Monday, May 30, 2016

RASIONALITAS GENERASI KE TIGA


Diskusi serius tapi santai terjadi ketika menjelang shalat Isya. Kawan-kawan yang mengelola yayasan berlatar belakang Islam selalu menjadi teman diskusi. Saat itu tema diskusi seputar memahami agama dengan rasio. Sudah ditebak, jawaban mereka adalah tidak semua ajaran agama dapat dirasionalkan. Betulkah seperti itu?

Salah seorang kawan yang mengelola yayasan Islam berpendapat tidak semua ajaran agama dapat dipahami dengan rasio, memahami agama harus dengan keimanan. Sebagai contoh, peristiwa Isra Mi’raj adalah peristiwa yang tidak bisa dipahami dengan rasio (logika). Sehingga ketika kabar Isra Mi’raj di zaman Nabi Muhammad saw beredar, banyak orang-orang yang tidak  beriman menjadi murtad. 
 
Dalam hal ini saya berbeda pendapat dengan kawan saya tentang peristiwa Isra Mi’raj. Menurut pendapat saya peristiwa Isra Mi’raj adalah peristiwa yang rasional. Mengapa demikian? Simak penjelasan saya di bawah ini. Perbedaannya terletak dari sudut mana memahami rasionalitas.

Menurut pendapat saya, dalam memahami sebuah penomena ada tiga tipe rasinalitas. Perbedaan tiga tipe terletak pada perbedaan sumber pengetahuan. Hemat saya sumber pengetahuan terbagi menjadi tiga yaitu pengetahuan yang bersumber dari nalar, pengamatan (alam), dan Tuhan Sang Pencipta.

RASIONALITAS GENERASI 1

“Pengetahuan adalah hasil nalar dan nalar adalah pengantar menuju kepadanya”. (Hassan Hanafi, 2010:279). Bernalar bisa menghasilkan pengetahuan baru. Bernalar adalah bentuk aktivitas otak dalam berpikir. Aktivitas otak yang paling dasar dalam bernalar adalah menghubungkan konsep dengan konsep lain, sampai menghasilkan konsep baru. Jadi nalar adalah sumber pengetahuan.

Sebagai contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari kita selalu hidup dengan nalar. Telepon genggam, televisi, camera, internet, jika digabung akan terwujud benda baru bernama smart phone. Itulah bukti bahwa nalar dapat menghasilkan pengetahuan baru.

Kebenaran rasional dalam nalar adalah hubungan sebab akibat langsung. Berikut adalah contoh kebenaran-kebenaran rasional berdasarkan nalar, “Banjir terjadi karena hujan lebat. Udara terasa panas karena jumlah pohon semakin berkurang. Nilai ujian nasionalnya hanya dapat empat karena jarang sekolah”.

Pernyataan-pernyataan di atas dapat dikatakan rasional karena dapat dipahami melalui hubungan sebab akibat langsung. Dengan pola ini, orang tidak perlu repot-repot membuktikannya karena sudah pasti kejadiannya seperti itu.

Inilah pola rasionalitas generasi pertama. Rasionalitas yang bersumber dari nalar dengan pola hubungan sebab akibat langsung. Mereka yang menganut pemikiran ini secara membabi buta disebut aliran rasionalisme. Berpikirnya melulu deduktif.

Bagi kelompok ini sesuatu yang tidak bisa dipahami dengan nalar maka disebut fiktif. Kelompok ini tidak menerima kebenaran-kebenaran yang bersifat mukjizat.

RASIONALITAS GENERASI 2

Faktanya rasionalitas berdasarkan nalar tidak selamanya dapat dipahami. Kadang sesuatu yang rasional menurut nalar ternyata menyimpang dari kenyataan. Nalar mengatakan rasional jika ada orang mencuri karena miskin. Faktanya, ada orang-orang kaya yang mencuri dengan mengkorupsi uang negara, atau menyunat dana bantuan sosial. Nalar mengatakan orang yang bekerja di lingkungan departemen agama memiliki tingkat kejujuran tinggi, faktanya departemen agama termasuk departemen yang tingkat korupsinya tinggi.

