Sunday, October 25, 2015

IBU BAPAK BUKAN ALLAH



Tulisan ini bertujuan saling mengingatkan, karena ada kasus orang tua yang membajak ayat Tuhan dengan memosisikan dirinya sebagai Tuhan. Memaksa anak-anaknya melakukan sesuatu di luar kemampuan. Membebani anak-anaknya memenuhi keinginannya di luar kemampuan. Lalu orang tua mengancam layaknya Tuhan, dengan kutukan-kutukan yang sangat menyeramkan.

Orang tua itu lupa bahwa Tuhan tidak pernah memaksa. Orang tua itu lupa, bahwa segala sesuatu berada di atas kehendak Tuhan. Jika menginginkan sesuatu, seharusnya orang tua memaksa kepada Tuhan bukan kepada anak-anaknya.

Ada juga kasus, seorang anak berusaha melanggar perintah Tuhan demi untuk memenuhi keinginan orang tua. Alasannya takut melukai hati orang tua, dan tidak mendapat ridha Tuhan. Kemudian Dia berlaku tidak sabar, tergesa-gesa seperti setan, melukai orang-orang terdekatnya, membuat perselingkuhan, berdusta, tidak berani jujur, karena ingin memenuhi keinginan orang tua.
  
Benar! Ibu memiliki kedudukan tiga kali lebih tinggi dari Bapak. Benar! Kebaikan untuk anak-anak akan terhambat karena tidak ada restu dari orang tua terutama ibu. Benar! Posisi Ibu Bapak jadi penentu keberhasilan anak, dan telah ditetapkan Tuhan dalam Firman-Nya;

“...janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin ...Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; (Al An’aam:151).

Sekalipun kedudukan ibu menjadi penentu keberhasilan anak, namun perlu diwaspadai, kedudukan ibu, bapak, bukan sebagai Tuhan. Tugas anak terhadap ibu bapak adalah berbuat baik bukan taat, patuh, dan menyembah.

Perlu diingat juga, perintah berbuat baik bukan hanya kepada orang tua, tapi lihat ayat di atas, kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Berbuat baik kepada kaum kerabat bukan hanya diukur dari hubungan darah tapi orang-orang baik yang ada di sekeliling kita. Karena kekeraban ada dua dasar yaitu hubungan darah dan hubungan baik. Jadi selain ibu bapak yang berhak mendapat pelakukan baik juga orang-orang baik disekeliling kita, termasuk anak-anak yatim, dan fakir miskin.

Lalu bagaimanakah cara berbuat baik kepada ibu bapak? Jika kita perhatikan kata perintah berbuat baik kepada ibu bapak (orang tua), berkaitan langsung (dituliskan satu redaksi) dengan kata-kata kerja sebagai berikut:


“kata-kata baik, shalat, zakat, memenuhi janji”. (Al Baqarah:83).
“jangan menyekutukan, jangan membunuh dan berbuat keji," (Al An’aam:151)
"Berkata mulia, jangan membentak," (Al Israa:23)
“berbakti” (Maryam:14).
“berjihadlah, Berserah diri, berpegang pada tali Allah” (Al Hajj:78)

Dari kata-kata yang terkandung dalam lima ayat di atas, tidak ditemukan perintah secara langsung kepada seorang anak untuk patuh, taat, kepada ibu bapak atau orang tua. Taat dan patuh hanya kepada Allah swt. semata. Allah adalah Pendominasi, Pengendali, Penentu, Penguasa, Raja, seluruh manusia. Tidak boleh ada yang mendominasi manusia selain Allah, sekalipun orang tua.

Perintah Allah kepada setiap anak adalah memperlakukan orang tuanya dengan baik atau berbakti dengan sebaik-baiknya. Berbuat baik dengan sungguh-sungguh (sesuai kemampuan), mulai dari berkata-kata mulia (agar bahagia), jangan membentak (agar tidak sakit hati), memenuhi janji kepadanya, memberi nafkah (sedekah sekalipun dengan doa), tidak membunuh, dan mendoakan (shalat).

