Sunday, November 26, 2017

KECERDASAN MENDENGAR


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Mendengar cerita kawan yang sudah menjadi kakek dari cucu campuran Indonesia Jepang. Beliau terpaksa harus berangkat ke Jepang untuk menemani cucunya yang masih taman kanak-kanak karena ditinggal tugas kedua orang tuanya.

Saya selalu sengaja bertanya kepada kawan-kawan yang pernah berkunjung ke luar negeri tentang pendidikan. Kawan saya bercerita bahwa cucunya ketika ditanya apa yang dipelajari di sekolah, jawabannya adalah sedang belajar MENDENGAR. Kegiatan belajarnya adalah guru bercerita dan anak-anak harus mendengar. Sekali lagi kegiatan siswanya HANYA MENDENGAR. Pelajaran kedua adalah membersihkan wc, dan pelajaran ketiga adalah mengajarkan antri.

Kalau di Indonesia, TK yang hanya mengajarkan mendengar, bersihkan wc, dan antri, sudah pasti tidak akan laku. Orang tua akan protes dan memindahkan anaknya ke TK yang mengajarkan menulis, berhitung, dan membaca.

Apa yang diajarkan di TK, ternyata benar-benar menjadi karakter anak-anak remaja dan dewasa di Jepang. Ketika salah seorang guru melakukan kunjungan ke sekolah swasta di Jepang, Beliau menyaksikan, anak-anak Jepang setingkat SMA, mereka sangat disiplin MENDENGAR, tidak ada satu orang siswa pun berbicara jika di depan ada orang yang sedang berbicara. Semua fokus MENDENGAR.

APAKAH KAMU TIDAK MENDENGAR? MENDENGAR ADALAH KARAKTER-NYA

Kemudian Dia menyaksikan sendiri, ada orang yang sudah berumur separuh baya sedang asik mengepel tangga, padahal tangga terlihat sudah bersih. Ketika anak-anak melewati tangga, orang tersebut menyingkir membiarkan anak-anak lewat. Ternyata orang yang sedang mengepel lantai tangga itu adalah pemiliki sekolah, sekelas ketua yayasan di Indonesia. Rupanya budaya hidup bersih yang diajarkan sejak TK betul-betul menjadi budaya ketika dewasa.

Kembali ke masalah MENDENGAR, penulis menyaksikan sendiri dalam pembelajaran anak-anak SMA di Indonesia kompetensi mendengarnya sangat rendah. Dalam 30 menit, anak-anak SMA kita tidak bisa bertahan konsentrasi untuk mendengar. Selalu terjadi diskusi masing-masing. Suasana shalat Jumat di sekolah favorit, seperti di dalam pasar, anak-anak tidak bisa konsentrasi mendengar khutbah Jumat sekalipun di awal sudah diperingatkan, “Jangan Berbicara Waktu Khutbah”. 

Demikian juga kompetensi mendengar di kalangan pendidik. Ketika penulis diminta sambutan dalam acara peringatan hari guru, sedikit sekali yang bisa bertahan mendengar sampai pidato selesai. Tidak jauh berbeda kondisinya pada saat rapat dinas para pengelola sekolah. Suasana rapat seperti di warun kopi, ketika pimpinan berbicara di depan selalu terjadi diskusi kecil antar teman yang membuat suasana tidak hening. Bahkan suara diskusi kecil antar teman dengan suara pidato pimpinan bersaing sama keras.

Jika bercermin ke pola pendidikan di Jepang, wajar kemampuan mendengar dalam dunia pendidikan kita sangat rendah, karena pendidikan karakternya tidak jelas, apa yang diajarkan sejak dari pendidikan usia dini. Pendidikan usia dini kita beraneka ragam bukan mengacu kepada teori pendidikan tetapi kepada keinginan pasar yang kadang-kadang tuntutan pasar tersebut di luar kententuan teori pendidikan.

Dalam seminar di Cianjur, Prof. Fahmi Basya pernah menyampaikan bahwa mendengar adalah masalah penting dalam pendidikan. Secara singkat dan jelas Beliau menjelaskan bahwa MENDENGAR ADALAH SEBUAH KOMPETENSI.

Alasan Beliau bahwa mendengar adalah bagian dari kompetensi, karena mendengar adalah salah satu sifat Allah. Seperti dijelaskan dalam nama sepasang dalam Al-Qur’an yaitu;

wallohu samiiun ‘Alim (Ali Imran, 03.34)
“dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”

innalloha kana samiiam Bashiiro (An Nisaa, 04.58)
“sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”

“innahu samiiun Qoriib (Saba, 34.50)”
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat”

Di Jepang, manusia-manusia berkualitas berilmu pengetahuan, karena mereka memiliki kemampuan MENDENGAR. Siapa yang memiliki karakter karakter Nya, dia akan mendapat kebaikan. Pendidikan di Jepang telah mengajarkan anak didiknya dengan karakter Allah sebagai Maha Mendengar.

Pendidikan kita harus segera kembali kepada pendidikan karakter-karakter Nya. Karakter yang dilandasi oleh nama nama Tuhan sepasang. Apalaa tasma’uun? Maka apakah kamu tidak mendengar? (Al Qashash, 28:71). Orang-orang yang tidak bisa mendengar tidak bisa berbicara, dan tidak berkuasa atas sesuatu! Wallahu “alam.

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)

No comments:

Post a Comment