Thursday, December 27, 2012

SEBELAS ALASAN SEPAK BOLA JADI AGAMA


Jika kita saksikan berjubelnya umat Islam berkumpul mengitari Ka’bah, itu karena keyakinan terhadap ajaran agama. Selanjutnya jika kita lihat berjubelnya orang-orang Katolik berkumpul di gereja Vatikan, itu juga karena keyakinan terhadap ajaran agama. Tujuan mereka adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. 

Pada saat berlangsung pertandingan sepak bola, pernahkan anda berpikir? Atas dasar apa ribuan orang berjubel berkumpul di stadion? Dan untuk apa jutaan manusia tertuju pada pesawat televisi di rumahnya? Tujuannya memenuhi kesenangan hidup di dunia. Sedikit sekali rasanya, jika orang menonton sepak bola lantas menemukan ajaran moral di dalamnya. 

Berbicara sepak bola, “di Eropa khususnya di Inggris sepak bola sudah seperti agama, di mana-mana orang membicarakan sepak bola”. Demikian potongan dialog film sepak bola yang mengisahkan perjalanan sosok bernama Santiago Mones asal Argentina yang terobsesi  menjadi pemain klub sepak bola ternama di Inggris.  

Ada sebelas alasan mengapa sepak bola sudah seperti agama. Pertama, sepak bola mampu memotivasi para pengikutnya melakukan apa saja. Seseorang berani mengorbankan seluruh hartanya untuk agama, demikian juga dengan orang yang mencintai sepak bola, berani mengeluarkan ribuan dolar (triliunan rupiah) untuk membeli pemain terbaik demi membela klub sepak bola kesayangannya. 

Kedua, ajaran agama mampu mendorong orang rela bangun malam untuk melaksanakan ibadah (tahajud). Demikian juga demi sepak bola orang mampu meluangkan waktu, bangun malam bahkan berjamaah untuk menonton pertandingan sepak bola.  

Ketiga, karena dorongan ajaran agama orang bisa rela mati, demikian juga karena kecintaannya pada klub sepak bola, orang rela menuliskan kata-kata “berani mati” dalam kaus yang dipakainya, dan berkelahi demi membela kesebelasannya.  

Keempat, dalam ajaran agama kita sering saksikan pengikut-pengikut fanatik, demikian juga dalam sepak bola. Seperti pengikut fanatik agama yang mudah tersinggung, demikian juga pengikut fanatik sepak bola.  

Kelima, dalam agama kita sering lihat penggunaan pakaian tertentu dan simbo-simbol, dalam sepak bola pun sama. Lambang-lambang kesebelasan, bendera, pakaian, topi, kaus, dipakai para pengemar fanantik sepak bola. 

Keenam, dalam perbedaan agama kita sering saksikan konflik terbuka, demikian juga konflik terbuka sering terjadi antar pendukung klub sepak bola. Antar pendukung sepak bola sering terjadi saling serang dan ada yang terbentuk hubungan tradisi konflik semacam musuh bebuyutan.  

Ketujuh, penganut ajaran agama tersebar di seluruh penjuru dunia, itu pun terjadi pada “penganut” sepak bola. Pendukung-pendukung sepak bola tersebar lintas benua dan negara. Baik negara maju maupun negara miskin. 

Kedelapan, jika dibandingkan antara jumlah penganut agama dengan “penganut” sepak bola, mungkin jumlahnya sama bahkan mungkin lebih banyak “penganut” sepak bola. Pikirkan, perayaan hari-hari besar agama hanya dinikmati oleh penganutnya saja di seluruh dunia. Tidak semua orang merayakan idul fitri, idul adha, waisak, nyepi, imlek dan natal. Dalam penyambutan acara empat tahunan sepak bola piala dunia, semua negara, semua orang, semua lapisan masyarakat, semua agama, semua umur, ikut menyambut acara empat tahunan itu. Bisa dipastikan, dana penyambutan yang dikeluarkanpun jauh lebih besar dari penyambutan hari-hari raya keagamaan.  

Kesembilan, seluruh masyarakat larut menyambut sepak bola piala dunia dengan suka cita. Pesta-pesta kecil penyambutan acara piala dunia digelar, dari lingkungan masyarakat terendah sampai kepresidenan. Layaknya sebuah ajaran agama, sepak bola mampu menyedot para penganutnya untuk melakukan “ritual”. Selama satu bulan layaknya shalat taraweh di bulan Ramadhan, masyarakat melakukan acara nonton bareng setiap pertandingan digelar. Jadwal pertandingan pun seperti jadwal puasa di bulan Ramadhan, di pampang agar setiap pertandingan tidak terlewatkan. 

Kesepuluh, sepak bola sudah jauh memengaruhi prilaku masyarakat menyaingi ajaran agama. Pemain sepak bola  bersaing dengan para ulama, pendeta, dan biksu, ikut memengaruhi masyarakat. Gaya hidup pemain sepak bola dengan mudah diikuti masyarakat, terutama generasi muda.  

Kesebelas, setiap hari tak terlewatkan, berita-berita di media cetak atau elektronik merilis perkembangan sepak bola di dalam maupun luar negeri. Persis seperti ceramah keagamaan yang tampil setiap pagi. 

Perbedaannya, dalam sepak bola, tenaga, pikiran, dan dana, ribuan dolar digunakan untuk membiayai kesenangan semata dan sia-sia. Dalam agama pengorbanan yang dilakukan umatnya akan mendapat balasan dari Tuhan di dunia dan akhirat. Sungguh, sepak bola itu hanya kesenangan dunia dan sedikit sekali bermanfaat bagi akhirat.  

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (Al-An’am:32). 

 Mungkin kah kita telah terperdaya oleh “agama-agama” yang menyesatkan? Apakah agama itu bernama sepak bola? Tak pernah ada fatwa bahwa sepak bola itu menyesatkan, sekalipun sudah banyak bukti sepak bola bikin rusuh, menimbulkan korban, fanatisme, penghamburan uang, dan memengaruhi prilaku masyarakat. Maka, perlu kearifan dan kebijaksanaan dalam menyikapinya. JANGAN TERLALU... Wallahu ‘alam.

No comments:

Post a Comment