Sunday, April 29, 2018

FIKSI ATAU GAIB?

OLEH
MUHAMMAD PLATO

Kasihan Profesor, sampai meringis-ringis mencoba menjelaskan tentang makna fiksi yang maknanya sudah beredar dipahami semua orang adalah fiktif. Bagi yang sudah belajar ilmu logika dari kitab suci Al-Qur’an, memahami makna fiski mudah saja.

Saya setuju dengan pendapat Ustad yang memberi panduan dalam memahami makna fiksi. Memahami persepsi seseorang tentang sesuatu, kita harus melihat siapa yang mengemukakannya. Arti kata fiksi bagi pemikir ilmu alam murni, tentu beda makna dengan pemikir yang dipengaruhi ilmu pengetahuan dari kitab suci.

Bagi profesor ahli filsafat materialis, mereka memberi makna fiksi bukan sebagai kata fiktif tetapi sesuatu yang belum terjadi dan masih tersimpan di alam ide. Saya setuju dengan pendapat Ustad, bahwa memahami sebuah pendapat harus dilandasi oleh pengetahuan kita tentang pengetahuan-pengetahuan mana yang dimiliki oleh si pemberi pendapat. Karena setiap pendapat orang dilatarbelakangi oleh asupan pengetahuan yang dimilikinya.

SEGALA SESUATU YANG TIDAK BISA KITA LIHAT ADALAH GAIB SEKALIPUN ADA DALAM PIKIRAN 
Jika mencermati pernyataan Profesor, kata fiksi yang dia lontarkan bukan seperti fiksi yang punya makna seperti di kamus KBBI. Kata fiksi yang dikemukakan profesor diartikan khusus dari kamus filsafat materialis.

Saya punya pendapat, kata fiksi yang dikemukakan oleh profesor lebih amannya menggunakan kata gaib. Karena kata fiksi sudah terpahami oleh semua orang sebagai khayalan yang tidak nyata. Tapi bisa tidak tepat juga karena kata gaib, bukan bahasa filsuf materialis. Tapi setidaknya saya menemukan sedikit titik temu antara kata fiksi dari kaum filsafat materialis dengan kata gaib dari para filosof muslim.

Gaib artinya sesuatu yang tersembunyi di balik tabir, yaitu sesuatu yang tidak bisa ditangkap dengan indera, dan berada di luar jangkauan nalar yang empiris. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, (Al An’aam, 6:59). Dia mengetahui yang gaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al An’aam, 6:73). Para filosof Muslim mengambil pelajaran dari ungkapan-ungkapan Al-Qur’an ini, dengan menamakan alam materi dengan alam syahadah, sedangkan alam malakut mereka beri istilah alam gaib. (Muthahari, 2001).

Bagi para penganut agama, menyebutkan kitab suci sebagai produk gaib lebih aman dibanding menyebutkan sebagai karya fiksi. Perbedaan kontras terlihat, karya gaib didasari oleh keimanan kepada Tuhan sebagai pencipta. Kata fiksi di dasari oleh kepercayaan bahwa segala sesuatu harus berumber dari karya makhluk (materi).

Untuk itu menyebutkan kitab suci sebagai fiksi, bisa punya makna menyerang keyakinan orang-orang yang percaya pada Tuhan. Pasalnya para filosof materialis tidak menjadikan kitab suci sebagai sumber atau dasar pemikiran mereka. Dengan demikian Profesor telah merendahkan keyakinan para penganut agama yang percaya bahwa kitab suci sebagai karya Sang Gaib. Pernyataan profesor yang punya sudut pandang materialis, telah menganggap kitab suci sebagai karya kreasi, sebuah fiksi dalam arti positif yang bersumber dari makhluk.

Amannya, kata fiksi tidak bisa digunakan untuk menjelaskan kitab suci, lebih baik digunakan untuk menjelaskan karya-karya makhluk ciptaan Tuhan. Sesuatu yang belum terjadi yang berada dalam kitab suci, adalah gaib, karena bagi para penganutnya kitab suci adalah karya suci dari Sang Gaib. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master @logika Tuhan)

1 comment:

  1. Ini tulisan yang bagus untuk dibaca para netizen yang sedang berdebat tentang "kitab suci itu fiksi".

    ReplyDelete