Sunday, October 20, 2013

LOGIKA TUHAN KUNCI BANGUN RUMAH TANGGA SEJAHTERA (2)


Dalam tulisan saya waktu lalu, sudah dijelaskan bahwa kunci pertama dalam membina rumah tangga sejahtera adalah laki-laki mutlak menjadi pemimpin (pengambil keputusan) dalam keluarga. Semua harus hormat tunduk dan patuh. Kepatuhan istri (perempuan) pada suami (laki-laki) bukan karena laki-lakinya tetapi karena hormat pada ketentuan Tuhan.

Dalam rumah tangga, selain ada istri yang tidak hormat pada suami, ada juga yang kurang akur dengan orang tua (baik dari pihak suami atau istri). Mendengar dari obrolan teman-teman, rata-rata keluarganya dibina dengan petentangan antara istri dengan mertua atau suami dengan mertua. Bahkan ada juga suami dan istri bersekongkol berseberangan dengan orang tuanya sendiri. Suami istri kompak dalam keburukan. Hehehe...

Biasanya yang diributkan adalah masalah manajemen keluarga. Ada yang beralasan orang tuanya terlalu ikut campur urusan keluarga, atau orang tuanya masih menggantungkan ekonomi kepada keluarganya. Maaf-maaf ya, pernah denger sih ada mantu yang bersyukur ketika dengar mertuanya meninggal. Astagfirullah....

Sekarang akan saya jelaskan kunci kedua yang berkaitan erat dengan kunci pertama. Di dalam rumah tangga (istri atau suami) sekalipun sudah menjadi keluarga otonom, statusnya sebagai anak masih tetap berlaku dan masih berkewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tua. Baik orang tua pihak laki-laki maupun orang tua pihak perempuan.  Karena ketentuannya dalam hadis Nabi Muhammad saw dijelaskan bahwa mertua termasuk orang tua (baik dari suami maupun istri).

iNI KETENTUAN yang harus diperhatikan setelah kita berumah tangga adalah; “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Al Israa:23)

Ketentuan yang dicetak tebal MERAH di atas, berlaku selama manusia merasa hidup dan dilahirkan dari rahim seorang ibu, kecuali mereka yang terlahir dari batu atau tumbuhan. Ketentuan ini tidak batal sekalipun seorang anak perempuan atau laki-laki sudah menikah. Ketentuan ini juga berlaku sekalipun orang tua kita sudah meninggal. Ketentuan ini juga berlaku sekalipun kita sudah menjadi tua renta. Pikirkan...

Persepsi yang sering terjadi, ketika anak (laki-laki atau perempuan) sudah menikah, ada anggapan bahwa kewajiban anak berbuat baik kepada ibu bapak sudah terlepas. Secara otomatis persepsi ini melahirkan pembangkangan seorang anak kepada orang tua, dan jelas itu bertentangan dengan kehendak Tuhan (Khususnya, Al-Israa:23). Jika rumah tangga dibina dengan penentangan terhadap ketentuan Tuhan, dijamin akan jauh dari kondisi harmonis dan sejahtera.

Lebih parah lagi, ada keluarga yang menjadikan orang tua sebagai kambing hitam atau penyebab kegagalan dalam membina rumah tangga. Astagfirullah...manusia macam apa itu? Sungguh sebuah fitnah besar (dosa besar) dimana orang tua dideskreditkan sebagai biang kerok kegagalan rumah tangga, padahal seharusnya orang tua dijadikan sebagai penyebab kelancaran ekonomi keluarga. Mesti ingat bahwa kedudukan orang tua sangat spesial dihadapan Tuhan, jadi sebagai anak sekalipun sudah menikah, harus berhati-hati memperlakukan orang tua. Ini prilaku dasar lo, tidak bisa tidak. Kalau tidak percaya ya silahkan saja buktikan, rumah tangga Anda pasti tidak akan tentram (awet rajet kaya orang Sunda mah).  Kondisi parahnya hancur berkeping-keping (perceraian). Ampunn...ya Allah...

