Saturday, January 26, 2013

RAHASIA SUKSES MEMBINA KELUARGA

Saya tersadar untuk berbagi dengan kawan-kawan semua, setelah mendengar seorang ibu menangis terisak-isak, menangisi nasib anak perempuannya yang sudah sekian puluh tahun menikah ternyata harus berakhir dengan perceraian. Si ibu berkata, “jika saya yang disakiti, saya bisa bertahan, tetapi kalau anak yang disakiti, nelangsa rasanya hati ini”.

Lalu apa gerangan yang membuat pernikahan anak perempuan ibu itu kandas setelah 10 tahun bertahan? Diceritakan bahwa selama membina rumah tangga, anak perempuannya tidak pernah rukun dengan ibu mertua. Tidak disadari kondisi ini membuat suami duduk dalam persimpangan jalan (galau). Akhirnya cerai adalah cara suami untuk mengakhiri kegalauannya, dan lebih memilih kembali kepada pangkuan ibu yang telah melahirkan dan menyusuinya.    

Mari kita belajar dari kejadian ini, dan kita doakan semoga kawan-kawan yang sedang mengalami masalah ini diberikan hidayah oleh Allah swt untuk menyelesaikannya dengan damai dan sejahtera. Bismillah... kita analisa di mana sebab utama kegagalan rumah tangga anak perempuan ibu itu.

Rahasia sukses dalam membina keluarga bahagia dan sejahtera adalah menjaga silaturahmi antara menantu dengan mertua. Hubungan tidak harmonis antara menantu (istri) dan mertua (ibu), bukan kali pertama dan bukan hanya terjadi di masyarakat kita. Hal ini terjadi di masyarakat dunia, dan di negara-negara maju sekalipun.

Dosen saya waktu kuliah pernah cerita. Di masyarakat Barat, dalam sebuah iklan piring sosok mertua (ibu) digambarkan sebagai sosok yang menakutkan. Ketika sang menantu (istri) sedang mencuci piring, tiba-tiba mertua (ibu) datang. Sang menantu (istri) kaget, sampai piringnya terjatuh ke lantai tetapi piring itu tidak pecah.

Yang ingin disampaikan dalam iklan itu bukan mertuanya yang menakutkan tapi iklan produk piring anti pecah. Namun dari iklan itu, kita bisa membaca fenomena hubungan kurang harmonis antara menantu (istri) dengan mertua (ibu) merupakan gejala umum. Kasarnya kalau dianalogikan persis seperti film kartun Tom and Jerry.

Lalu bagaimana agar hubungan menantu (istri) dan mertua (ibu) harmonis. Mari kita kembali kepada ketentuan Tuhan. Sekuat apapun perkawinan dipertahankan, jika tanpa ketaatan pada ketentuan Tuhan, semuanya akan berakhir berantakan, seperti yang dialami anak perempuan ibu di atas.

Ketentuan pertama yang paling mendasar dan tidak boleh tidak, harus ditaati adalah ketaatan seorang anak kepada perintah Tuhan yaitu supaya berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya...”. (Al Israa:23)


Selama kita hidup, kewajiban sebagai anak kepada orang tua tidak akan bisa dibatalkan, kecuali kita dilahirkan dari batu. Kewajiban anak berbuat baik pada orang tua, sudah jadi sunatullah (ketentuan Allah) yang tidak akan pernah bisa diubah.

Sekarang bagaimana jika kita sudah berkeluarga? Apakah kewajiban berbakti kepada orang tua masih berlaku? Tentu masih. Namun dalam sebuah keluarga terjadi lagi hirarki, sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Tuhan.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita”,... (An Nisaa:34)

Seorang perempuan (istri) sudah ditentukan berkewajiban untuk taat kepada suami yang dijadikan Allah sebagai pemimpin dalam keluarga. Dalam kehidupan keluarga, ketaatan istri harus sudah seperti tidak terpisahkan lagi dengan suami. Dalam keluarga, suami dan istri bukan lagi dua individu, melainkan satu kesatuan (manunggaling). Ketentuan manunggaling istri dan suami dijelaskan dalam keterangan berikut:

“...mereka itu (istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun (suami) adalah pakaian bagi mereka...” (Al Baqarah:187)

Dengan demikian dalam kehidupan keluarga, kewajiban berbakti kepada orang tua sepenuhnya menjadi tanggung jawab suami, sebab kekuasaan tertinggi dalam rumah tangga ada pada suami. Untuk itulah para ulama mewajibkan setiap laki-laki yang sudah menikah untuk menafkahi kedua orang tuanya.

Lalu bagaimana dengan orang tua dari istri? Siapa yang bertugas memeliharanya jika istri dalam rumah tangga sudah diikat harus taat pada suami. Tugas memelihara orang tua istri, sama-sama ada di pundak sang suami. Dalam rumah tangga, posisi suami bukan lagi anak dari ibu bapak kandungnya, melainkan juga anak dari ibu bapak istrinya, karena telah manunggalingnya istri dan suami.

Kedudukan suami sebagai anak dari orang tua istrinya dan sebaliknya dijelaskan dalam sebuah keterangan “Ibu mertua kedudukannya sebagai ibu”. (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

Jadi, seorang suami harus menjadi pemimpin dalam keluarga, untuk mengajak seluruh anggota keluarga untuk hormat dan berbakti kepada orang tua, baik kepada orang tua kandungnya maupun pada orang tua dari istri.

Untuk itu seorang istri wajib tunduk pada ketetapan suami, bukan karena takut pada suami tapi karena ketetapan yang ditentukan suami adalah bagian dari ketentuan Tuhan. Untuk itulah ketaatan istri bukan ketaatan pada suami semata, tapi hakikatnya ketaatan karena suami menegakkan ketentuan Tuhan.

Maka, jika seorang istri kurang harmonis dengan ibu atau bapak dari suami, atau sebaliknya suami kurang harmonis dengan ibu atau bapak dari istri, sampai kapan pun cita-cita membina keluarga harmonis dan sejahtera akan sulit terwujud. Apa sebab? Karena keluarga tersebut dibentuk diluar atau bertentangan dengan ketentuan Tuhan.

Jadi, rahasia sukses membina keluarga sejahtera utamanya adalah suami dan istri harus memahami posisi masing-masing berdasarkan pada ketentuan Tuhan. Keharmonisan dan kesejahteraan dalam membina keluarga sangat tergantung pada ketaatan kita terhadap Tuhan. Berpikirlah wahai para suami dan istri. Hidup ini bukan hawa nafsu mu yang mengatur, tapi berdasar ketentuan Tuhan. Salam sukses dengan logika Tuhan.

Follow me @logika_Tuhan.

No comments:

Post a Comment