Monday, May 6, 2019

FLEKSIBEL INTELEGENT

OLEH: MUHAMMAD PLATO


Inilah masa “triump of  the  Individual”, (Nasibitt & Aburdene, 1990, hlm. 13). Setiap orang memilih dan memiliki kebenaran berdasarkan pengetahuan yang ada dalam memorinya. Tidak ada lagi yang bisa melarang, kecuali mereka melanggar batas-batas kepatutan yang jelas dilarang berdasarkan kesepakatan bersama di dalam undang-undang. Setiap individu harus bisa saling menghargai, hidup damai berdampingan dalam perbedaan pendapat tentang kebenaran. Dirinya sendirilah yang akan memutuskan sesuatu itu benar, atau salah, sama atau berbeda.

Banyaknya sudut pandang tentang kejadian pada abad ini, kita butuh kemampuan fleksibel dalam memahami sebuah kejadian. Kemampuan ini dibutuhkan untuk menjaga bumi tetap damai dan sejahtera. Tujuan-tujuan berkuasa tidak lagi bisa dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan tetapi dengan kekuatan saling mempengaruhi dengan menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengendalikan opini. Kepemilikan media informasi menjadi alat utama untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan.

Kemampuan berpikir fleksibel adalah kemampuan memahami dan menerima pendapat orang lain berdasarkan kepemilikan pengetahuan yang ada dalam memorinya, dan mengembalikan segala kebenaran kepada pemiliknya yang mutlak yaitu Tuhan. Pengetahuan kita sebagai manusia terbatas, tidak bisa memahami segala kejadian secara komprehensif. Karakter manusia fleksibel intelegent cenderung berdialog saling menguji pola pikir dengan pendekatan logika, dan menghindari untuk saling mengklaim kebenaran yang mengarah pada permusuhan. Kebenaran di bumi bersifat sementara dan kebenaran mutlak ada di kehidupan setelah mati. Berpikir fleksibel akan membawa setiap orang kepada sikap-sikap sabar, santun, dan rendah hati. Sekalipun mengklaim kebenaran, upayanya akan dilakukan dengan cara-cara yang tidak menyakiti dan menghindari konflik melalui curah pendapat dengan memanfaatkan media informasi.

Teori Mnemohistory membenarkan siapa saja untuk memahami kejadian dari pengetahuan yang dimilikinya termasuk dari latar belakang agama yang dianut. Di dalam memahami agama pun, kemampuan fleksibel intelegen sangat dibutuhkan karena kemampuan ini akan membawa para pemeluk agama bisa hidup berdampingan dengan damai. Tuhan menciptakan alam semesta dengan takdir-takdirnya yang tak hingga.

Wahyu yang diturunkan sebagai maha karya Tuhan, memiliki variasi pengetahuan tak hingga (beyond). Ueberweg mengatakan bahwa, menurut para mistik, setiap teks dari Al-Qur’an mempunyai tujuh atau 70 atau 700 lapis penafsiran, arti harfiahnya hanya untuk kaum awam. Dari sana maka bisa dikatakan bahwa ajaran filosofis tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur’an, karena dari 700 penafsiran paling tidak pasti ada satu yang cocok dengan apa yang dikatakan oleh filosof. Namun demikian, di dalam dunia Islam, kaum awam nampaknya keberatan dengan semua ajaran yang keluar dari pengetahuan kitab suci. Pngetahuan semacam ini berbahaya, sekalipun tidak bisa ditunjukkan mana pengetahuan yang dianggap menyimpang. Pandangan kaum mistik, bahwa orang awam seharusnya memahami al-Qur’an secara harfiah tetapi orang-orang bijaksana (dalam pengetahuannya) mestinya tidak melakukan hal yang sama, nampaknya kurang bisa diterima oleh kaum muslim pada umumnya. Al-Ghazali termasuk salah satu tokoh yang menolak semua filsafat yang menulis buku berjudul kerancuan para filosof, yang mengatakan bahwa semua kebenaran yang dicari ada dalam Al-Qur’an, maka pemikiran spekulatif yang terlepas dari wahyu tidak diperlukan.  Filsafat Muslim di Spanyol berakhir dengan Ibnu Rushd; dan di wilayah lain dunia Islam ortodoksi yang kaku mengkahiri pemikiran spekulatif. (Russell, 2016, hlm. 566).

