Sunday, December 21, 2025

KEMANDIRIAN BERPIKIR

Oleh: Muhammad Plato

Di era informasi, kelebihan dan kekurangan sebuah pemikiran bisa terbuka, teridentifikasi dengan bantuan teknologi informasi. Semua orang bisa membuktikan tidak ada hasil pemikiran sempurna. Novi Basuki mengatakan bahwa salah satu ukuran kebenaran pemikiran adalah mepraktekkannya.

Di era semakin terbuka, sebuah masyarakat tidak lagi fanatik pada satu budaya dengan menolak budaya lain. Setiap budaya sudah sunatullah memiliki dua sisi, yaitu lebih dan kurang. Ego kelompok dalam mempertahankan pemikiran sudah tidak bisa jadi gaya hidup di era teknologi saat ini.

Di dalam beragama, bukan saatnya lagi memeprtahankan pemikiran dari madzab-madzab tertentu hanya karena ingin membela sebuah identitas pemikiran kelompok, sementara kita sudah tahu setiap pemikiran yang dianut sebuah kelompok pasti memiliki sisi kurang dan lebih. 

Saat ini berlaku peribahasa, "tidak ada lagi kucing hitam atau putih, asal bisa menagkap tikus itu yang dibutuhkan". Demikian juga dalam beragama, tidak ada lagi pemikiran kiri atau kanan, asal bisa menyelesaikan masalah menyelasaikan masalah umat, itulah yang dibutuhkan.

Pemikiran beragama bukan lagi dikondisikan oleh kepentingan kelompok, pemikiran beragama dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah kejahiliyahan, itulah yang dibutuhkan. Sumber agama bukan lagi berkiblat pada kelompok-kelompok pemikiran, tapi kepada sumber yang sudah dijamin kebenarannya yaitu kitab suci dan sunnah. 

Dalam beragama tidak ada lagi kendali dari lembaga-lembaga yang mengatasnamakan agama, tetapi kendali berdasarkan pada ajaran agama dari kitab suci yang diimani bersama. Keberagamaan tidak lagi dipandang sebagai kepatuhan pada kelompok aliran agama, tapi pada ajaran agama sebenarnya.

Setiap umat beragama punya kemandirian berpikir dalam beragama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Setiap umat beragama boleh memilih apa yang akan dilakukan berdasarkan ajaran agama agar dirinya terbebas dari dosa dan masalah-masalah dunia yang bisa menjerat dirinya ke jurang neraka. 

Era informasi telah menuntut semua orang bertindak berdasarkan penelitiannya sendiri karena ilmu pengetahuan agama sudah menjadi milik semua orang bukan seorang atau kelompok orang yang punya otoritas.

Di era teknologi informasi tidak ada lagi yang bisa mengaku sebagai paling ahli, karena setiap orang sudah bisa mengetahui kekurangan setiap orang. Setiap orang yang dipandang ahli, hanya paham pada sedikit bidang yang digeluti.

Para pakar saat ini adalah bukan mereka yang merasa lebih tahu, tetapi mereka yang punya rasa hormat pada pendapat setiap orang, karena sadar setiap orang hanya diberi sedikit tahu tentang sesuatu. 

Para pakar saat ini adalah mereka yang suka mendengar pendapat orang lain untuk berdiskusi mendapatkan pemahaman dan solusi dari permasalahan yang sedang dihadapinya dari sudut pandang orang lain. 

Saat ini dituntut manusia-manusia mandiri dalam berpikir. Kemandirian dalam berpikir merupakan bukti bahwa seseorang punya kompetensi dan bisa berkolaborasi untuk memecahkan masalah kehidupan bersama-sama.

Buat apa kita mempertentangkan kelompok dan aliran beragama, kalau hidup kita tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam ajaran agama. Buat apa kita terus membangga-banggakan negara kaya dihadapan bangsa lain, pada faktanya hidup kita jauh lebih miskin dari bangsa lain.

Tidak peduli pemikiran barat atau timur, tidak peduli aliran kiri atau kanan, tidak peduli madzab ini madzab itu, yang penting bisa hidup sejahtera di dunia dan akhirat maka keputusan ada pada pribadi masing-masing. 

Manusia-manusia pembelajaran akan belajar terus untuk keluar dari masalah yang dihadapi. Manusia-manusia malas, dia akan terus mencari alasan untuk tidak berubah, padahal dirinya sedang ada dalam masalah.***


No comments:

Post a Comment