Sunday, May 12, 2019

ILMU KITAB

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Konsep ilmu sudah dikenal di dalam Al-Qur’an. “Musa berkata kepada Khidhr: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ILMU yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’" (Al Kahfi, 18:66). Bahkan secara khusus Al-Qur’an mengatakan ada konsep ilmu al kitab. “Berkatalah orang-orang kafir: "Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul". Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu dan antara orang yang mempunyai ILMU AL KITAB ". (Ar ra’ad, 13;43).

Dalam pandangan sekuler, ilmu memiliki definisi tersendiri. Dalam tulisan ini, saya tidak merendahkan pemikiran sekuler, tetapi hanya ingin membandingkan sebuah perbedaan berpikir antara sekuler dan integralis. Pandangan integralis diwakili oleh Kuntowijoyo (2006) dalam bukunya Islam sebagai Ilmu.

Salah satu perbedaan konsep dalam pendekatan sekuler dan integralis terjadi pada pengertian ilmu. Menurut pandangan sekuler, ilmu adalah pengetahuan yang telah digali melalui metode penelitian. Pengetahuan yang belum diverifikasi melalui metode penelitian, tidak layak dikatakan ilmu. Jika konsep ilmu semacam ini diterapkan pada kitab suci maka isi pengetahuan yang ada dalam kitab suci harus diverifikasi untuk layak dikatakan ilmu.

Dapat dipahami, tindakan memverifikasi kitab suci seolah-olah meragukan kebenaran kitab suci, maka memverifikasi pengetahuan yang ada dalam kitab suci dapat dianggap sebagai salah satu tindakan merendahkan kitab suci.

Di dalam penelitian ada dua kemungkinan terjadi yaitu hipotesis diterima atau hipotesis ditolak. Jika hipotesis dari kitab suci di tolak, maka kitab suci salah. Jika kitab suci salah, maka sangat tidak mungkin kitab suci salah.  Jika kasus ini terjadi, maka status kitab suci menjadi rendah dan tidak suci.

Inilah dasar pemikiran yang mengatakan bahwa kitab suci adalah kitab suci tidak perlu masuk pada ranah ilmu. Jika dipaksakan masuk pada ranah ilmu, khawatir kitab suci akan jadi bahan lecehan dan direndahkan karena ada kemungkinan apa yang dikatakan dalam kitab suci tidak sesuai kenyataan atau salah.  

Namun demikian, pengertian ilmu dari kitab suci sangat berbeda dengan padangan sekuler. Jika kita telusuri, di dalam Al-Qur’an kita bisa temui beberapa definisi. “Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya (‘ilman).” (Thaahaa, 20:110). Berdasarkan keterangan ini, ilmu adalah pengetahuan masa lalu dan masa yang akan datang.

“Dan orang-orang yang diberi (uutul’ilma) ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”. (Saba, 34:6). Ilmu adalah pengetahuan yang diturunkan Allah kepada manusia sebagai petunjuk jalan menuju kembali kepada Tuhan. Jadi seluruh pengetahuan yang terdapat dalam kitab suci adalah ilmu.

Prof. Fahmi Basya mengatakan ilmu adalah segala ketentuan yang berlaku pasti dan tidak mengalami perubahan. Di dalam Al-Qur’an kita bisa menemukan ketentuan-ketentuan yang berlaku pasti. Maka dari itu, kitab suci Al-Qur’an adalah kitab ilmu pengetahuan.

Jika seluruh isi Al-Qur’an adalah ilmu, maka tugas para ilmuwan adalah melakukan penelitian bagaimana aplikasi seluruh ketentuan yang ada di dalam Al-Qur’an dalam kehidupan. Penelitian dilakukan bukan untuk memverifikasi kebenaran seperti konsep penelitian positivistik pada penelitian ilmu sekuler, tetapi untuk menemukan penerapan yang tepat dalam kehidupan. Pola berpikir penelitian deduktif.

Atau sebaliknya penelitian dilakukan untuk memverifikasi temuan-temuan ilmiah sekuler di lapangan untuk diketahui kesesuain atau keterkaitannya dengan ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an. Pola berpikir penelitian induktif. 

"Seluruh pengetahuan yang terdapat dalam kitab suci adalah ilmu" (Muhammad Plato)
Paradigma ini sesuai dengan fungsi kitab suci, yaitu “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Al-Baqarah, 2:2). Lalu bagaimana dengan pengakuan dunia luar tentang paradigma ini? Hal terpenting dalam ilmu pengetahuan bukan pengakuan, tetapi bagaimana dampak bagi kesejahteraan masyarakat. Lain ladang lain belalang. Hidup orang Amerika, China, Jepang, berbeda, tetapi semua manusia diciptakan Tuhan dengan ketentuan yang sama. Meminjam istilah Imanuel Kant, perbedaan hanya  terjadi pada fenomena, sementara noumenanya pasti sama.

Sepengetahuan penulis kita sudah memiliki para ahli ilmu kitab. Prof. Fahmi Basya menemukan Matematika Islam, Dr. Nataatmadja menemukan Intelegensi Spiritual, Ary Ginanjar dengan ESQ, dan Aa Gym dengan konsep Manajemen Qolbu,  logika tuhan adalah pola berpikir sebab akibat yang dikembangkan merujuk pada Al-Qur’an. Dikembangkan melalui metode hubungan konsep, dan dikembangkan untuk tujuan menjadi panduan dalam berpikir sehari-hari, untuk selalu menghasilkan cara pandang berbeda dari biasanya dan selalu membawa ke arah optimis tanpa batas. Logika tuhan adalah ilmu kitab, dikembangkan untuk memandu kita menjadi manusia dengan intelegensi spiritual, punya kemampuan fleksibel intelegent, bisa hidup damai, sejahtera dunia dan akhirat.

Sebagai ilmu kitab, logika tuhan harus diajarkan kepada anak-anak, dewasa, dan tua. Baik di lingkungan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Wallahu’alam.

(Penulis Head Master Trainer) 

No comments:

Post a Comment