Fleksibel intelegent adalah kemampuan memahami suatu kejadian dari berbagai sudut pandang. (Muhammad Plato)
Fleksibel intelegent dibutuhkan oleh umat beragama khususnya Islam, mengingat kata Al-Qur’an memiliki makna katerkaitan, sebagai tanda bahwa  kebermaknaan lahir dari keterkaitan antar objek atau kejadian. Bencana dari sudut pandang invidivu berkultur memori agama Islam dapat menghasilkan berbagai macam mnemohistory.

TABEL. 1
FLEKSIBEL INTELEGENT MEMAHAMI BENCANA

PERISTIWA
SUDUT PANDANG (MEMORI)
PEMAHAMAN
BENCANA
"Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri”. (Yasin, 36:19).
Bencana dari kesalahan diri sendiri
“Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran, 3:146)
Bencana melatih sabar
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Ali Imran, 3: 174)
Bencana adalah nikmat dan karunia Allah.
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (An Nisaa, 3;79)
Keburukan dari Bencana adalah persepsi manusia terhadap kejadian
Katakanlah: "Allah menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya." (Al An ’aam, 6:64)
Bencana adalah cara Allah menyelamatkan manusia dari kesulitan
“Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri, (Ar Ra’ad, 13:31).
Bencana adalah akibat dari perbuatan kafir
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabuut, 92:2)
Bencana adalah ujian keimanan

Tabel di atas hanya sebagian contoh kecil bagaimana memori kita memahami sebuah kejadian. Memori (ingatan) kita akan mengemukakan pemahaman berdasarkan pengetahuan yang berhasil kita ingat. Jika pengetahuan-pengetahun dari kitab suci di atas tidak ada dalam memori, tidak mungkin manusia dapat memahami sebuah kejadian dengan banyak sudut pandang seperti pada table di atas. Persepsi kita tergantung pada pengetahuan yang diingat oleh memori kita.

Fleksibel intelegent adalah kemampuan memahami suatu kejadian dari berbagai sudut pandang. Fleksibel intelgent adalah keterampilan berpikir yang harus diajarkan kepada peserta didik. Kemampuan berpikir fleksibel akan membawa dampak kepada siswa selalu siap menerima perbedaan dan siap hidup damai saling menghargai dalam perbedaan.

Allah telah mengajarkan kepada manusia agar memiliki kemampuan berpikir fleksibel. Tujuannya agar manusia tetap optimis, selalu punya alternatif pemecahan masalah, kreatif, dan tetap dalam sabar. Kemudian dalam segala kondisi tetap mengingat dan menyembah Allah. Ilmu-ilmu alam, sosial, tujuannya tidak lain adalah melatih manusia untuk memiliki banyak sudut pandang terhadap kejadian, agar manusia bisa bertahan hidup dan tetap optimis menjalani kehidupan.

Bencana adalah noumena atau kehendak Allah yang transenden. Jika Kant mengatakan neoumena atau kehendak (menurut Schopenhauer) tidak dapat kita ketahui realitasnya, tidak salah karena kehendak Allah tidak mungkin kita ketahui sesungguhnya, Namun jika Schopenhauer mengatakan bahwa neoumena atau kehendak dapat kita ketahui dengan menangkap fenomena, dapat dipahami karena setiap fenomena adalah bagian dari kehendak Allah. “Dunia adalah kehendak dan bayangan (imaginasi); kehendak adalah realitas noumenal sebagai dasar, bayangan-bayangan adalah penjabarannya di alam fenomenal. (Suseno, 2003, hlm. 163). Allah Maha Tahu dan kita tidak tahu apa apa. Jangan menjadi tuhan pemecah belah, serahkan semuanya kepada Allah. Kita boleh memiliki kebenaran, tetapi Allah melarang memaksakannya. Wallahu’alam.

(PENULIS HEAD MASTER TRAINER)

No comments:

Post a Comment