Saturday, February 26, 2022

PUASA MARAH

 OLEH: MUHAMMAD PLATO

Ide tulisan ini di dapat dari kegiatan kajian rutin Alumni SMAN 15 Kota Bandung yang diketuai Dadang Munajat menghadirkan Ustad Dudi Mutakin. Silaturahmi dan kekeluargaan Alumni dengan sekolah masih terpelihara dengan kepedulian dan kerelaan para pengurus alumni. Sebuah budaya positif yang harus terus dilestarikan. Kajian dihadiri kurang lebih 100 orang, jam 19.45 selesai shalat isya. Ustad Dudi sudah tidak asing, berlatarbelakang seorang pendidik, metode mengajarnya sangat kekinian karena materi disampaikan dengan bahasa ringan yang mudah dimengerti dalam kehidupan sehari-hari.

Kajian difokuskan pada materi dengan tema, “memantaskan diri untuk masuk bulan Ramadhan”. Ada beberapa hal menarik yang disajikan ustad Dudi dalam kajiannya. Pertama; masalah puasa marah. Beliau telah membuktikan puluhan tahun hidup dalam keluarga dengan melakukan puasa marah. Ketika audien bertanya apa rahasia bisa melakukan puasa marah berpuluh tahun dalam keluarga? Beliau menjawab, “ketika marah dia buka rekening dan share beberapa rupiah”. Ini metode yang patut dicoba, karena dalam hadis Rasulullah, sedekah dapat menolak keburukan. Setelah punya kebiasaan share dana dari rekening ketika marah, ketika tidak ada dana dalam rekening Allah memberi kemampuan untuk mengendalikan amarah. Teknik ini jangan diamini saja dalam tataran kognitif sebagai kepercayaan, tetapi harus berani mencoba dan melakukannnya dengan konsisten.

Kedua; masalah kesombongan iblis yang dikabarkan di dalam Al-Qur’an. Kesombongan iblis adalah menentang atau menolak ketentuan Allah. Kesombongan iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Keberanian menentang pada perintah Allah adalah bentuk kesombongan Iblis karena merasa diri lebih baik dari yang lain berdasar sudut pandangnya.

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (Al ‘Araaf, 7:12)

Karakter iblis ini menjadi contoh karakter manusia-manusia sombong karena merasa lebih baik dari orang lain sehingga berani menolak perintah Allah. Ustad Dudi mengatakan karakter ini ada pada kecenderungan wanita yang kebanyakan menolak ketentuan Allah.

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (An Nisaa, 4:3).

Ustad Dudi menjelaskan bahwa kunci keadilan itu ada pada kaum wanita yang taat, dan keteladanan ketaatan laki-laki pada Allah yang mengagumkan dihadapan wanita. Jelas keadilan itu bukan usaha sepihak tetapi usaha dari kedua belah pihak untuk sama-sama taat kepada Allah sesuai dengan posisinya masing-masing. Untuk itu, dibutuhkan keilmuan dan pemahaman ajaran agama yang komprehensif agar ajaran agama tidak di salah pahami sebagai ajaran yang diskriminatif.

Ketiga; perihal kunci keberhasilah dalam pendidikan. Sebagaimana penulis jelaskan dalam tulisan terdahulu, kunci dari keberhasilan pendidikan adalah bagaimana menghadirkan Allah pada setiap mata pelajaran sehingga para siswa dapat mensyukuri hidupnya sebagai kesadaran untuk selalu berterimakasih pada Allah atas segala fasilitas hidup yang telah dinikmatinya. Selain itu biaya pendidikan tidak boleh menjadi beban bagi orang tua siswa. Terlaksananya pendidikan harus dinaungi dengan rasa ikhlas ketiga belah pihak yaitu guru, siswa, dan orang tua.

Demikian sedikit ringkasan pembelajaran di meetingzoom bersama IKA alumni 15 dan Ustad Dudi, semoga bermanfaat. Pesan terpenting dari kajian malam itu adalah mari kita sambut Ramadhan dengan niat untuk membiasakan puasa marah agar kehidupan berjalan damai dan sejahtera. Marah, sekalipun dalam kontek kebenaran, secara psikologis masih terselip kesombongan karena merasa diri benar. Kebenaran hanya milik Allah, kita hanya menjadi penyampai saja tanpa niat sedikitpun untuk menjadi pemilik kebenaran karena itu hak Allah. Taatlah pada ajaran-ajaran Allah dan Rasulnya jangan pada siapa penyampainya saat ini. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment