Sunday, August 5, 2018

MENTAL OPTIMIS TANPA BATAS

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Dalam kehidupan sehari-hari yang harus dijaga setiap saat adalah pikiran optimis. Tanpa optimisme, manusia tidak akan bergerak. Segala sesuatu digerakkan oleh optimisme. Maka salah satu tugas yang harus dijaga dalam dunia pendidikan adalah menjaga hati dan pikiran anak-anak agar tetap optimis. Maka dari itu, dalam dunia pendidikan tidak boleh ada ujaran-ujaran kebencian yang dapat mematikan optimisme anak-anak.

Optimisme bisa terlahir karena ada harapan hidup yang lebih baik, menyenangkan, dan menggembirakan. Bagi mereka yang tidak memiliki harapan hidup lebih baik, meyenangkan, dan menggembirikan, mereka cenderung pesimis, dan cenderung ingin mengakhiri hidup.

Penelitian terhadap kadar optimisme dan pesimis dari 122 orang pria yang mengalami serangan jantung telah dilakukan. Setelah delapan tahun, dari 25 orang yang paling pesimis, 21 dintaranya telah meninggal dunia. Sementara itu, dari 25 orang yang paling optimis, hanya enam orang yang meninggal. Sebuah teori berpendapat bahwa sikap optimisme dapat menghindarkan diri dari depresi, cemas, dan stres, serta rentan untuk terkena kanker. (Sholeh, 158:2012). Hasil penelitian ini dapat sisimpulkan bahwa sikap optimis dapat menyehatkan dan memanjangkan umur.

Jika seseorang diajak untuk berbuat sesuatu lalu dijanjikan harapan baik (kabar gembira), maka kemungkinan besar setiap orang akan melakukan perbuatan tersebut karena ingin mendapatkan harapan baik yang dijanjikan. Pada intinya optimisme selalu terlahir karena ada harapan baik (kabar gembira) yang dijanjikan.

Mereka menjawab: "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa". (Al Hijr, 15:55)

Optimisme yang digantungkan pada hal-hal material, akan mengalami pasang surut. Hal yang bersifat material, kadang bisa didapatkan kadang tidak. Hal yang bersifat material pun bersifat fana dan hilang, untuk itu dia tidak bisa menjanjikan sesuatu secara permanen. Maka dari itu, optimisme yang dibangun karena hal-hal material cenderung tidak mampu bertahan lama, sehingga menyebabkan seseorang kecewa dan jatuh sakit.

JIKA HARAPAN KITA DIGANTUNGKAN KEPADA TUHAN MAKA HARAPAN KITA TIDAK AKAN PERNAH MATI KARENA TUHAN TIDAK AKAN PERNAH MATI
Optimisme yang permanen diajarkan dalam Al-Qur’an dengan perintah Tuhan kepada manusia agar selalu menggantungkan hidupnya kepada Tuhan Yang Esa, dan menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat berharap.

Tuhan adalah dzat yang maka kaya dan tidak akan pernah mati. Tuhan adalah wujud yang tidak akan pernah hancur dan mati. Maka barang siapa yang berharap kepada wujud yang tidak akan pernah hancur dan mati, maka harapannya tidak akan pernah mati. Selama harapan itu digantungkan kepada Tuhan, harapan itu akan terus hidup seperti Tuhan yang tidak akan pernah mati. Maka perintah-Nya;

“dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Alam Nasyrah, 94:8).

Harapan manusia kepada Tuhan dibangun dalam bentuk ritual doa. Sebaik-baiknya ritual doa dilakukan dalam tindakan shalat. Maka mengajarkan shalat kepada anak-anak didik, adalah mengajarkan agar anak-anak didik membangun harapannya setiap pagi kepada Tuhan, bukan kepada hal-hal yang bersifat profan (duniawi).

Shalat dalam kurikulum pendidikan adalah upaya sadar untuk menghadirkan sikap optimisme ke alam bawah sadar anak-anak didik. Menurut penelitian Hawkins, anak-anak yang memiliki sikap optimisme, sudah termasuk pada manusia kelas atas yang punya kekuatan energi 310 untuk melakukan perubahan terhadap diri dan lingkungannya. Optimisme yang dibangun dengan shalat dapat menumbuhkan anak-anak yang sehat dan kuat.

Penelitian terhadap efek shalat tahajud terhadap kesehatan 19 orang santri yang dilakukan Moh. Sholeh (2012), membuktikan bahwa shalat tahajud yang dilakukan dengan tepat, konstinyu, pada jam 02.00-03.30 wib yang dijalankan selama delapan minggu terbukti bahwa shalat tahajud dapat menurunkan sekresi hormon kortisol. Menurunnya sekresi hormon kortisol menunjukkan bahwa shalat tahajud menyehatkan.  
Shalat tahajud dapat menumbuhkan respons emosional positif dan memperbaiki coping (upaya kognitif mengubah pandangan dan kondisi menjadi positif). Artinya shalat dapat membantu anak-anak untuk mengubah segala kondisi yang dialaminya menjadi positif. Segala kondisi yang dipersepsi positif akan melahirkan optimisme.

Optimisme yang dibangun atas dasar keimanan dan keyakinan kepada Tuhan tidak akan pernah surut. Optimisme tersebut akan bersifat permanen. Optimisme yang dibangun atas dasar ketergantungan kepada Tuhan, akan selalu melahirkan emosi senang, bahagia dan optimis tanpa batas. Wallahu’alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan)

3 comments:

  1. asalamualaikum pak ijin pencerahan nya,,Rahmat punya niat untuk melanjutkan sekolah ke universitas, akan tetapi terkendala masalah waktu dan biaya karna harus berbagi dengan kelurga Jati dirumah hehe ditambah lagi ada rencana untuk mengambil perumahan kebtulan dapat subsidi dari pemerintah karena memang di prioritaskan untuk yang kerja di kantor saya ini,,BINGUNG jadinya pak hmmmmm menurut Bapak yang mana yg hrus didahulukan ??

    ReplyDelete
  2. asalamualaikum pak ijin pencerahan nya,,Rahmat punya niat untuk melanjutkan sekolah ke universitas, akan tetapi terkendala masalah waktu dan biaya karna harus berbagi dengan kelurga Jati dirumah hehe ditambah lagi ada rencana untuk mengambil perumahan kebtulan dapat subsidi dari pemerintah karena memang di prioritaskan untuk yang kerja di kantor saya ini,,BINGUNG jadinya pak hmmmmm menurut Bapak yang mana yg hrus didahulukan ??

    ReplyDelete