Friday, October 23, 2015

ABAD EVERYMAN (SETIAP ORANG)



Saat ini adalah abad Everyman (setiap orang). Abad profesi telah berlalu. Adalah tugas setiap muslim-pria, wanita, atau anak-anak untuk terlibat (memahami dan menyebarkan kebenaran), sesuai dengan kemampuan masing-masing. (Deedat: 1999).

Abad everyman dilatarbelakangi oleh lahirnya serangkaian buku baru dengan tujuan membekali setiap pria atau wanita untuk mempelajari seni atau keterampilan seperti: pipa ledeng, barang pecah belah, bagian-bagian kayu dalam rumah, dan lain-lain dengan belajar di rumah. Dengan demikian tidak ada lagi tenaga-tenaga profesional, saatnya setiap orang bisa mengerjakan berbagai macam jenis pekerjaan, dengan belajar sendiri.

Faktor lain yang menunjang abad everyman adalah berkembangnya teknologi informasi. Dengan mudahnya akses internet melalui smart phone, tablet, laptop, dan berkembangnya berbagai macam media sosial, telah memudahkan setiap orang untuk mengakses berbagai macam informasi yang dibutuhkan. Informasi tentang hidup sehat, penyembuhan penyakit, resep masakan, resep kue, dan lain-lain, termasuk berbagai tafsir Al-Qur’an, hadist, aliran agama, bisa diakses oleh setiap orang.

Kini, telah terjadi demokratisasi pengetahuan. Semula pengetahuan terbatas milik kaum bangsawan. Pengetahuan hanya bisa didapat melalui lembaga-lembaga informal yang dianggap memiliki otoritas sebagai pemilik ilmu pengetahuan atau lembaga-lembaga formal yang disyahkan oleh penguasa. Kini pengetahun menjadi milik semua orang, maka dari itu kita tidak lagi mengenal spesialisasi, tanggung jawab bukan lagi ada dalam sebuah kelompok, tapi berada di individu-individu.

Ahmed Deedat ingin mengingatkan bahwa dalam beragama kadang-kadang kita lupa mana kebenaran dan mana prasangka. Dalam beragama kita sering terjebak pada prasangka karena kebiasaan yang telah terprogram sejak kecil oleh kebiasaan, atau tradisi. Karena prasangka sudah terprogram, didoktrinkan sejak kecil, maka bagaimanapun kebenaran dengan terang mereka tidak dapat menemukan kebenaran.

Dalam agama Kristen, mengimani kitab suci lebih utama dari pada memahaminya. Padahal pemahaman dapat meningkatkan keimanan. Dalam agama Hindu, hanya Brahmana sebagai strata tertinggi yang memiliki tugas untuk membaca dan mempelajari kitab suci. Golongan terendah yaitu Paria, jangankan membaca mendengarkan saja tidak boleh. Monopoli kaum Brahmana dalam membaca dan memahami kitab suci menjadi salah satu bentuk ketidakadilan yang diciptakan oleh agama.
  
Di abad everyman setiap orang memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman keagamaannya dan bertugas menyampaikankannya kepada semua orang. Fasilitas itu tersedia melalui berbagai aplikasi teknologi inforamsi. Gerakan menyebarkan kebenaran bukan lagi gerakan kelompok, tapi gerakan semesta (gerakan semua orang).

Inilah pandangan Ahmed Deedat. Beliau mengemukakan setelah memahami kebenaran, tetapi banyak orang tidak mau memahaminya dengan alasan bertaklid kepada otoritas yang mereka percaya lebih tahu tentang kebenaran. Mereka telah diprogram untuk tidak tahu kebenaran diprogram untuk takut pada otoritas kelompok bukan pada Tuhan.

Islam adalah agama yang tidak mengenal otoritas sebuah kelompok dalam menafsirkan wahyu Allah. Hal yang dikenal dalam Islam adalah kewajiban untuk bermusyawarah dalam memutuskan suatu perkara. Jika tidak ada kesepakatan, tidak boleh mengakui diri paling benar tetapi menyerahkan semua keputusan nanti dihadapan Allah. Saling menghormati, saling memberikan kesempatan, adalah proses untuk menemukan kebenaran. Untuk itu ajaran agama Islam menghendaki terciptanya individu-individu cerdas dan taat pada Tuhan, bukan individu-individu yang manut, taat pada doktrin kelompok.

Di abad everyman, dibutuhkan individu-individu cerdas, yang mau memahami (membaca) kitab suci, menemukan kebenaran dengan haqul yaqin, mengimaninya, dan betanggung jawab mengajarkannya kepada seluruh umat manusia dengan menggunakan berbagai cara dan media. Individu-individu cerdas adalah mereka yang tidak mengklaim kebenaran sebagai milik pribadi tetapi milik Tuhan yang telah menciptakannya.

Tuhan memerintahkan untuk selalu memperbaiki diri masing-masing. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar ra’d [13] : 11). Walahu’alm.
   
(Muhammad Plato, Penulis Buku Hidup Sukses Dengan Logika Tuhan. @logika_Tuhan)

No comments:

Post a Comment