Monday, May 1, 2017

APAPUN JABATANNYA, STATUS YA PEMBANTU

OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Makna kata “pembantu” di Indonesia, mengalami penyempitan karena dikaitkan dengan pekerjaan yang dianggap rendah, terutama disandingkan kepada para pembantu rumah tangga. Persepsi rendah terhadap kata pembantu membawa bias kepada rendahnya keudukan perempuan yang bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Inilah persepsi jahiliyah yang masih bertahan pada abad ini.

Laki-laki yang menikahi perempuan pembantu, diolok olok sebagai selera rendah. Padahal semua perempuan yang dinikahi laki-laki statusnya menjadi pembantu rumah tangga. Sekalipun pekerjaan rumah tangga, sebenarnya tanggung jawab laki-laki sebagai pemimpin, tetapi kecenderungan, istri lah yang menyiapkan pakaian, makanan, minuman, dan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga para istri dipandang mulia dihadapan Allah.

Persepsi masyarakat tentang rendahnya pembantu, pekerjaan rumah tangga, rupanya telah menjadi memori kaum perempuan umunya saat ini. Kondisi ini menjadi ciri jahiliyahnya pemikiran kaum perempuan dalam hal memandang pekerjaan.


Memandang rendah terhadap kedudukan manusia dilihat dari pekerjaan, termasuk pandangan materialis. Pandangan ini hanya melihat kedudukan tinggi atau rendah sesesorang dilihat berdasar fakta dan logika empiris, tanpa bimbingan dari Tuhan melalui wahyu. Logika yang dipakainya adalah kebenaran logis material berdasarkan apa yang dilihat.

Sesungguhnya kata pembantu, memiliki makna kedudukan tinggi, karena tecatat dalam doa Nabi Musa yang memiliki keterbatasan dalam berbicara, memohon didatangkan pembantu untuk menyampaikan kebenaran kepada Firaun. “dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,” (Thaahaa, 20:29). Nabi Harun kemudian diutus oleh Allah menjadi pembantu Nabi Musa.

Saling membantu adalah prinsip umum dalam kehidupan manusia. Praktek ini berlaku dalam hal kebaikan maupun keburukan sebagaimana dijelaskan dalam Al-qur’an. “Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (Al Israa, 17:88).

Pembantu rumah tangga, satu konsep dengan kata pembantu dalam kebaikan, seperti Nabi Harun menjadi pembantu Nabi Musa dalam menegakkan kebenaran. Kata pembantu yang mengalami penyempitan makna menjadi rendah digandengkan dengan pekerjaan rumah tangga adalah kejahiliyahan nyata di abad 21.

Prinsip hidup saling membantu, terdapat dalam berbagai variasi kata dijelaskan dalam Al-qur’an. “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (An Nisaa, 4:1).

Konsep saling meminta satu sama lain, adalah petunjuk hidup bagi orang-orang beriman dari Allah swt. sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka”, (Albaqarah, 2:3).

Menafkahkan rezeki, memiliki kesamaan konsep dengan jual beli. “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau pun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan”. (Ibrahim, 14:31).

Lalu konsep saling membantu berikutnya, dijelaskan dalam satu kata, “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (At taubah, 9:103).

Berdasarkan keterangan ayat-ayat di atas, kita urutkan persamaan konsep tersebut dilihat dari aktivitasnya melalui bagan di bawah ini.

KONSEP
AKTIVITAS
PEMBANTU
MEMBERI
SALING MEMINTA
SALING MEMBERI
MENAFKAHKAN REZEKI
MEMBERI
JUAL BELI
SALING MEMBERI
SEDEKAH
MEMBERI

Kesimpulannya, konsep pembantu, saling meminta, menafkahkan rezeki, jual beli, dan sedekah, semua berwujud dalam aktivitas memberi. Maka seluruh dasar aktivitas manusia adalah saling memberi. Logis jika dalam hadis dijelaskan bahwa orang-orang terbaik di muka bumi ini adalah orang-orang yang paling bermanfaat bagi orang lain yaitu PARA AHLI MEMBERI.

Dengan memahami konsep ini, apapun pekerjaan di muka bumi ini, selama tidak melampaui batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, aktivitas tersebut dipandang baik dan terhormat dihadapan Allah. Ativitas memberi di dalam Alqur’an disebutkan dengan kata khusus yaitu kebajikan.

Untuk itu, persepsi negatif, merendahkan pembantu (rumah tangga) dipandang sebagai persepsi jahiliyah, yaitu persepsi orang-orang yang tidak diberi pengetahuan oleh Allah. Dan mereka yang merasa hina, menjadi pembantu (mengerjakan rumah tangga), atau merasa rendah diri, termasuk manusia-manusia berjiwa jahiliyah.

Pada hakikatnya semua manusia adalah pembantu, karena tidak ada manusia yang bisa menghidupi, dan menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Kiyai, guru, dosen, presiden, menteri, gubernur, bupati, kepala dinas, kepala sekolah, kepala rumah tangga, pekerja rumah tangga, pekerja pabrik, semuanya pembantu. Dan sebaik-baiknya manusia, pemegang jabatan adalah pembantu Allah, yaitu mereka yang menegakkan keadilan sesuai dengan kehendak-Nya. Jadi apapun pekerjaan kita di muka bumi ini status kita adalah pembantu.

Di masa hidupnya dulu, untuk mengukuhkan kesederajatan manusia, mengubah persepsi negatif terhadap pembantu (budak), dan untuk membuktikan bahwa kedudukan manusia sama dihadapan Tuhan, Nabi Muhammad saw berani menikahi perempuan golongan pembantu (budak) yang tidak lazim pada budaya Arab saat itu. Inilah pesan moral kemanusian yang dalam dari Nabi Muhammad saw. bagi orang-orang berakal. Salam sejahtera untuk Nabi Muhammad saw. Semoga Allah mengampuni dosa kita semua. Wallahu ‘alam.

(Penulis Kepala Sekolah, Master Trainer @logika_Tuhan)

No comments:

Post a Comment