Sunday, March 19, 2023

MARI BERAGAMA TANPA PRASANGKA BURUK

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sedikit-sedikit curiga, sedikit-sedikit prasangka buruk. Masa beragama dibangun dengan prasangka buruk. Jangan-jangan cara memahami ajaran agama kita salah cara. Nabi Muhammad SAW melarang berprasangka buruk, dan harus banyak berprasangka baik. Nah, kalau keseharian kita beragama lebih banyak prasangka buruk, jadi mengikuti ajaran siapa?

Yakinlah pada Allah, setiap prasangka baik, akan dibalas dengan kebaikan. Allah menilai orang bukan dari prilakunya, tetapi yang dinilai apa yang ada di akalnya yaitu niat baiknya. Jadi kalau sedikit-sedikit prasangka buruk, ajaran siapa yang kita ikuti sebenarnya?

Adanya orang berpendapat, "tapi kalau kita selalu berprasangka baik, kadang-kadang kita bisa kena tipu, atau dimanfaatkan orang".  Nah inilah kadang-kadang kita itu beragama, tetapi tidak konsisten. Allah sudah perintah untuk berprasangka baik, tetapi kita selalu berargumen dengan kejadian-kejadian yang kita alami. Kejadian-kejadian yang kita alami sifatnya adalah proses, bukan keputusan akhir. Jika kita berprasangka baik karena perintah Allah, biarkan Allah yang bertanggung jawab atas tindakan kita. Itulah yang disebut dengan ketakwaan. 


Arti ketakwaan adalah kewaspadaan atau sikap hati-hati. Berprasangka baik adalah frame cara berpikir. Kewaspadaan atau kehati-hatian adalah ketauhidan kita dalam berpegang teguh pada apa yang sudah ditetapkan Allah. Jika Allah sudah menetapkan, kita harus berprasangka baik, berarti Allah lebih tahu dari kita apa yang akan terjadi setelah kita berprasangka baik. 

Allah sudah menetapkan, "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)" (Ar Rahmaan, 55:60). Ini ketetapan baku. Tidak akan bercampur kebaikan dengan kejahatan. Maka Allah memerintahkan balaslah keburukan dengan kebaikan. Jika keburukan diperintahkan untuk dibalas dengan kebaikan, mengapa kita membuat keburukan dengan prasangka buruk? Sudah jelas kalau kita berprasangka buruk, kita akan mengundang keburukan yang kita lakukan sendiri. 

Inilah enaknya jika beragama berpedoman pada Al Quran. Nabi Muhammad SAW, pada awal kenabiannya di Mekkah, direspon oleh masyarakat Mekkah dengan prilaku jahat. Padahal misi Nabi Muhammad SAW adalah menyampaikan wahyu Allah yang membawa pesan-pesan agar manusia bisa hidup damai dan sejahtera dengan mengikuti ajaran dari Allah. Selama 12 tahun di Mekkah, Nabi Muhammad dibully, dipersekusi, direncanakan akan dibunuh. 

Tapi karena Nabi Muhammad SAW sudah di framing oleh Allah memiliki niat baik, dan selalu berprasangka baik pada Allah, atas apapun yang terjadi, akhirnya Nabi Muhammad SAW mengakhiri misi kenabiannya dengan sukses gemilang. Kesuksesan Nabi Muhammad SAW di Mekkah bukan menjadi seorang penakluk atau pemenang, tetapi sebagai pembebas manusia dari kejahiliyahan (kebodohan). 

Prasangka buruk adalah prilaku bukan orang-orang beragama. Beragama dengan mengedepankan prasangka buruk, akan semakin membawa umat beragama menjadi terpecah-pecah. Prasangka buruk akan membentuk pengikut agama menjadi kelompok-kelompok yang saling mencurigai antar kelompok agama. Allah menghendaki persatuan bukan perpecahan. Perpecahan adalah langkah-langkah setan. 

"Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya)." (As Syuura, 42:13). 

Jelas sudah Allah menghendaki persatuan, dan tidak menghendaki perpecahan. Jika Allah memerintahkan berprasangka baiklah! Berprasangka baiklah pada Allah, taatilah Allah, maka Allah punya rencana-rencana baik bagi siapa saja yang taat pada Nya. Jika Al Quran sudah mengabarkan apa yang Allah perintahkan, lalu mau kepada siapa lagi kita percaya?

Tanpa pedoman dari Allah manusia tidak akan bisa menemukan kebersamaan dalam hidup ini. Jikalau kita menyaksikan umat beragama cenderung pada prilaku memecah belah, bisa jadi tidak menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi dia sedang menyambah hawa nafsunya. Hawa nafsu adalah illah-illah selain Allah yang berbahaya, dan ada dalam setiap diri manusia. Waspadalah dan hati-hati!***  


No comments:

Post a Comment