Thursday, December 25, 2025

BERHAJI TANPA KE MEKAH

Oleh: Muhammad Plato

Berdasarkan informasi dari media massa pada tahun 2026, di Indonesia jika seseorang mau melaksanakan ibadah haji harus mengantri 26-24,4 tahun. Antrian cukup panjang dan belum tentu niat ibadah haji seseorang bisa terlaksana karena ajal siapa yang tahu.

Jika ingin ibadah haji cepat tanpa antrian, bisa mendaftar melalui program haji furoda. Resikonya harus mengeluarkan biaya lebih tinggi. Tahun 2026 biaya yang harus dikeluarkan kisaran 315 juta hingga 498 juta per jemaah.  

Mengapa antrian begitu panjang, dan kalau mau cepat mahal? Saya tidak akan membahas faktor teknis penyebab antrian panjang dan biaya mahal. Saya ajak pembaca kembali ke masalah spiritual. Membaca fenomena ini dari pesan keagamaan untuk penganut agama Islam.

Allah mendatangkan masalah agar manusia berpikir. Tujuan berpikir untuk memberi makna dan mencari solusi. Makna antrian ibadah haji, bisa jadi pesan pada umat Islam untuk memahami dan mendalami kembali kadar keislaman. 

Rukun Islam ada lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan ibadah haji. Jika kita berpikir rukun Islam sebuah tingkat keberagamaan seseorang maka ibadah haji adalah puncak spiritual seseorang. Untuk mencapai puncak spiritual tentu harus menempuh tingkat demi tingkat. Umpama kita berpendidikan tidak ujug-ujug langsung loncat ke-S1, tapi harus selesaikan dahulu tingkat pendidikan dibawahnya. 

Nah, antrian panjang bisa mengandung pesan. Sebelum berangkat ibadah haji perbaiki dulu pemahaman keberagamaan setingkat demi setingkat. Kemampuan haji bukan karena ada kemampuan uang, tapi harus dibarengi dengan kualitas keberagamaan secara mendalam. Berhaji tanpa dibarengi dengan pemahaman mendalam, takutnya ketika shalat di Baitullah seperti yang dikabarkan di dalam Al Quran. 

"Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu." (An Anfaal, 8:35).

Kekafiran bukan saja dialamatkan pada kelompok penyembah selain Allah, tapi pada orang-orang yang berpaling ketika ditegur oleh Allah. Ketika kita disuruh membaca, tapi kita tidak suka membaca prilaku ini bagian dari kekafiran pada perintah Allah. Ketika diperintah shalat lima waktu tapi tidak shalat ini bagian kekafiran, ketika diperintah sedekah tetapi kita kikir, maka itu bagian dari kekafiran pada perintah Allah.  

Idelanya mereka yang melaksanakan haji, sudah memiliki keimanan dan ketakwaan kokoh kepada Allah, ditandai dengan disiplin shalat bahkan berjamaah di masjid, plus dengan shalat sunah. Selanjutnya karakter calon jamaah haji sudah meenunjukkan sosok ahli sedekah, zakat, dan infak, dari harta terbaik yang dimilikinya. Para calon jamaah haji sudah punya karakter dermawan tidak takut kehilangan uang karena sedekah. Puasa sunah menjadi bagian dari rutinitas dalam keseharian.

Pesan selanjutnya mengapa antrian haji begitu lama? Bisa jadi peringatan dari Allah perbaiki dulu shalat dan sedekah mu. Ketika ibadah haji ratusan juta diupayakan, tapi mengapa nasib orang tua, fakir miskin, anak yatim, jompo, rumah korban banjir, sekolah rusak, gaji guru rendah, malah cenderung terabaikan. 

Mengeluarkan uang ratusan juta untuk bantuan-bantuan sosial memang tidak  ada gelar yang disematkan seperti gelar "H" setelah ibadah haji ke Mekah. Apakah para dermawan harus diberi gelar "D" agar punya prestise di mata masyarakat? Tapi kita yakin, dalam ibadah bukan gelar yang dikejar tetapi keridhaan Allah. 

Jika kita bandingkan ibadah sedekah, zakat, dengan haji, mana yang lebih berdampak bagi umat manusia? Ibadah haji memang lebih fokus urusan pribadi masing-masing. Sekalipun ratusan juta dikeluarkan. Dampak seseorang yang beribadah haji tidak langsung pada penerima sedekah seperti yang dijelaskan dalam Al Quran.

Bisa jadi antrian panjang adalah pesan kepada umat Islam, perbaiki ibadah sedekah mu, agar kesejahteraan merata kepada seluruh umat manusia. Perbaiki ibadah sedekah mu, agar Islam benar-benar terlihat menjadi rahmat bagi seluruh makhluk.

Jangat takut untuk tidak bergelar haji, Nabi Muhammad memberikan alternatif bagaimana cara agar mendapat pahala haji, sekalipun belum punya kesempatan berangkat haji tapi bisa mendapat pahala haji. 

"Nabi Muhammad SAW bertanya: 'Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup?' Orang itu menjawab: 'Ibunya masih hidup.' Nabi bersabda: 'Bertakwalah pada Allah dengan berbuat baik pada ibumu. Jika engkau berbuat baik padanya, maka statusnya adalah seperti berhaji, berumrah, dan berjihad'." (HR. Ath-Thabrani). 

Para calon haji, jangan terlantarkan orang tua, bahagiakan mereka, bersyukurlah kepada mereka, itulah sebaik-baiknya haji sekalipun membahagiakan orang tua tidak akan mendapat gelar "H".

"Barangsiapa yang melaksanakan shalat Subuh berjamaah, kemudian duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit, lalu melaksanakan shalat dua rakaat (shalat Isyraq/Dhuha awal), maka ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna, sempurna." (HR. Tirmidzi). 

Para calon haji, tingkatkan keimanan dengan bangun subuh tiap hari dan penuhilah masjid setiap subuh. Jaga dua rakaat shalat dhuha di awal maka mereka  akan mendapat pahala haji sekalipun tanpa gelar "H".

Antrian haji bisa jadi membawa pesan, mengapa orang-orang bergelar haji tambah banyak tetapi kepedulian sosial tidak mengalami peningkatakan. Jumlah jamaah shalat subuh di masjid tidak meningkat, kelaparan, dan rumah-rumah janda serta yatim piatu yang rapuh, tidak layak huni, tidak mendapat perhatian untuk mendapat pahala haji.

Sambil menunggu antrian, mari kita penuhi masjid setiap subuh, bahagiakan orang tua, fberi makan akir miskin, dan anak yatim, agar kita bisa berhaji setiap hari, dan semoga Allah mempermudah segala urusan haji kita.***  


No comments:

Post a Comment