Wednesday, February 2, 2022

MANUSIA BERHALA

 Oleh: Muhammad Plato

Syekh Abdul Kadir Jailani berkata, “sesungguhnya berhala itu adalah diri mu sendiri”. Pemikiran mendalam ini dapat dipahami karena manusia diberi akal dan nafsu sehingga manusia diberi potensi oleh Allah untuk berkehendak. Fakta ini sering dipahami oleh kita sebagai kebebasan manusia dalam menentukan kehendaknya. Sekalipun segala kehendak yang ada di muka bumi ini adalah kehendak Allah. Namun manusia kadang melupakan Tuhannya dengan mengatakan bahwa manusia punya kehendak. Padahal sesungguhnya ketika manusia mengatakan bahwa dirinya berkehendak atas kemampuan dirinya sesungguhnya dia telah menjadi berhala bagi dirinya sendiri.

Akal dan nafsu adalah berhala yang ada dalam diri manusia. Kedua berhala ini akan menyesatkan manusia jika kesadaran eksistensi Tuhan dilupakan dalam setiap kehendaknya. Manusia itu pada dasarnya pelupa, makhluk tersesat, dikarenakan akal dan nafsunya kerap lupa kepada Tuhannya. Dalam waktu 24 jam berapa persen manusia bisa mengingat kepada Tuhan? Orang-orang terbaik adalah mereka yang bisa menjaga ingatan akal dan nafsunya selalu bersama kehendak Tuhan. Ibadah rutin yang dilakukan umat Islam 5 kali dalam sehari, ditambah dengan ibadah-ibadah tambahan adalah kegiatan rutin agar akal dan nafsunya senantiasa berada dekat dengan Allah.

Jika standar orang Islam setiap hari 5 kali melakukan ibadah untuk mengingat Allah, maka dalam 24 jam jika saja setiap ibadah memakan waktu 10 menit, artinya setiap hari orang Islam bersama dengan Allah hanya 50 menit, sisanya 23,1 jam akal dan nafsunya lupa kepada Allah. Manusia berhala ingatannya banyak lupa kepada Allah.

Jika kita gali informasi dari Al-Qur’an, keberadaan nafsu dan akal tidak dikotomi baik dan buruk, karena nafsu dan akal hanya perangkat hidup yang diberikan Allah. Perangkat ini tergantung pada pemanfaatannya. Pemanfaatan perangkat sangat tergantung pada tujuan. Pemanfaatan akal dan nafsu akan bermanfaat jika tujuannya untuk kebaikan bersumber pada informasi dari Tuhan. Kebaikan yang tidak atas nama Allah, berarti kebaikan tersebut tidak akan kembali pada Allah, tetapi kembali kepada dari mana sumber kebaikan itu di dapat.

Allah menurunkan wahyu Al-Qur’an dalam bentuk pengetahuan-pengetahuan yang terkandung di dalamnya. Hal yang membedakan antara buku dan Al-Qur’an adalah buku yang ditulis oleh manusia tentang alam kadang mengkondisikan kita lupa pada Tuhan, namun kitab suci Al-Qur’an yang isinya tentang alam, kejadian, dan manusia, telah terkondisikan di dalam ingatan bahwa informasi Al-Qur’an dari Tuhan. Artinya membaca informasi-informasi dari Al-Qur’an akan membimbing pikiran kita untuk ingat, berkomunikasi dengan Tuhan setiap saat.

Manusia berhala mengendalikan akal dan nafsunya dengan hanya memanfaatkan informasi dari apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkannya, tanpa memikirkan sumber informasi yang didapatkannya mengandung kebenaran atau hanya sekedar pengetahuan alam tanpa ada hubungan dengan Tuhan. Fungsi pengetahuan dari Al-Qur’an adalah menjaga ingatan agar selalu berhubungan dengan Tuhan. Jika ingatannya selalu terhubung dengan Tuhan, maka akal dan nafsu akan mengevaluasi setiap kejadian dengan melibatkan pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi berdasarkan infromasi dari Tuhan.

Aktivitas ritual shalat dapat menjaga ingatan akal dan nafsu ingat kepada Tuhan. Sebagai ritual shalat adalah benteng terakhir pertahanan akal dan nafsu untuk selalu ingat Tuhan. Kekuatan ingatan akal dan nafsu kepada Tuhan, selayaknya dibangun dengan memperbanyak perbendaharaan pengetahuan tentang alam, hewan, manusia, dan kejadian yang sumbernya dikombinasikan antara pengetahuan Al-Qur’an, dan fakta-fakta di alam.

Siapa manusia berhala? ukurannya adalah antara lupa dan ingat kepada Tuhan. Lupa terjadi karena semua pengetahuan yang diterima akal dan nafsunya bersumber dari alam, sementara ingat kepada Tuhan terjadi karena pengetahuan yang diterima selalu dikaitkan dengan Tuhan dengan bantuan informasi dari Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an sesungguhnya mengevaluasi segala kejadian di alam dengan informasi-informasi yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan alam.

Budaya menghafal Al-Qur’an dengan patokan tajwij, perlu ditingkatkan dengan membaca, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan ide-ide Al-Qur’an menjadi prilaku pikiran (akal), hati (nafsu), tindakan (akhlak), dan produk (teknologi). Sebagai sumber pengetahuan, Al-Qur’an harus bisa memenuhi seluruh sudut ruang akal dan nafsu, agar Allah selalu ada dalam ingatan, tindakan, dan benda-benda yang bisa kita ciptakan. Wallahu’alam

No comments:

Post a Comment