Bagaimana strateginya, agar keluarga (suami/istri) bisa tetap berbakti kepada kedua orang tua. Peran sentralnya ada di pemimpin keluarga (laki-laki). 

Strukturnya begini, dalam keluarga, kunci pertama (sudah saya jelaskan) keharmonisan dan kesejahteraan ada di ketaatan anggota keluarga (terutama istri) kepada pemimpin (suami). Umumnya, semua anggota keluarga harus hormat dan patuh pada ketentuan pemimpin keluarga.

Selanjutnya pemimpin keluarga harus berperan memobilisasi  seluruh anggota keluarga (terutama istri), untuk taat kepada aturan Allah bahwa sebagai anak-anak yang lahir dari orang tua harus berbakti kepada kedua orang tua (baik orang tua dari pihak istri maupun suami). Seorang pemimpin harus paling pertama sadar dan menyadarkan istri, beserta anak-anak,  bahwa berbakti kepada orang tua bukan atas dasar mereka telah berjasa membesarkan anak-anaknya, atau balas jasa kepada kedua orang tua, tetapi sebagai bentuk ketaatan seluruh anggota keluarga kepada ketentuan Tuhan.

Seorang istri sekalipun memiliki kewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tua yang melahirkannya, dalam tindakannya harus sepengetahuan pemimpin. Bagi pemimpin yang menganjurkan seluruh anggota keluarga berbakti kepada kedua orang tua, tentu tidak akan jadi halangan jika seorang istri ingin berbakti kepada kedua orang tuanya termasuk mertua karena itu kewajiban. Hirarki seperti ini, tidak bermaksud merendahkan posisi perempuan tetapi sebagai bentuk tatanan keteraturan yang harus diciptakan dalam sebuah kelompok bernama keluarga.

Rumah tangga yang berujung bangkrut (cerai), sering diawali dari lemahnya kepemimpinan (suami) dalam menyadarkan seluruh anggota keluarga untuk berbakti kepada kedua orang tua. Lemahnya kepemimpinan (suami) melahirkan kepemimpinan (istri), sayangnya kepemimpinan istri sering tidak berlandaskan pada penegakkan hukum yang sudah ditetapkan Tuhan, tetapi mengambil kesimpulan sendiri (membalikkan hukum Tuhan), yaitu memposisikan diri sebagai pemimpin dengan merendahkan posisi suami.  Akhirnya kepemimpinan istri menjadi bentuk pembangkangan terhadap suami, sekaligus terhadap ketentuan Tuhan.

Dominasi istri dalam keluarga adalah hal unik dan tidak bermasalah, jika dalam dominasinya, istri tetap memposisikan diri sebagai orang yang tetap hormat pada suami, dan memobilisasi seluruh anggota keluarga untuk hormat pada pemimpin keluarga dan berbakti kepada kedua orang tua. Dalam dominasinya perempuan hadir bukan untuk merendahkan suami tetapi untuk mendorong seluruh anggota keluarga  agar selalu taat pada ketentuan Tuhan. Sebaliknya, dominasi istri harus bertujuan mendorong suami tetap jadi pemimpin dan menjadi teladan seluruh anggota keluarga untuk berbakti kepada kedua orang tua.

Jika dua kunci sukses membina rumah tangga sejahtera terus dipertahankan, maka urusan kesejahteraan keluarga bukan lagi urusan hubungan antar manusia, tetapi menjadi urusan Tuhan. Keluarga-keluarga yang berusaha menegakkan aturan-aturan  Tuhan akan dijaga dari kehancuran. Apakah Anda yakin pada kekuasaan Tuhan?  Tuhanlah yang mensejahterakan, dan menyempitkan rejeki dalam keluarga. Silahkan buktikan dengan nalar dan bacalah pengalaman-pengalaman orang terdahulu. Kami sudah merasakan kesejahteraan itu datangnya dari Tuhan.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan

No comments:

Post a Comment