Saturday, August 12, 2017

ADAB JADI RAKYAT


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Diskusi serius, forum diskusi, debat di televisi, sampai obrolan di warung kopi,  terlalu fokus menyoroti, mengomentari, menghujati, mencelai, pemimpin. Padahal pemimpin yang dihujati, adalah hasil pilihannya sendiri dari sistem demokrasi. Terlalu asyik rakyat kita melihat ke luar dirinya. Bangsa ini telah terjebak menjadi bangsa buruk sangka, pendengki, pemarah,  dan suka saling menyalahkan.

Oleh karena terlalu sibuk melihat ke luar, prilaku masyarakat menjadi sangat keterlaluan. Prilaku buruk diapresiasi buruk, prilaku baik diapresiasi buruk. Padahal Tuhan mengajarkan manusia untuk berprasangka baik tanpa tergantung pada kondisi dan keadaan. Masyarakat sudah bergerak menjadi masyarakat yang melampaui batas kepatutan karena pikirannya dominan bercara pandang buruk.

Terlalu banyak tulisan-tulisan mengomentari buruknya prilaku pemimpin, tetapi sedikit sekali komentar tentang buruknya prilaku kerakyatan. Dari dunia luar, kita dipandang sebagai negara kacau yang tidak pernah bubar-bubar. Kekacauan ini dilihat dari prilaku kacau rakyat sehari hari yang tidak taat pada aturan.

Prilaku rakyat tidak jauh dari pemimpin yang dihasilkan. Jika pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, maka kualitas pemimpin menunjukkan kualitas rakyatnya. Maka dari itu, dalam demokrasi langsung, untuk memperbaiki kualitas pemimpin harus dimulai dari peningkatan kualitas rakyatnya, karena rakyatlah yang menentukan.
Nabi Musa tidak memberontak kepada Firaun, tetapi membawa hijrah penduduk ke tempat dan jalan yang benar
Ibn Rusyd membagi jiwa manusia dalam tiga daya, yaitu daya pikir, amarah, dan syahwat. Maka untuk memperbaiki kuliatas rakyat, harus dioptimalkan kemampuan daya pikirnya. Meningkatkan daya pikir tiada lain dengan cara menambah wawasan pengetahuan ilmu dan hikmah dari berbagai macam sumber untuk mengendalikan amarah dan syahwatnya.

Buang sampah sembarang, pasang iklan sembarang, jualan sembarang, parkir sembarang, mungut sumbangan sembarang, adalah prilaku rakyat tidak beradab di lapangan. Menyuap petugas, menggunakan fasilitas umum untuk pribadi, menyerobot tanah negara, menghambat percepatan pembangunan, penambangan liar, penebangan liar, dan pencemaran air. Menghina, menghujat, membuka aib, memfitnah, dan merencanakan jahat terhadap pemimpin, itulah gejala-gejala rendahnya peradaban masyarakat.

Prilaku masyarakat seperti ini harus dikendalikan, karena termasuk faktor yang membuat negara semakin kacau. Hak rakyat mengeluarkan pendapat harus dijaga, tetapi tidak melanggar adab-adab sebagai rakyat. Dalam negara demokrasi, untuk membangun bangsa yang kuat, harus diawali dari rakyat yang sehat dan cerdas, karena kualitas pemimpin akan dilahirkan dari rakyat yang berkualitas.

Adab menjadi rakyat sangat minim diajarkan, padahal ilmunya tersebar dalam berita kitab suci dan dunia riset ilmu pengetahuan. Adab sebagai rakyat harus diajarkan agar kesalahan-kesalahan dalam organisasi, lembaga, atau negara, tidak terdistribusi ke seluruh sudut kehidupan.

Adab terpenting yang harus diajarkan kepada rakyat adalah adab terhadap pemimpin. Adab mentaati, menghormati, dan menghargai pemimpin. Di dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa taat kepada pemimpin disamakan dengan taat kepada Allah.

“Barangsiapa menaatiku, maka ia berarti menaati Allah. Barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaati Allah. Barang siapa yang taat pada pemimpin berarti ia mentaatiku. Barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaatiku. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketaatan pada pimpinan tidak memiliki syarat keadaan. Ketaatan kepada pemimpin tidak dilihat dari usia, keturunan, kekayaan, dan agama. Ketaatan kepada pemimpin juga tidak melihat kebaikan dan keburukan prilaku pemimpin. Ketaatan kepada pemimpin adalah kemutlakkan dari Tuhan.

Rasulullah saw bersabda; “Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjuk Ku, dan tidak pula melaksanakan sunnah Ku. Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. Aku Berkata wahai Rasulullah apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu? Beliau bersabda, dengarlah dan taatlah kepada pemimpin mu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan taat kepada mereka. (HR. Muslim, No. 1847).

Ibnu Abil ‘Izz mengatakan, “hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat dzalim. Jika kita keluar dari mentaati mereka maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kedzaliman yang mereka perbuat. Bersabar pada kedzaliman mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah tidak membuat dzalim pemimpin selain karena kerusakan yang ada pada diri kita sendiri juga. (htttps/rumaysho.com).

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, ada seseorang yang bertanya kepada Beliau, “kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah), sedangkan pada zaman Nabi Muhammad saw tidak? Ali ra menjawab, “karena pada zaman Nabi Muhammad saw yang menjadi rakyatnya adalah aku dan sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian. (htttps/rumaysho.com).

Oleh karena itu Allah menetapkan untuk mengubah keadaan kaum menjadi lebih baik, hendaklah mengubah diri sendiri bukan mengubah penguasa yang ada di luar dirinya. Sesuai dengan firman Allah, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar ra’d, 13:11).

Namun demikian, Rasulullah bersabda, “tidak ada ketaatan dalam rangka maksiat. Kataatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf. (HR. Bukhari, No. 7257). Jadi jelas, ketidaktaatan hanya boleh kepada kemaksiatan bukan pada pemimpin. Maka, pemimpin yang berprilaku buruk, dzalim, selama tidak memerintahkan kepada kemaksiatan, sebagai rakyat terikat ketentuan taat kepada pemimpin.

Ketaatan kepada pemimpin sangat penting dipahami sebagai adab jadi rakyat agar kesalahan tertumpu pada satu titik yaitu pemimpin. Jika kesalahan tertumpu pada pemimpin, maka untuk memperbaikinya sangat mudah yaitu dengan mengganti pemimpin pada periode berikutnya. Itulah adab sebagai rakyat yang hampir terlupakan karena ajaran demokrasi yang tidak berpengetahuan. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)

No comments:

Post a Comment