri untuk dirinya. Maka di antara ulil amri harus ada manusia terpilih untuk menjadi pemimpin di antara manusia lain. Misi ulil amri melanjutkan misi para rasul membwa manusia pada kehidupan damai dan sejahtera di dunia dan kehidupan akhirat. 

Nabi Muhammad dinobatkan sebagai tokoh pemimpin paling berpengaruh di dunia. Nabi Muhammad menjadi contoh bagi seluruh umat manusia. Nabi Muhammad semasa hidupnya telah berhasil mewujudkan misinya membawa manusia pada kehidupan damai dan sejahtera di muka bumi.

Ulim amri adalah manusia berkualitas tinggi, manusia yang bukan hanya bisa mimpin dirinya tapi bisa memimpin manusia lain ke jalan yang benar. Pemimpin berkualitas tinggi harus sudah memiliki pemahaman mendalam tentang hukum-hukum kehidupan, dan memiliki pola pikir yang dipandu dan dikendalikan oleh Tuhan Semesta Alam, serta punya tekad yang teguh untuk menjaga dan mengajarkannya kepada seluruh umat manusia. 

Pola pikir ulil amri tidak menggunakan pola pikir hawa nafsunya, melainkan pola pikir yang dipandu oleh logika Tuhan Yang Esa bersumber pada kitab suci Al Quran. Wallahu'alam.***

Sunday, October 5, 2025

ADAM ADALAH PEMIMPIN

Oleh: Muhammad Plato

Pemahaman umum Adam adalah manusia fisik yang diciptakan Allah. Kita hormati semua pendapat. Izinkan untuk menjelaskan Adam sebagai konsep kepemimpinan yang dimiliki manusia. Penjelasannya bisa ditemukan dalam Al Quran.

"Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al Baqarah, 2:30).


Adam lebih dari sekedar manusia fisik, dia adalah manusia yang telah dianugerahi Allah punya kemampuan memimpin. Maka Nabi Muhammad bersabda, "
Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Kepemimpinan menjadi kompetensi dasar yang harus diajarkan pada setiap manusia. Kemampuan memimpin ditandai dengan kemampuan mengendalikan diri untuk menjaga keseimbangan dengan mengendalikan sifat-sifat buruk yang ada pada diri manusia menjadi potensi-potensi baik-baik. Neraca timbangan inilah yang harus dijaga melalui kepemimpinan.

Jiwa manusia diilhami dua sifat berlawanan. "maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya," (Asy Syams, 91:8).

Adam adalah manusia-manusia kompeten, mampu mengendalikan diri dan menciptakan kehidupan damai, adil, dan sejahtera bagi kehidupan umat manusia. Adam adalah manusia mandiri berani berkorban untuk orang lain untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.

"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu" (Ar Rahman, 55:7-9).

Kelakukan buruk, kejahatan, kerusakan, di muka bumi dilakukan karena kepemimpinan yang lemah. Kepemimpinan yang lemah melahirkan manusia-manusia melampaui batas penyebab kemalasan, kurang tanggung jawab, berorientasi konflik, dan mengabaikan kemanusiaan.

Jadi, adam adalah manusia yang sudah diberi potensi kepemimpinan untuk mengendalikan konflik yang ada pada dirinya, dengan kemampuan mengendalikan potensi-potensi buruk yang ada dalam dirinya supaya terjadi keseimbangan dimana potensi buruknya yang ada pada dirinya tidak mendominasi potensi -potensi baik yang ada pada dirinya.***  


BUMI YANG DIPIJAK ADALAH AL QURAN

Oleh: Muhammad Plato

Tahukah bahwa bumi yang selama ini kita pijak adalah Al Quran? Kitab suci Al Quran diwahyukan kepada Nabi Muhammad, di dalamnya ada ayat-ayat yang menjelaskan tantang bumi dan alam semesta. Jadi bumi, langit, bintang, laut, sungai, gunung, udara, api, tanah, angin, adalah ayat ayat Al Quran. 

"Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui, sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia," (Al Waqi'ah, 56: 75-77).

Apakah banyak orang memahami bumi dan alam semesta sebagai ayat-ayat Al Quran yang suci? Allah mengatakan jumlahnya sedikit sekali. Maka langit, bumi, bintang, bulan, tanah, air, udara, api, adalah ayat-ayat Al Quran yang suci yang harus kita pelihara kesuciannya.

"pada kitab yang terpelihara (Lohmahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan." (Al Waqiah, 56: 78-79).

Selama ini manusia gagal memahami ajaran-ajaran Allah dalam Al Quran. Kegagalan itu ditandai dengan kerusakan-kerusakan alam yang menyebabkan bumi tidak dianggap suci. Sunga-sungai dipenuhi sampah, langit dipenuhi dengan udara beracun, laut menjadi tempat pembuangan sampah akhir. 

Kebanyakan manusia mengaku beragama dalam kehidupan sehari-harinya tidak memperlakukan bumi sebagai tempat suci yang harus dipelihara. Sampah, limbah, dibiarkan mencemari tanah dan air. Kesadaran manusia untuk memelihara alam yang suci sangat rendah.

Pengajaran agama belum menghasilkan manusia-manusia beriman yang seharusnya memelihara kesucian alam sebagai ayat-ayat Tuhan. Pengajaran agama stagnan terlalu berfokus pada praktek-praktek ibadah ritual, tidak mendalam pada pengajaran bagaimana manusia harus berpikir dan berprilaku menghargai dan memelihara kesucian diri serta alam sebagai praktek memelihara kesucian ayat-ayat Al Quran.

Sebenarnya, manusia diciptakan sebagai Adam yaitu pemimpin yang diberi amanah memelihara kesucian ayat-ayat Al Quran, dibuktikan dengan penghargaan tinggi pada sesama manusia dan alam semesta. Di wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, berprilaku hidup bersih memelihara kesucian dan menghormati alam beserta isinya. 

Kegagalan manusia tidak menghargai alam sebagai ayat Al Quran berawal dari cara pandang manusia terhadap Al Quran. Al Quran dipahami sebatas kumpulan wahyu dari Tuhan, dicetak menjadi kitab suci, dibaca berulang-ulang secara tesktual, minim kajian dan makna. Kitab suci menjadi benda keramat yang jarang disentuh, hanya dihafal oleh orang-orang tertentu, dan tidak jadi petunjuk dalam kehidupan sehari-hari.

Orang-orang beriman gagal memahami bahwa memelihara kesucian Al Quran prakteknya adalah menjaga kesucian alam dengan menghindari perilaku-perilaku buruk yang menodai kesucian alam. Akibat pengajaran agama terlalu ritual, orang-orang yang mengaku beriman tidak sadar bahwa bumi yang dipijaknya sehari-hari adalah Al Quran.

Seharusnya orang-orang beriman sadar ketika membuang sampah di pinggir jalan, membuang sampah di sungai, membuang limbah ke sungai, mereka sedang menodai kesucian Al Quran. Maka, mereka yang menodai kesucian alam, merekalah yang menodai Al Quran dan tidak dicintai Tuhan.

"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Al Qashshas, 28:77). Allah menjelaskan sebagai kecil saja manusia yang mengerti makna Al Quran. 

"Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?" (Yasiin, 36:62).***