Monday, October 9, 2017

MASYARAKAT GAGAL BERAGAMA


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Seumur baru sekali mendengar khutbah shalat Jumat, yang menjelaskan tentang larangan mengunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi. Sehingga menurut pendapat khotib saat itu, berjualan di trotoar adalah perbuatan dilarang agama, karena sama dengan mengambil hak orang lain untuk kepentingan pribadi.
Setelah itu, nyaris tak terdengar khotib-khotib membahas tata cara hidup bermasyarakat sesuai ajaran agama dengan mengangkat kasus-kasus di masyarakat. Padahal khutbah jumat adalah kesempatan emas untuk mendidik umat dengan biaya gratis.

Bayangkan untuk mengumpulkan 100 orang peserta seminar kita harus promosi, sewa gedung, pesan konsumi, dan catering. Untuk seminar butuh biaya besar, sedangkan untuk mendengarkan khutbah dan shalat jumat orang datang sendiri. Khutbah jumat seharusnya dikemas sebaik mungkin agar setelah pulang jumatan masyarakat muslim menjadi cerdas, dan punya bekal untuk menyelesaikan masalah hidup.
 
Selain masalah pedagang kaki lima, di masyarakat telah terjadi kebiasaan melakukan penyerobotan lahan pemerintah, jalan umum, dan ruang terbuka, untuk kepentingan pribadi. Daerah resapan air kota Bandung di bagian utara, kini habis jadi pemukiman dan tempat kuliner yang dikelola oleh masyarakat. Di wilayah Cianjur selatan, banyak tanah-tanah milik negara berubah menjadi milik pribadi dan ditempati menjadi pemukiman.

Gejala ini terjadi, akibat semakin padatnya jumlah penduduk dan tidak merata penyebarannya. Di wilayah kota, dalam lingkungan perumahan ruang kegiatan terbuka yang disediakan pengembang, bukan lagi tempat bermain anak-anak, tapi jadi tempat parkir mobil pribadi. Jalan perumahan yang sempit juga digunakan parkir motor warga dan tempat jemur pakaian. Inilah gejala kehidupan sosial yang tidak sehat di kota-kota besar.

Pemerintah DKI Jakarta yang akan memberlakukan syarat punya lahan parkir bagi pemilik kendaraan adalah upaya pendidikan masyarakat agar tidak menyerobot hak umum. Parkir mobil di jalan umum, gang, trotoar, adalah pelanggaran yang sangat merugikan orang banyak.

Masyarakat juga kerap menggunakan jalan untuk kepentingan pribadi, dengan mengelar hajatan menutupi jalan umum. Pemasangan tenda pengantin, panggung hiburan, memakan setengah badan jalan bahkan menutup total.

Demi hajatan pribadi, jalan ditutup sampai berhari-hari dan setelah selesai tidak cepat-cepat dibongkar. Kebiasan ini terjadi hampir di setiap daerah, dan tidak ada upaya edukasi dari pemerintah atau tokoh masyarakat, ulama, petugas, yang melarang fasilitas umum digunakan untuk kepentingan pribadi.

Sebenarnya kita tidak bisa membenarkan sesuatu atas dasar karena keadaan mendesak. Kehidupan masyarakat harus tetap mengacu kepada aturan hukum yang berlaku dalam kondisi apapun, terutama mengacu pada aturan kehidupan yang didasari nilai-nilai ajaran agama.

Perintah Allah bagi orang-orang beragama, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,” (QS. An Nisaa’: 29). Ajaran ini seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat.

Menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi sama dengan mengambil hak orang lain dengan dzalim. Rasulullah saw, dalam hadis menjelaskan. “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zhalim, maka pada hari kiamat ia akan dihimpit dengan tujuh lapis bumi”. [HR. Muslim No.3023]. Dahsyatnya ancaman bagi para pengambil hak orang lain, memberi sinyal bahwa prilaku ini sangat dilarang keras dilakukan oleh orang-orang beriman.

Membina penelitian masalah-masalah sosial di masyarakat

KH.Ovied.R yang berkedudukan sebagai dewan fatwa dari Malasyia, bersepakat apabila terjadi adanya bertentangan kepentingan (kemaslahatan umat), maka didahulukanlah kepentingan yang lebih mendasar (kepentingan yang lebih besar).”

Demikian juga dengan Dr. H. Ahmad Zuhri, Lc. MA. Ketua Komisi Fatwa MUI dari Kota Medan menyimpulkan jika jalan umum atau tempat milik umum sengaja digunakan untuk acara tertentu baik bersifat pribadi atau untuk kepentingan tertentu yang menyebabkan terjadinya keresahan atau mengganggu kepentingan umum, maka hukumnya Haram bagi panitia yang membuat acara tersebut. Fatwa ini memiliki dasar kuat karena sejalan dengan keterangan dalam kitab suci Al-Qur’an dan hadis.

Fatwa ini sangat mengikat, karena pada prinsipnya agama mengatur manusia agar tidak berbuat merugikan orang lain. Semua ajaran agama menuntut manusia menjadi makhluk yang membawa kesejahteraan bagi alam. Sesungguhnya Tuhan menciptakan alam semesta dengan prinsip saling memberi manfaat, sehingga dengan prinsip ini akan terjadi kesimbangan hidup, kedamaian, dan kesejahteraan bagi alam.

Sejam, sehari, sejengkal, dua jengkal, jika dengan sadar merugikan orang lain, sesungguhnya kita telah gagal menjadi masyarakat beragama. Bagaimana bisa dikatakan masyarakat beragama, jika berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan menjadi kebiasaan, masyarakat hidup  merugikan orang lain.

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”; (Asy Syu’araa, 26:183)

Jika alam diciptakan oleh Tuhan dengan prinsip memberi, maka manusia-manusia pengambil hak orang lain adalah manusia keterlaluan, dan melampaui batas ketentuan Tuhan. Mereka adalah produk gagal dalam memahami ajaran agama. Wallahu ‘alam. 

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan).

No comments:

Post a Comment