Rasionlaitas generasi kedua berpendapat bahwa sesuatu dapat dipahami dengan jelas jika sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan tentang sesuatu bisa kita pahami dari keyataan  alam. Untuk itu kebenaran-kebenaran tentang sesuatu hanya bisa dipahami dengan mengamati apa yang terjadi di dalam kenyataan (alam). Penganut rasionalitas semacam ini dikenal dengan golongan empirisme, atau materialis. Orang semacam ini berpikirnya induktif.

Bagi kelompok ini, sesuatu tidak dapat diterima jika tidak sesuai dengan kenyataan. Bagi kelompok ini segala sesuatu yang benar harus bisa dibuktikan secara nyata. Sesuatu yang tidak nyata harus diabaikan, untuk itu Tuhan dianggap tidak ada karena tidak dapat dibuktikan wujudnya ada.

RASIONALITAS GENERASI 3

Rasionalitas generasi ketiga adalah mereka yang berpikir dengan menggunakan pengetahuan dari Tuhan. Panduan mereka adalah pengetahuan dari kitab suci yang diyakini bersumber langsung dari Tuhan sang pencipta. Ukuran kebenarannya bukan fokus pada nalar atau kenyataan, tetapi mengikuti pengetahuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Ciri khas dari kelompok ini adalah menjadikan Tuhan sebagai sebab dari segala kejadian. Setiap fenomena dipahami sebab-akibatnya dengan memahami penjelasan (pengetahuan) dari kitab suci. Sekalipun menggunakan pengetahuan dari sumber kitab suci, kelompok ini tidak menafikan nalar dan kenyataan.

Bagi kelompok ini semua fenomena yang terjadi di alam ini rasional karena penyebabnya Tuhan. Dibakar masih hidup, membelah laut, melempar tongkat jadi ular, menghidupkan orang mati, membelah bulan, semuanya rasional jika sebabnya Tuhan.

Sekalipun Tuhan sebagai sebab dari segala sebab, bukan berarti tidak mengakui adanya kebenaran nalar (rasional) dan kenyataan. Mengobati sakit dengan sedekah sebagai ajaran Tuhan, ternyata dapat dipahami dengan nalar (rasional), dan dapat dibuktikan secara nyata. Menjadi orang kaya dengan banyak sedekah, ternyata dibenarkan oleh mereka yang memiliki kapital melimpah.

Menurut kelompok ini manusia diberi kesempatan untuk berusaha menggunakan kebenaran nalar dan kenyataan. Namun jika memiliki keterbatasan dalam memahami sesuatu hendaknya mengembalikan bahwa semua fenomena sebabnya adalah Tuhan. Itulah rasionalitas generasi ketiga.

Peristiwa Isra Mi’raj jika dipahami secara rasional oleh generasi satu dan dua, tidak akan masuk akal. Namun bagi penganut rasionalitas generasi tiga, peristiwa Isra Mi’raj bukan hal aneh karena Tuhan sebagai penyebab bisa berbuat apa saja sesuai kehendaknya.

Rupanya kawan-kawan saya yang mengelola yayasan Islam salah menggunakan rasionalitas. Seharusnya orang-orang beragama menganut rasionalitas generasi ketiga. Dengan demikian kita akan sepakat bahwa memahami agama harus dengan rasio, dengan rasionalitas generasi ketiga.

Penganut rasionalitas ketiga tidak berarti menafikan rasionalitas generasi kesatu dan kedua. Manusia dituntut untuk mengkaji berbagai kemungkinan dengan menggunakan nalar dan kenyataan. Faktanya perjalanan Isra Mi’raj sedikit-demi sedikit dapat dipahami dengan nalar dan menjadi kenyataan. Sebab kemurahan Tuhan lah, manusia diberi sedikit kemampuan untuk mengungkap rahasia alam, itu pun jika manusia mau berpikir. Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, @logika_Tuhan).  

No comments:

Post a Comment