Berlaku baik tidak sama dengan berlaku patuh atau taat kepada orang Tua. Mengikuti apa keinginan orang tua tidak dalam arti patuh, tetapi sebagai bentuk ketaatan anak kepada perintah Allah, bahwa anak harus berbuat baik pada ibu bapak.

Tidak semua keinginan orang tua harus dipenuhi. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an; “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al Israa:23). Ayat ini memberi rambu-rambu agar jangan sampai menjadikan orang tua sebagai berhala, dan menolak keinginan orang tua jika mengarah pada prilaku menyekutukan Tuhan.

Berbuat baik dengan mengikuti segala keinginan orang tua, tentu harus mempertimbangkan kondisi dan kemampuan. Ketika keinginan orang tua mengarah pada praktek menyekutukan Tuhan, maka anak harus menolak dengan pilihan kata-kata mulia dan tidak menyakiti. Inilah kecerdasan yang harus dimiliki oleh seorang anak yaitu menolak dengan pilihan kata-kata mulia.

Ketika orang tua menginginkan sesuatu dari kita yang tidak bisa kita penuhi karena di luar kemampuan, katakan saja kepada mereka, “kita termasuk orang yang berserah diri kepada Allah”. Katakan pula, “bersabarlah, jika Allah menghendaki, niscaya apa yang kita inginkan akan terjadi, semua yang kita inginkan mengikuti ketentuan Allah”. Inilah kata-kata mulia yang harus diucapkan berulang-ulang seorang anak terhadap ibu bapaknya.

Jadi ukuran kata-kata mulia adalah kata-kata yang tidak mengandung penyekutuan, penentangan, terhadap kehendak Tuhan.  Kata-kata mulia adalah kata yang selalu mengarahkan anak dan orang tua kepada ketaatan, kepatuhan, dan kepasrahan kepada takdir Tuhan.

Tidak ada dosa bagi seorang anak yang belum bisa memenuhi keinginan ibu, bapaknya, karena ketidakmampuannya. Hendaklah anak-anak yang belum bisa memenuhi keinginan ibunya dengan berpegang teguh dan berserah diri kepada Tuhan. Berpegang teguh dengan memperbanyak shalat, dzikir, sedekah, puasa, (usaha bathin), dan usaha lahir.

Perbanyak shalat dengan melaksanakan shalat dhuha, tahajud, hajat, dll. Perbanyak dzikir, seperti baca 
Al-Qur’an, istgifar, shalawat, tahlil, tahmid, dll. Perbanyak sedekah dengan membantu kesulitan sesama manusia, tolong menolong, dan penuh harap kepada Allah swt (ikhlas). Ketentuan Allah swt, siapa yang paling banyak mengingat-Ku, Dia akan mendapat keberuntungan dari arah tidak disangka-sangka.

Jika mendesak, hiburlah orang tua dengan kata-kata mulia sebagai berikut, “untuk mewujudkan keinginan ibu, bapak, saya sedang melaksanakan shalat dhuha 12 rakaat tiap hari,  tahajud 11 rakaat setiap malam, setiap hari menyisihkan uang 2000 rupiah untuk membantu orang miskin, puasa sunah tiap senin dan kamis, dll.” Kemukakan kepada orang tua apa saja upaya-upaya yang telah kita lakukan di jalan Allah untuk mewujudkan keinginan orang tua, supaya orang tua terhibur. Selain itu kata-kata ini dapat mengingatkan orang tua, agar selalu memohon pertolongan kepada Allah, bukan memaksa kepada sesama manusia.

Hiburlah terus orang tua dengan kalimat-kalimat yang mengingatkan mereka kepada Allah, swt. Mudah-mudahan mereka sama-sama diberi kesadaran bahwa semua kehendak ada di tangan Allah, dan kita semua hanya bisa berusaha, dan berserah diri atas kehendak Allah swt. Semoga kita diberi kesabaran untuk selalu taat berada di jalan Allah.  Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, Penulis Buku Hidup Sukses Dengan Logika Tuhan Follow: @logika_Tuhan).

No comments:

Post a Comment