Thursday, April 20, 2023

PENYEBAB ATHEIS

Oleh: Muhammad Plato

Kita harus banyak mendengar apa yang dialami hidup orang lain. Dari jumlah 7 miliar lebih umat manusia, kita pasti masih termasuk orang yang beruntung. Hal yang tidak dapat dipungkiri dari keberuntungan kita saat ini adalah hidup dalam suasana damai. Alam Indonesia yang subur telah menyediakan air, udara, buah, sayuran, dan lingkungan yang nyaman.

Namun di tengah kenikmatan hidup yang kita rasakan, ada orang-orang yang sedang berjuang mencari jati diri, dan mempertahankan hidup keluarganya. Di saat kantung perut kita penuh, ternyata masih ada orang-orang di luar sana yang sedang berjuang mencari makan. Dalam kondisi terdesak dengan terpaksa mengais rezeki dengan cara-cara curang, bahkan dengan kekerasan. 

Di saat kita menikmati keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, di luar sana ada orang yang mulai muak kepada Tuhan dan pengikutnya, karena pengikutnya tidak pernah mengerti keadaan, sekalipun sudah jujur bahwa dirinya lapar. Sedikit demi sedikit kepercayaannya kepada Tuhan mulai luntur. 

Akhirnya orang itu terlunta-lunta mencari kebenaran sekemampuannya. Mentor-mentor yang pernah di datanngi, rata-rata menghakimi dan menyalah-nyalahkan dengan mengeluarkan ancaman atas nama Tuhan. Kejadian ini semakin tegas bahwa keyakinan kepada Tuhan yang dipeliharanya tidak memberi efek pada kehidupan. Di luar sana ada orang yang merasa kesulitan bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Apakah hukum-hukum Tuhan itu ada, faktanya mereka belum mendapatkan keyakinan.

Gejala Atheis terjadi karena akumulasi pengetahuan dan pengalaman hidupnya yang tidak pernah bertemu damai dengan Tuhan. Gejala Atheis dirasakan karena orang-orang cepat menyerah pada keadaan. Ketidaksabaran menanti datangnya pertolongan Tuhan menjadi faktor kekecewaan seseorang pada Tuhan. Mereka yang Atheis juga gagal melihat ajaran Tuhan, karena melihat agama dari para pelakunya yang selalu memperlihatkan cangkang. 

Pengajaran agama yang kurang logika, menjadi gejala fisik yang terkadang terlihat norak. Gejala fisik seperti wanita-wanita kampus yang gagal menempuh ujian intelektual, sehingga mereka fokus pada penampilan fisik dengan modal dempul berjuta-juta. Ajaran agama yang kurang logika, kadang penuh tebal dengan dempul padahal dalamnya penuh karat. 

Bagi kita yang sudah beragama dengan angkuh, memakai pakaian khas dan disanjung-sanjung, rasa-rasanya tidak seperti itu yang di ajarkan Nabi Muhammad. Dalam imajinasi sejarah kisah Nabi, Beliau hidup dengan penuh kesederhanaan, menjaga kondisi tetap miskin, dan meninggal dalam kondisi miskin padahal pengaruhnya terus menyebar ke seluruh dunia.  

Jelas sekali kesejahteraan hidup bukan dari kepemilikan tetapi kedermawanan. Ramadan adalah peringatan agar setiap orang tidak larut dengan makan-makan. Ramadan jangan identik dengan makan balas dendam karena seharian tidak makan. Acara Ramadan bukan buka bersama, bisa jadi harusnya nyepi atau itikap hati. 

Kasian mereka yang berjuang mencari jati diri, berusaha mencari guru-guru yang bisa mengerti keadaan diri dan keluarganya. Ilmu klenik, mistik, yang diajarkan guru-gurunya menambah beban murid-muridnya hingga jadi gila. Sampai kapan agama jadi lawakan, cerita aib, menghina golongan, dan sumpah serapah karena menganggap diri benar?

Kisah sejarah Nabi Muhammad akhirnya bukan peperangan. Kisah Nabi Muhammad pada akhirnya adalah membebaskan Mekah dari kepercayaan bodoh, digantikan dengan kepercayaan suci dari benda-benda, dan penuh dengan ampunan. Itulah ujung cita-cita Nabi Muhammad dalam misi kerasulannya sebelum ajal menjemputnya.*** 


No comments:

Post a Comment