Saturday, January 2, 2021

TUHAN KU TUHAN

 OLEH: MUHAMMAD PLATO

Membaca sebuah buku berjudul “tuhannya Para Filsuf dan Ilmuwan” saya tersadar bahwa selama ini, keimanan para filsuf dan ilmuwan bukan kepada Tuhan tapi kepada manusia-manusia terdahulu yang sudah lebih dahulu mengemukakan pemikiran. Naskah-naskah buku filsafat dan keilmuan dikatakan shahih jika memiliki sandaran pada pemikiran manusia terdahulu. Para pemikir-pemikir terhadahulu seperti tuhan-tuhan yang menentukan pola berpikir dan tindakan yang harus dilakukan para filsuf dan ilmuwan.

Tuhan adalah pemilik kekuasaan yang mendominasi hati, pikiran dan prilaku manusia. Tuhan pemilik segala tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia. Tuhan adalah pemilik takdir-takdir yang tidak mengalami perubahan. Tuhan menentukan dan menetapkan ukuran terjadinya dan terciptanya sesuatu.

Pengakuan manusia kepada Tuhan ditentukan bukan pada kegiatan-kegiatan ritual keagamaan belaka, tetapi dibuktikan pada seluruh tindakan hidupnya merupakan tindakan-tindakan yang telah dikehendaki Tuhan. Tindakan manusia dimulai dari pola pikir dan paradigma yang dibangun. Dalam ajaran agama, pola pikir yang melandasi tindakan adalah niat-niat yang mendahului setiap tindakan.

Allah kelak di akhirat membangkitkan manusia berdasarkan pada niat-niat yang ada dalam pola pikirnya ketika melaksanakan tindakan. Filsuf dan ilmuwan mengawali segala tindakannya berdasarkan pendapat, teori dari filsuf dan ilmuwan terdahulu. Dapat diprediksi bahwa seluruh tindakan para filsuf dan ilmuwan adalah teori-teori manusia terdahulu. Pemikir-pemikir terdahulu menjadi tuhan-tuhannya para filsuf dan ilmuwan.

Celakanya, pola pikir seperti filsuf dan ilmuwan digunakan dalam mengembangkan ilmu keagamaan. Para pendakwah kelak mengemukakan pendapatnya berdasarkan pendapat-pendapat imam terdahulu. Bahkan kebenaran pendapat dalam beragama harus sama dengan pendapat imam terdahulu. Ukuran kebenaran menjadi bukan pada sumber kebenaran ajaran agama tetapi pendapat para imam terdahulu. Imam-imam terdahulu telah menjadi tuhan-tuhan para penganut agama.

Selain itu, ada pendakwah yang merujukkan kebenaran pendapatnya berdasarkan aliran yang dianutnya. Pendapat-pendapat dari aliran di luar alirannya dianggap salah dan sesat. Semua pendapatnya di dalam beragama harus diseleksi berdasarkan pendapat-pendapat yang memang dikemukakan oleh imam dalam satu garis aliran. Aliran-aliran dalam agama telah menjadi tuhan-tuhan para penganut agama yang fanatik pada alirannya.

Nabi Muhammad saw hanya meninggalkan kitabullah dan sunnahnya. Sumber kebenaran yang harus menjadi rujukan dalam setiap tindakan adalah ajaran agama di dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnahnya. Manusia hanya bisa berkomunikasi dengan Allah melalui kitab suci Al-Qur’an. Segala informasi yang disampaikan di dalam Al-Qur’an adalah dialog antara makhluk dan Pencipta. Al-Qur’an mengandung pola pikir dan niat-niat sang Pencipta dalam menciptakan segala tindakan dan kejadian di muka bumi.

“Hanya kepada Allah-lah sujud segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri atau pun terpaksa bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Ar’rad, 13:15)

Manusia diciptakan berdasarkan rupa Tuhan, menjadi bayangan Tuhan yang segala tindakannya mengikuti apa-apa yang dilakukan oleh Pemilik Bayangan. Segala niat, pola pikir, kecnderungan hati, manusia mengikuti Pemilik Bayangan. Manusia-manusia yang hati dan pikirannya mengikuti Pemilik Bayangan adalah mereka yang berTuhan kepada Tuhan penciptanya.     

“Apakah kamu tidak memperhatikan  Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan bayang-bayang; dan kalau dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu,” (Al Furqaan, 25:45).

Jika manusia memahami Al-Qur’an maka pertanggungjawabannya langsung kepada Tuhan. Membenarkan pemahaman Al-Qur’an atas dasar kesamaan pada imam yang telah lebih dulu seolah-olah sebagai pemilik kebenaran adalah pembelokkan tauhid. Imam-imam terdahulu hanya menyampaikan pemikiran secara informatif untuk membantu mengenal siapa Tuhan yang harus ditaati, mereka tidak punya hak mengklaim, dan tidak pernah berpendapat bahwa pendapatnya adalah kebenaran mutlak. Manusia-manusia kurang akallah yang menjadikan imam-imam terdahulu dan aliran seolah-olah sebagai pemilik mutlak kebenaran. Wallahu’alam. 

No comments:

Post a Comment