Tuesday, August 1, 2017

KEUTAMAAN ILMU LOGIKA


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Membaca buku terjemahan karya Ibn Rusyd dalam mengkritisi buku Republik karya Plato, terdapat kesimpulan dari Ibn Rusyd bahwa ilmu yang harus diajarkan pertama kali adalah logika (al-Manthiq), sebab logika adalah “ilmu yang dapat meluruskan cara berpikir (akal) dari kesalahan”. Kesalahan-kesalahan beramal lahir dari kesalahan-kesalahan berpikir.

Mempelajari filsafat (logika) adalah mempelajari ilmu yang mendasari amal. Seorang pemimpin membutuhkan sekali terhadap ilmu yang menjaga aktivitas berpikirnya dari kesalahan, yang merupakan ilmu yang mendasari amal utamanya, bukan kontemplasi mengenai “kebenaran-kebenaran yang abstrak”. (Ibn Rusyd, 2016).

Pandangan Ibn Rusyd tidak bertentangan dengan keterangan hadis yang mengatakan, “Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai dengan niat-niat mereka”. (HR.-Muslim). Hadis ini bisa jadi dalil yang mendasari pendapat Ibn Rusyd. Niat ada pada tataran ilmu yang bersifat teoritis, dan amal saleh berdiri di atas niat-niat (pandangan-pandangan) baik. 


Untuk itulah Ibn Rusyd mendudukan ilmu logika sebagai ilmu yang pertama-tama harus diajarkan dalam lingkungan pendidikan.  Pentingnya kedudukan ilmu logika sebagai mana keterangan dalam hadis, “niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya”. (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii'). Ini juga yang mendasari Ibn Rusyd bahwa ilmu lebih priotitas dari pada amal, karena ilmu menerangi amal. Dan amal sudah jadi kemestian menjadi teman sejawat ilmu. Untuk itulah ilmu logika lebih prioritas.

Pendapat ini didasari pula oleh tujuan pendidikan yang menurut Ibn Rusyd, adalah melahirkan pemimpin kota (negara). Pemimpin kota adalah manusia utama yang memiliki kekuatan intelektual dalam mengendalikan hawa nafsu dari amarahnya, dan menundukkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dari syahwatnya, serta menjaga keseimbangan antar keduanya.

Untuk itu pula Ibn Rusyd menyetujui pendapat Plato, untuk mendirikan negara kuat harus mengangkat pemimpin dari kalangan filosof. Para filosof adalah mereka yang mencari pengetahuan mengenai wujud, menyelami tentang hakikatnya, dengan membebaskan diri dari materi. Filosof adalah kaum intelektual yang terbebas dari kebutuhan materi.

Sementara itu, sebab utama terjadinya pertikaian dan permusuhan adalah kepemilikan yang bersifat materi. Para filosof memiliki loyalitas tinggi bukan pada kepentingan pribadi, tetapi pada tugas-tugas mulia yang diembannya. Maka di tangan para filosof moralitas bangsa, pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan. Rakyat pun dituntut untuk loyal bukan pada penguasa tetapi pada pekerjaan sesuai dengan keahliannya masing-masing dengan penuh penghormatan kepada pemimpin yang mengatur negara.

Pelajaran ilmu logika yang mengarahkan manusia terbebas dari materi harus bersumber pada pengetahuan suprarasional. Kitab suci Al-Qur’an yang 1000 persen berisi pengetahuan suprarasional dari Tuhan, belum digali secara maksimal.

Logika berpikir sebab akibat adalah ilmu paling dasar yang harus diajarkan. Disiplin berpikir sebab akibat akan membantu membangun mindset dan karakter manusia calon pemimpin. Berpikir sebab akibat bisa diajarkan dari tingkat usia dini sampai pasca sarjana, disesuaikan dengan tingkat kecerdasan.

Pelajaran logika berpikir sebab akibat bisa diajarkan dengan bentuk permainan angka, huruf, kata, dan kalimat. Objek ilmu logika adalah menghubungkan kejadian  dengan kejadian, objek dengan objek. Dengan menghubungkan kejadian dengan kejadian, kita bisa menemukan pola-pola baku dalam berpikir, dibuktikan dalam kehidupan, kemudian kita sebut pola tersebut sebagai hukum atau ketetapan. Hukum dan ketetapan yang tidak berubah inilah yang kemudian disebut dengan ilmu. Dengan ilmu ini manusia dapat menemukan kesejahteraan hidupnya. Wallahu’alam.

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)

No comments:

Post a Comment