Wednesday, December 10, 2025

KALAU BERDEBAT JANGAN MENCELA

Oleh: Muhammad Plato

Jika seorang pendebat mengemukakan celaan kepada lawan debat, tinggalkan perdebatan. Seorang pendebat yang mencela lawan debat akan mengundang kebencian dan bukan ilmu yang disampaikan, tapi permusuhan. Allah mengisyaratkan dalam Al Quran. "dan bantahlah mereka dengan cara yang baik" (An Nahl, 16:125).

Ciri dari orang berilmu jika berdebat tidak mencela. Ketika orang berilmu mencela pendapat orang lain, maka dia telah menjadi pemilik kebenaran sedangkan kebenaran bukan miliknya. Tugas orang berilmu adalah menyampaikan kebenaran dengan hikmah, untuk mengajak orang berpikir melakukan refleksi.

Syeh Abdul Qadir Al-Jailani membagi ilmu menjadi empat, yaitu syariat lahiriah berupa hukum-hukum, syariat batiniah disebut ilmu tarekat, tarekat batiniah disebut makrifat, dan batiniah batin disebut ilmu hakikat. Nabi Muhammad bersabda, "syariat bagaikan pohon, tarekat bagaikan cabangnya, makrifat bagaikan daunnya, dan hakikat adalah buahnya".


 
Menurut Al Jailani pada setiap tingkatan ilmu, ada hawa nafsu akan datang menggoda. Pada level syariat hawa nafsu menggoda mengajak melakukan sesuatu berlawanan dengan syariat. Pada level tarekat, hawa nafsu menggoda mengajak melakukan sesuatu sesuai syariat tetapi menipu, dengan mengaku nabi atau wali. Pada level makrifat nafsu mengganggu dengan berbuat syirik dengan mengaku tuhan.

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, (Al Jaatsiyah, 45:23).

Al Jailani mengatakan, pada level hakikat setan, nafsu, malaikat, tidak dapat masuk, karena selain Allah semua makhluk akan terbakar. Pada level hakikat nafsunya sudah mendapat rahmat dari Allah.

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Yusuf, 12:53). 

Musuh terbesar dari orang-orang berilmu adalah hawa nafsu. Rasulullah saw bersabda, "musuh mu yang paling berbahaya ialah hawa nafsu mu yang berada di antara kedua lambung mu". Musuh itu ada dalam wujud diri seperti nafsu amarah (jiwa tiranik), Nafsu lawamah (jiwa mencela diri sendiri), dan nafsu mulhamah (jiwa yang terilhami).  

Jiwa-jiwa terilhami menjadikan Al Quran sebagai pedoman dalam setiap langkah. Jiwa terilhami mereka tetap menjadi manusia dan menyatakan dirinya sebatas menyampaikan kebenaran dari Allah yang telah disampaikan kepada Rasulnya.

Orang yang sudah mencapai ilmu hakikat, semua ucapannya kebaikan bagi diri dan yang mendengarnya. Mereka lebih banyak sadar tentang dosa-dosa batin yang dilakukannya. Sehingga Rasulullah mencontohkannya dengan beristigfar setiap hari 100 kali. Sebagaimana Allah berfirman, "mohon ampunlah atas dosamu." (Muhammad, 47:19).

Buah dari Ilmu adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw, "berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah". Manusia yang sudah bekahlak dengan akhlak Allah, sifat-sifatnya mengikuti sifat Allah. Allah berfirman dalam hadis Qudsi, "jika Aku telah mencintai hamba, Aku akan menjadi pendengarannya, penglihatannya, lidahnya, tangannya, dan kakinya. Maka dengan Ku dia mendengar, dengan Ku dia melihat, dengan Ku dia berbicara, dengan Ku dia marah, dan dengan Ku dia berjalan.".

Mencela bukan sifat dari manusia berilmu, karena manusia bukan Tuhan. Manusia berilmu berakhlak dengan akhlah Allah, dan Allah dikenal dengan sifat-sifat baik. Maka seluruh pekataan yang keluar dari mulut orang berilmu mengandung kebaikan dari Allah.***