Wednesday, May 1, 2019

TUHAN PEMECAH BELAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa”. (al-Anbiyaa, 21: 22).
Kedudukan apapun, baik besar atau kecil, sedikit atau banyak, ketaatan dari pada pengikut adalah satu-satunya pilihan. Menentang adalah kebinasaan. (al-Andalusi & al Ghurab, 2016, hlm. 94). Kepatuhan kita kepada imam (pemimpin) adalah kepada ketentuan Allah dalam kitab suci Al-Qur’an.
Al-Qur’an menjadi sumber dasar petunjuk untuk menjalankan kepemimpinan. Al-Qur’an akan menjelma kepada seseorang sebagai pemberi peringatan, yang tidak meminta upah dari kepemimpinannya. “tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” (Fathir, 35:24).  
Keberadaan seorang pemimpin yang dipatuhi adalah keniscayaan (kepastian). Rendahnya kualitas kepemimpinan ditandai dengan lahirnya tuhan-tuhan selain Allah. Kualitas pemimpin dilihat dari pada ketaatannya kepada pemimpin yang Mutlak. Kehancuran sebuah lembaga, bangsa, ditandai dengan lahirnya pemimmpin-pemimpin yang menghadirkan tuhan-tuhan menyesatkan ketaatan manusia kepada Allah.

"Tuhan-tuhan pemecah belah adalah ketaatan kepada kepemimpinan diri sendiri, yang cenderung mengingkari ketaatan kepada pemimpin dalam jamaah" (Muhammad Plato) 
Seakan-akan Allah berfirman, jika ada sekutu bagi Allah dalam hal kekuasaan, maka akan berakibat pada kehancuran. Otomatis satu kekuasaan adalah sebuah keniscayaan di satu lembaga atau negara. Tidak ada jalan lain untuk memberontak, tidak ada peluang untuk menentang, kecuali pemimpin itu tidak memenuhi syarat-syarat kepemimpinan. Seperti halnya imam dalam shalat. Jika sang imam sedang sujud, maka sujudlah bersamanya. Barang siapa mengangkat kepalanya sebelum sang imam melakukannya, maka sama halnya ubun-ubun orang itu berada dalam gengaman setan. (al-Andalusi & al Ghurab, 2016, hlm. 96-97).
Seorang hakim dia adalah imam dalam bidang yang digelutinya. presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, kepala sekolah, sampai ke pemerintahan terendah kepala keluarga bahkan individu adalah imam. Dan masing-masing imam akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinnya.
Tidak ada shalat berjamaah jika ma’mum tidak taat kepada imam. Seseorang yang tidak taat kepada imam akan kehilangan pahala berjamaah. Sebuah lembaga atau negara akan menandakan gejala  kehancuran, jika warga-warga negaranya sudah  kehilangan pahala berjamaah. Pahala berjamaah adalah ketaatan pada pemimpin, dan berwujud pada kedamaian dan kesejahteraan hidup, dan diaktualisasikan dalam akhlak saling memberi dan saling menutupi kekurangan dalam mencapai tujuan bersama.
Tuhan-tuhan pemecah belah adalah ketaatan kepada kepemimpinan diri sendiri, yang cenderung mengingkari ketaatan kepada pemimpin dalam jamaah. Diri-diri kita sendiri adalah tuhan-tuhan pemecah belah. Jika Allah sebagai pusat kekuasaan dan pemersatu, maka diri-diri kita sendiri yang tidak memerintahkan taat kepada Allah adalah tuhan-tuhan pemecah belah. Dalam kepemimpinan, diri-diri pemersatu adalah pemimpin-pemimpin yang tunduk, mengembalikan segala urusan sesuai perintah Allah. Maka ciri kepemimpinan dalam jamaah, lembaga, atau negara adalah para pemimpin yang selalu memberi peringatan untuk selalu taat kepada Allah sebagai pusat kekuasaan, untuk membimbing manusia menuju hidup damai dan sejahtera bersama.
Untuk itulah Allah memutlakkan berkhidmat kepada para pemimpin dalam lembaga-lembaga, untuk menjaga persatuan, perdamaian dan kesejahteraan dunia. Ketidakpuasan kepada pemimpin bisa diadukan kepada pemimpin lebih tinggi, sampai kembali kepada pemimimpin Mutlak yaitu Allah, yang memerintahkan untuk taat kepada pimpinan dan bersabar tanpa batas dalam menjaga ketaatan sampai Allah menentukan kebaikan dan keberuntungan yang besar bagi orang-orang sabar.
Dapat dipahami dengan akal sehat jika hadis Nabi sangat menekankan pentingnya ketaatan pada pemimpin karena sebagai wujud ketaatan pada perintah Allah dan Rasul. Selama manusia taat pada perintah Allah dan Rasulnya, akan selalu ada kabar gembira dibalik ketaatan itu.
“Barangsiapa menaatiku, maka ia berarti menaati Allah. Barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaati Allah. Barang siapa yang taat pada pemimpin berarti ia mentaatiku. Barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaatiku. (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah pentingnya umat manusia menjaga ketaatan kepada pemimpin, yaitu untuk menjaga pahala berjamaah dalam sebuah lembaga atau negara tetap terjaga. Semoga Allah memberi hidayah kepada kita untuk tetap berada dalam jamaah dan sejahtera lahir batin. Wallahu ‘alam.

(Penulis Head Master Trainer)

No comments:

Post a Comment