Saturday, May 18, 2019

LOGIKA TUHAN DAN AL-GHAZALI

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Jika Al-Ghazali sering digunakan oleh orang-orang untuk menyerang logika (akal), mari kita buktikan apakah Al-Ghazali begitu membenci logika? Dalam bukunya, “Kimiya As-Sa’adah” (Kimia Kebahagiaan), Al-Ghazali berbicara tentang siapa manusia?

Ketahuilah bahwa kunci mengenal Allah adalah mengenal diri sendiri sebagaimana firman Allah: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa al-Qur’an itu adalah benar”. (QS. Fushilat:53). Nabi Muhammad SAW, bersabda: “Barangsiapa mengenal diri sendiri makai a sungguh telah mengenal Tuhannya”.  Ruh adalah diri kita.

Ruh adalah esensi yang harus kita kenal agar kita bisa mengenal siapa diri kita. “dan mereka bertanya kepada mu tentang roh. Katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhanku,” (QS. Al-Isra’:85). Karena ruh adalah urusan Allah, maka mari kita lihat apa saja urusan Allah? “Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah,” (QS. Al-A’raf: 54).

Jika diri kita adalah Ruh, dan ruh adalah urusan Allah, kita bisa memahami bahwa urusan Allah adalah menciptakan dan memerintah. Ruh juga ada kaitan dengan tentara Allah, “dan tidak ada yang mengetahui tantara Tuhan mu melainkan Dia sendiri.” (QS. Al-Muddatstsir, 31).

Menurut al-Ghazali ruh adalah hati yaitu sebuah wadah yang berasal dari substansi malaikat. Di dalam diri manusia ada dua pasukan: pertama pasukkan lahir berupa syahwat (nafsu, emosi) dan ghadhab (amarah, ambisi). Tempat pasukan itu adalah tangan, kaki, mata, telinga, dan anggota tubuh lainnya. Kedua, pasukan batin. Mereka bertempat di otak yang memiliki kemampuan imajinasi, merenung, menghafal, mengingat, dan menduga. Kedua pasukan tersebut di bawah kekuasaan hati. Semua anggota tubuh patuh kepada hati, sebagaimana malaikat patuh kepada Tuhannya.  (al-Ghazali, 2004, hlm. 24).

Jiwa (Nafs) ibarat sebuah kota, tangan dan kaki adalah rakyat, nafsu sebagai penguasa, amarah sebagai polisi, hati sebagai raja, sementara akal sebagai menterinya. Hati sebagai raja akan mengedalikan pemerintahan hingga kerajaan dan wilayah sekitarnya menjadi aman. Sang raja butuh bertukar pendapat dengan para menteri  dan menjadikan penguasa lokal (nafsu) berada di bawah kewenangan menteri. Seandainya akal (menteri) berada di bawah kekuasaan nafsu (polisi) niscaya jiwa akan binasa dan hati akan merugi dikehidupan akhirat. (al-Gazhali, 2004, hlm. 27-28).

Hati adalah pengontrol akal, akal pengontrol indera, indera pengontrol jiwa. Sebaliknya jiwa pelayan indera, indera pelayan akal, akal pelayan hati. Al-Ghazali tidak menafikan akal (logika) dalam mengelola jiwa. Menurut al-Ghazali sekalipun akal tunduk kepada hati, dalam posisinya sebagai raja, hati perlu sering bertukar pendapat dengan akal, dan raja memberikan wewenang kepada akal untuk mengendalikan indera.

Al-Ghazali melarang berlogika murni mengandalkan indera, sementara hati memiliki kehendak dan punya logika. Laranga berlogiak dari Al-Ghazali tidak mematikan logika tetapi lebih membela logika hati sebagai bentuk ketundukkan akal kepada hati sebagai raja. Pernyataan al-Gazhali yang melarang berlogika indera, dalam rangka menjaga kedudukan hati sebagai raja. Akal diberi wewenang untuk mengontrol indera sebagai perintah hati, sementara indera melayani akal yang bekerja di bawah kendali hati.

Hati sebagai substansi malaikat mewakili malaikat Jibril sebagai penyampai wahyu. Hati adalah segala ketetapan yang terdapat dalam wahyu kitab suci Al-Qur’an. Memahami logika hati sama dengan memahami seluk beluk karakteristik Al-Qur’an dengan menggunakan akal (logika).

Akal bekerja dengan ketentuan berfikir sebab akibat. Pola pikir sebab akibat kemudian dikenal dengan ilmu logika. Sejak saat itu logika memahami hati (Al-Qur’an) dan logika memahami alam menjadi dua hal berbeda kadang bersebarangan kadang saling menguatkan. Al-Ghazali ingin menjaga keteraturan sebagaimana struktur ruh dalam jiwa bahwa hati adalah raja, maka tidak mungkin raja tunduk kepada logika indera, sudah seharusnya indera tunduk kepada logika hati dan indera harus melayaninya.

Logika Tuhan adalah logika yang digali dari Al-Qur’an sebagai sumber logika hati. Bertujuan seperti Al-Ghazali menjadikan hati sebagai raja dan indera harus taat kepada raja dengan melayani akal (logika) untuk melayani raja. (Muhammad Plato)
Logika tuhan adalah logika yang digali dari Al-Qur’an sebagai sumber logika hati. Bertujuan seperti Al-Ghazali menjadikan hati sebagai raja dan indera harus taat kepada raja dengan melayani akal (logika) untuk melayani raja. Logika tuhan memperkuat pemikiran Al-Ghazali, yaitu menjadikan hati sebagai raja dengan memberikan wewenang kepada akal untuk mengendalikan indera. Sebagai mana pemerintahan dalam kota, raja tidak aktif mengatur penguasa lokal dan mengawasi polisi. Raja cukup memberi wewenang kepada perdana menteri (akal) yang taat kepada logika hati untuk mengendalikan penguasa-penguasa lokal dan polisi. Akal bekerja dengan logika tuhan yang menyuarakan suara-suara hati sebagai raja. Sesungguhnya hati sebagai raja, dan akal sebagai perdana menteri, keduanya pembawa kebenaran dari Tuhan yang mengajarkan logika-logika Tuhan kepada manusia dalam kitab suci. Wallahu’alam.

(Penulis Head Master Trainer) 

No comments:

Post a Comment