Sunday, August 2, 2020

KURBAN BUKAN IBADAH RITUAL

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Tersenyum melihatnya, “ibadah kurban mejadi ajang riya. Saat hewan mau dipotong ribut jadi masalah atas nama siapa”. Ajaran agama macam apa yang kalian terima? Kurban bukannya jadi puncak spiritual seseorang dalam meraih takwa kepada Allah, tapi malah jadi masalah atas nama siapa hewan dikurbankan. Kurban bukan ritual pemotongan hewan. Kurban bukan untuk pamer nama. Allah tahu siapa yang kurbannya karena Allah, dan Allah tahu atas nama siapa hewan dikurbankan. Allah tahu siapa yang mengeluarkan hartanya untuk berkurban, dan Allah tahu siapa yang hanya menumpang nama di atas hewan kurban. “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?” (Al Baqarah, 2:77).

Apakah kalian tidak mendengar kabar dari Rasulullah, barang siapa bersedekah mengatasnamakan orang lain, maka yang bersedekah dan orang lain yang di atas namakan akan mendapat pahala yang sama dari Allah tanpa sedikitpun saling mengurangi kebaikannya. Demikian juga dalam berkurban.  

Kurban adalah pendidikan bagi manusia agar menyembelih hawa nafsunya yang cenderung egois. Kurban adalah puncak ketaatan manusia bahwa dirinya berserah, taat, tunduk, dan patuh, pada apa yang Allah tetapkan. Tidak ada kurban bagi mereka yang akhlaknya tidak berubah setelah kurban. Kurban adalah komitmen kepada Allah bahwa segala egoisme dalam hidupnya telah disembelih, dan berkomitmen untuk menjadi manusia-manusia pemurah pengasih dan penyayang meneladani Rasulnya yang selalu berusaha hidup dengan meniru akhlak Allah.

Kurban kita hanya sebatas ibadah ritual. Kurban ritual tidak mengubah kita menjadi manusia spiritual, yaitu manusia yang total berserah diri kepada Allah. Kurban ritual tidak membunuh sifat-sifat setan dalam diri manusia. Kurban ritual tidak menekan nafsu-nafsu busuk dalam jiwa manusia. Kurban ritual tidak mematikan sifat-sifat egois dan rakus yang ada dalam setiap jiwa manusia.

Apakah manusia tidak berpikir, Allah telah mengabarkan sebuah kisah dua anak Adam. Keduanya berkurban tetapi ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. “Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (Al Ma’idah, 5:27).

Tidak ada spiritualitas kurban bagi mereka yang masih berebut daging pada saat kurban. Berebut daging kurban pada saat kurban adalah bukti bahwa kurban yang kita lakukan hanya sebatas ritual. Kurban adalah prosesi pembunuhan terhadap nafsu-nafsu manusia yang cenderung buruk. Kurban adalah prosesi pembunuhan terhadap nafsu-nafsu serakah manusia kepada hal-hal yang material.

Tidak ada spiritualitas kurban bagi mereka yang masih merasa paling benar dan egois dalam prilakunya. Tidak ada spiritualitas kurban pada mereka, jika sikap hidupnya masih bengis dan penuh benci terhadap sesama. Tidak ada spiritualitas kurban pada mereka, jika hidupnya masih kikir dan sombong atas kedudukan dan harta kekayaan yang dimilikinya.

Spiritualitas kurban, Allah berikan kepada mereka yang melaksanakan kurban karena rasa cinta kepada Allah. Spiritualitas kurban akan Allah berikan kepada mereka yang melaksanakan kurban sebagai bentuk ketaatan, harapan dan takut kepada Allah. Spiritualitas kurban akan Allah berikan kepada mereka yang setelah melaksanakan kurban akhlaknya menjadi mulia, membalas keburukan dengan kebaikan, berbakti pada orang tua, bersabar tanpa batas, tidak menyalahkan orang lain, selalu optimis, menjadi pribadi pemaaf, penyayang, dan penyantun.

Allah tidak melihat berapa harga kambing yang dikurbankan. Allah tidak melihat seberapa besar sapi yang dikurbankan. Allah tidak melihat atas nama siapa kambing atau sapi dikurbankan. Allah hanya melihat kepasrahan diri kepada kehendak Allah dari siapa saja yang rela berkurban. Kabil tidak diterima kurbannya oleh Allah, karena Kabil hanya melaksanakan kurban sebagai ritual, hanya sebatas tindakan fisik, egois, hanya memperlihatkan cangkang dan fatamorgana.

Kurban adalah prosesi pegorbanan diri seperti apa yang dilakukan oleh makhluk kecil bernama sel. Prosesi perngorbanan diri yang dilakukan oleh sel bertujuan untuk menghidupkan sel lain. Menurut ahli DNA, fakta bahwa di dalam diri manusia ada gen (naluri) egois (selfish gene) yang hanya mementingkan diri sendiri, takut kekurangan harta dan suka mengumpul-ngumpulkan harta. Di sisi lain dalam diri manusia ada gen altruis yaitu sifat selalu ingin menolong orang lain dan melakukan sesuatu untuk orang lain lagi. Altruis merupakan kesitimewaan bawaan lahir manusia (dari Allah) yang ditetapkan dalam gen. (Murakami, 2015, hlm. 86).

Belajar dari hasil penelitian DNA, makna kurban adalah sarana untuk menghidupkan naluri rela berkorban untuk menghidupi orang lain yang ada pada setiap diri manusia. Murakami (2015, hlm. 87) menyimpulkan, orang-orang yang hidup dengan spiritualitas tinggi, akan memikirkan keuntungan untuk dirinya dengan lebih mementingkan kepentingan orang lain. Orang dengan spiritualitas tinggi paham, dengan mengusahakan kepentingan orang lain, keuntungan yang didapatkan akan lebih dalam dan besar. Inilah spiritualitas dalam ibadah kurban yang harus kita pahami.

Untuk itu bagi para ulama, kiai, guru, ilmuwan, dan pecinta ilmu pengetahuan, pencapaian tertinggi dari sebuah penelitian bukan membandingkan diri lebih baik dari orang lain atau mendapat hadiah dari lomba. Kebahagian sejati bagi para pecinta ilmu adalah “mengetahui apa yang tidak diketahui dan ilmunya bermanfaat bagi orang lain”. Inilah makna kurban bagi para pecinta ilmu pengetahuan. Seluruh makhluk hidup di muka bumi ini hidup dengan menghidupi makhluk lain. Untuk itu kurban adalah ibadah spiritual jiwa manusia bukan hanya sekedar ritual penyembelihan hewan. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment